"Lo sengaja kan milih gue buat maju ke depan?" ucapku kepada pria menyebalkan tadi yang baru saja keluar dari pintu ruangan yang dijadikan tempat seminar.
Ucapanku berhasil membuatnya menghentikan langkahnya. Tak lama setelah itu, ia membalik badannya dan menatapku. Lagi-lagi ia mengeluarkan senyuman itu, senyuman yang membuat harga diriku rusak.
"Itu yang ada di pikiran lo?" tanyanya.
"Apalagi alasannya kalau bukan itu?"
Ia terdiam, tetapi tatapannya tetap tidak lepas dari kedua mataku.
"Oke, gue tau lo kesal karena perilaku gue pagi tadi tapi bukan berarti lo bisa mempermalukan gue di hadapan dokter lainnya seperti itu"
Ia mengambil beberapa langkah maju dan membuatku harus semakin menaikkan wajahku agar dapat membuat tatapanku setara dengan tatapannya.
"Gue dengar, rumah sakit ini cuman milih dokter-dokter handal yang ada di negara ini dan gue percaya bahwa setiap dokter di sini cukup pandai dan merupakan orang-orang yang terpilih."
"Tapi, sayangnya salah satu dokternya ternyata malah menggunakan otak pandainya itu untuk membuat dirinya terlihat bodoh" lanjutnya sambil tertawa kecil.
Ia pun pergi meninggalkanku begitu saja.
"Bo...doh? Dia baru aja ngatain gue bodoh??" berusaha untuk menahan kekesalanku, aku hanya dapat mengepalkan tanganku sambil menatap punggungnya yang bahkan terlihat menyebalkan.
Brakkk!
"Pelan-pelan kali, tuh pintu ga salah apa-apa" ucap Liora yang sedang asik bermain game melalui handphonenya.
"Kok bisa ya rumah sakit kita milih dia buat jadi pembawa seminar kali ini" ucapku sambil membuka kaleng soda yang baru saja ku beli dari vending machine yang terletak di lobby.
"Ya wajar lah dia memang dokter yang handal. Lagian, lo kenapa sih sewot banget? Gue jadi lo sih bakal klepek-klepek sama tuh cowo kalau di panggil ke depan kayak tadi"
"Ra, dia itu nyebelin, terus songong lagi. Kalau sampe gue ketemu tuh cowo lagi, gue bakal abisin!" aku mengekspresikan kekesalanku dengan meremukkan kaleng soda yang kini sudah kosong.
Pandangan Liora pun akhirnya teralihkan dari handphonenya dan kini, ia sudah menatapku sambil menaikkan sebelah alisnya.
"Apa?" tanyaku curiga.
"Lo kayaknya kenal banget sama dia, ada apa sih?"
"Ng..ngak ada apa-apa" balasku sambil menggaruk bagian belakang kepalaku, berusaha untuk menyembunyikan rasa canggungku.
"Jangan-jangan...."
"Stop! Lo jangan mikir yang aneh-aneh oke?"
"Iya deh, gue ga bakal mikir yang 'aneh-aneh' kok" ucap Liora sambil menunjukkan senyum liciknya.
Mama : Jangan lupa ya, jam 7 nanti.
Aku hanya dapat menghela nafas sambil membaca notifikasi yang baru saja muncul pada handphoneku. Hari ini akan menjadi hari yang cukup panjang.
***
Melalui kaca mobilku, aku memeriksa penampilanku untuk yang terakhir kalinya sebelum melangkah masuk ke dalam sebuah restoran yang terlihat cukup mewah dari luar. Aku memang menolak perjodohan ini tapi, aku tetap tidak ingin mempermalukan diriku sendiri di depan orang lain dan berusaha untuk memberikan kesan yang baik.
"Akhirnya kamu datang juga" ucap mama ketika baru saja melihatku melangkah masuk ke dalam restoran tersebut. Tanpa berbicara panjang lebar, mama menarikku melewati beberapa meja yang sudah diisi dengan orang menuju sebuah private room pada restoran tersebut.