past 3

10 1 0
                                    

Bip bip bip bip bip

Pintu apartemen Woojin terbuka keras, menampilkan sosok yang keberadaannya sudah tidak asing di tempat itu. Woojin yang berasal dari luar kota, menyewa sebuah apartemen studio sederhana dan murah di sekitar kampus. Apartemen yang tidak memiliki ruangan selain kamar mandi, hanya sekat-sekat dari meja dan lemari yang menjadi penanda batas area di tempat itu.

Gadis itu terlihat marah, dadanya kembang kempis menahan emosi. Bahkan rambutnya sudah kusut masai. Buah dari kebiasaannya sendiri saat sedang marah.

"Park Woojin!" kedatangannya yang tiba-tiba mengejutkan Woojin yang sedang santai di kasur.

"Kau mau macam-macam denganku, hah!" Sohye berderap menghampiri Woojin. Tangannya meraih guling di kasur Woojin dan mulai memukuli si pemuda dengan membabi-buta.

"Hye! Apa maksudmu?!" Woojin yang kaget dengan perlakuan Sohye sontak berusaha menghentikan aksi gadis mungil itu. Tangannya kesana-kemari, antara berusaha menahan gempuran guling dan menahan pergelangan tangan si gadis.

"Aku tahu kau jalan dengan siapa siang tadi!"

Sohye yang sudah kelelahan, mengeluarkan sisa tenaganya untuk berteriak sekali lagi pada Woojin.

Sementara Woojin hanya mematung, pupilnya bergetar menatap gadisnya yang sekarang sudah tidak karuan penampilannya. Napas mereka sama-sama terengah, perpaduan antara emosi dan lelah fisik.

"Aku tid-"

"Bohong sekali lagi, kupecahkan playstation kesayanganmu!"

Woojin tahu ancaman Sohye bukan ancaman kosong. Gadis itu tahu seberapa sukanya Woojin pada koleksi berbagai permainan dan Playstationnya, dan sudah pernah memecahkan satu diantara mereka. Membuat Woojin ngambek dan Sohye terpaksa mentraktir Woojin macam-macam. Padahal saat itu tidak sengaja.

Memang benar Woojin tadi jalan dengan Chaeyoung, teman sekelasnya. Berdua saja.

"Kau bilang padaku kau mengerjakan tugas, dengan Jihoon dan yang lain. Tapi apa? Aku melihatmu berduaan dengan Chaeyoung di bioskop, dasar brengsek!"

Woojin tahu Sohye tidak suka jika dia pergi dengan perempuan, makanya dia berbohong. Tak disangka malah ketahuan!



Mereka bertengkar sesorean penuh hari itu. Saling melempar peluru tentang siapa yang lebih buruk dari yang lainnya. Pertengkaran mereka hanya berhenti setelah Jihoon, yang juga tetangga apartemen Woojin memutuskan untuk menggedor pintu apartemen Woojin. Menghentikan mereka berdua sejenak dari perkelahian tiada henti.

"Aku tidak mengenali kita lagi, Jin." Sohye memecahkan keheningan yang lantang diantara mereka setelah Jihoon pergi kembali ke apartemennya.

"Yah, semua orang bakal berubah, Sohye." Woojin menghela napas kasar.

"Menurutmu perubahan kita ini suatu hal yang baik?" Sohye memutuskan untuk duduk di kasur Woojin.



Woojin memutuskan untuk mengalah. Berjanji pada Sohye untuk tidak keluar berdua saja dengan perempuan lain lagi.

Sohye memutusakn untuk memaafkan Woojin. Seperti yang sudah-sudah. Woojin adalah teman baik Sohye sebelum pemuda itu menjadi kekasihnya.



Sohye lelah. Fisiknya lelah, batinnya juga. Mereka saling menghancurkan. Sohye tahu. Sangat tahu, bahkan. Tapi Sohye bisa apa jika setiap kali Woojin tersenyum padanya, Sohye semakin bertekat untuk tidak melepas si pemuda? Sohye terpenjara.

Woojin masai. Hatinya kusut masai tiap kali mereka bertengkar. Mereka saling meracuni, Woojin tidak menampik. Tapi Woojin tidak bisa melepas Sohye, Sohye-nya. Woojin terpenjara.

Tidak. Mereka berdua terpenjara perasaan dan ego masing-masing.

Rana RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang