Sohye telah membuat kesalahan. Sohye telah membuat banyak sekali kesalahan semasa hidupnya. Tapi rasa-rasanya ini yang paling Sohye sesali.
Gadis itu sekarang berjalan cepat melewati banyak orang di stasiun kereta api. Matanya sibuk mencari-cari keberadaan pemuda yang sedari kemarin belum dia ketahui kabarnya.
Sohye tidak sendiri. Ada Jihoon di sampinya dengan ekspresi tidak kalah kalut. Berkali-kali pemuda imut itu menggeretakan gigi dan menggusak rambutnya kasar.
Drrt drrt
"Oh, halo, Yeonjung?" Jihoon berhenti berjalan, tangannya terentang menahan Sohye untuk ikut berhenti. "oh? Baik baik. Hm, kami belum menemukannya juga. Iya, jangan lupa kabari aku." Jihoon menutup teleponnya, menatap Sohye dengan wajah semakin gusar.
"Nihil, ya?" Sohye bertanya was-was.
"Nihil, hye. Kampus, tempat tongkrongan, Woojin tidak disana."
"Aku bodoh, harusnya enggak begini kalau semalam aku angkat teleponnya." Sohye mulai meracau, menarik-narik rambutnya frustasi.
"Sohye, bukan salahmu. Bukan salah siapa-siapa. Ayo kita cari lagi." Jihoon menepuk kepala Sohye sebelum menarik gadis itu untuk kembali berjalan. Sedikit kesal karena sepagi ini mereka sudah kelimpungan mencari keberadaan Woojin.
Woojin hilang.
Park Woojin pergi entah kemana tanpa mengabari siapapun.
Subuh-subuh Sohye dikejutkan dengan notifikasi misscall dan pesan dari Woojin di ponselnya. Semalam Sohye memang memutuskan tidur lebih cepat. Pesan terakhir Woojin membuat gadis itu langsung menelepon si pemuda gingsul, yang berakhir tidak tersambung. Membuatnya harus merecoki Jihoon yang pastinya masih tidur.
Hye, aku capek
Isi pesan terakhir Woojin yang jelas-jelas membuat semua temannya kelimpungan mencarinya. Semua tempat yang biasa didatangi Woojin sudah disisir oleh mereka. Bukannya mereka tidak tahu kenapa Woojin bertingkah begitu. Di meja belajar Woojin terdapat undangan pernikahan atas nama ayah Woojin.
Ayah dan ibu Woojin belum bercerai. Tapi ayahnya memutuskan untuk menikah lagi.
Woojin pernah menceritakannya pada Sohye. Yeonjung juga tahu, ibu yeonjung dan ayah Woojin bersaudara.
Woojin yang saat itu baru tahu kalau ayahnya memiliki kekasih selain ibunya tentu saja marah besar. Meskipun ibunya sudah mengatakan bahwa beliau rela dimadu, tapi Woojin bisa melihat apa yang sesungguhnya dirasakan sang ibu lewat sorot matanya. Jika kabar ayahnya punya kekasih lain seperti tamparan, maka undangan pernikahan ayahnya membuat dunia Woojin luluh lantak.
Drrt drrt
"Halo, Yeonjung? Sudah ada kabar?" giliran Sohye yang sekarang ditelpon Yeonjung.
"Hye, Rumah sakit! Cepat ke rumah sakit! Woojin udah ketemu!"
Sohye membeku.
"Sohye? Hye?!" Yeonjung di seberang sana masih terdengar panik, membuat Jihoon mengambil ponsel dari tangan Sohye.
"Oh, Yeonjung. Rumah sakit mana? Ada kabar Woojin kenapa?" Jihoon sigap mencatat alamat yang diberi oleh Yeonjung, sebelum menutup telepon.
"Hye, kita belum tahu Woojin kenapa, yang penting kita kesana dulu."
"Woojin" Sohye berjalan keluar stasiun sambil terus menerus menghapus air mata yang mulai menderas.
Langkah berderap terdengar di koridor rumah sakit. Beberapa laki-laki dan perempuan terlihat terburu-buru, membuat mereka mendapat teguran dari staf-staf di rumah sakit. Tapi seolah tak mendengar atau tak peduli, mereka tidak menurunkan kecepatan sebelum sampai ke tujuan.
"Woojin!"
"Buluk!"
"Sohye, gingsul kenapa?"
Mark, Lucas, Yeonjung, Doyeon, Mina dan Yoojung berdesakan masuk ke kamar rawat Woojin. Jihoon pening. Kepalanya sudah pusing memikirkan Woojin, dan suara berisik teman-temannya sama sekali tidak membantu.
Sohye tersenyum lemah melihat keadaan sahabat-sahabatnya yang kacau balau. Kentara sekali bagaimana rusuhnya pagi mereka.
Woojin bodoh, tidak sadar punya teman-teman yang baik. Pikir Sohye
"Woojin tidak apa-apa. Hanya dehidrasi."
Lucas menghembusakn napas berat. Ternyata sedari tadi dia menahan napasnya. "Kok bisa sih? Gimana ceritanya bisa sampai rumah sakit?" Tanyanya sambil menggeret kursi untuk duduk lebih dekat dengan ranjang Woojin.
"Petugas parkir minimarket yang bawa kesini. Katanya Woojin pingsan di teras minimarket. Kata dokter sebentar lagi pasti bangun" Sohye menjelaskan pelan, tangannya meremas pelan tangan Woojin yang belum sadar.
Mungkin merasakan hawa berisik di sekitarnya, Woojin perlahan membuka mata.
"Ukh" Woojin terbatuk-batuk, berusaha mendapatkan orientasinya kembali. "Eh, Sohye? Aku dimana Hye? Kok kamu disini?" Woojin mengucek matanya pelan dan berusaha duduk.
"Woojinie" Sohye mendesah lega mendapati pemuda kesayangannya sudah sadar.
"Kok bisa disini semua?" Woojin masih bertanya-tanya sambil melihat ke sekeliling ruangan.
"Eh, Jin, kami keluar dulu ya, cari makan." Mark dengan cepat mengode teman-temannya agar meninggalkan Sohye dan Woojin berdua.
Setelah semua temannya keluar, Woojin menatap Sohye, meminta penjelasan. Ingatannya tentang malam kemarin hanya samar-samar.
"Kamu pingsan di depan minimarket, Jin. Untung ada abang penjaga parkir yang mengantar kesini. Kamu ngapain aja semalaman, hm?" Sohye menatap Woojin, berusaha memahami perasaan si pemuda.
"Aku nggak ingat, Hye."
"Kamu tahu, semua bingung. Kami mencarimu kemana-mana Jin. Kenapa berkeliaran sendirian? Kalau kamu kenapa-napa bagaimana?" Sohye mengelus surai Woojin pelan.
"Maaf" ucap Woojin pelan
"Aku yang minta maaf, Jin. Maaf semalam aku nggak ada buat kamu. Maaf kamu harus ngalamin ini. Aku nggak tahu apa tepatnya yang kamu rasain, Jin. Tapi aku bakal berusaha mengerti." Sohye menangkup wajah Woojin dengan tangannya.
Pertahanan Woojin runtuh. Woojin dibanjiri berbagai emosi yang tidak bisa lagi ditahannya. Perlahan matanya mulai berkaca-kaca, membuat Sohye merengkuh Woojin dalam pelukannya. Mengelus punggung Woojin sementara si pemuda terisak pelan.
"Aku tidak terima, Hye. Aku tidak terima ibuku diperlakukan seperti itu. Aku bingung, Sohye."
Woojin mulai meracau dalam dekapan Sohye. Tentang bagaimana ibunya selalu mengurus keluarganya. Bagaimana ibunya berusaha sabar dan meyakinkan anak-anaknya bahwa beliau baik-baik saja. Bagaimana Woojin merasa putus asa, merasa tidak bisa menjadi pribadi yang dapat diandalkan oleh ibu dan adiknya.
Woojin menyayangi dan menghormati ayahnya. Karena itulah sikap ayahnya benar-benar membuat Woojin kecewa. Ayahnya memilih untuk menikah lagi tanpa alasan jelas selain karena kepincut hatinya dengan perempuan muda.
Sohye masih setia menenangkan Woojin. Hatinya ikut hancur melihat Woojin sekarang. Woojin yang biasanya menjadi pilarnya yang kokoh. Sekarang luluh lantak di depan matanya sendiri.
"Woojin, kita pernah berjanji buat selalu ada untuk satu sama lain, kan? Kamu nggak sendirian, Jin. Ada aku di samping kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rana Rasa
FanficWoojin menyayangi Sohye Sohye menyayangi Woojin Match made in heaven, right? Right? Or, there are more to this story besides 2 person cares for each other?