Sesampainya di lokasi, aku dapat melihat mobil polisi yang sudah terparkir di sekitar tempat itu. Banyak anggota kepolisian yang sudah berdiri mengelilingi lokasi tersebut. Setelah mobil Julian berhenti, aku lari melewati anggota kepolisian yang sedang menjaga di sekitar tempat itu. Melewati garis polisi yang menutupi dan berlari masuk ke dalam tanpa memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Hanya Alvaro yang ada di benakku.
"Mach dir keine Sorgen, sie ist bei mir¹" Julian menjelaskannya kepada anggota kepolisian di luar sana.
Setelah berlari masuk ke dalam rumah tersebut, langkah kakiku berhenti setelah melihat Alvaro melalui kaca ruangan yang menghalangi kami. Aku mengambil beberapa langkah maju dan mendekatkan diriku dengan kaca tersebut. Alvaro yang saat itu sedang berdiri di dekat wanita tersebut bersama dengan 3 pria lainnya juga menghampiriku. Ia mengangkat handphone nya dan pada saat itu juga aku dapat mendengar suara dari handphoneku.
"Alva, lo gapapa kan?" tanyaku khawatir.
Alvaro terdiam sambil menatapku melalui kaca ruangan tersebut.
"Alvaro, jawab gue!" air mataku menetes begitu saja.
"Gue pikir lo ga mau gue hirauin lo" balas Alvaro.
"Ini bukan waktu yang tepat untuk itu, lo kenapa ga keluar?"
"Gue mau jadi dokter yang tidak meninggalkan pasiennya, se-rumit apa pun kondisinya. Kayak lo"
"Tapi bukan begini caranya Alva, ini bukan saat yang tepat buat ngelakuin itu"
Pandanganku sempat teralih pada angka yang terus berubah pada alat itu. Alat yang selama ini hanya aku saksikan pada film, kini aku melihatnya dengan kedua mataku sendiri.
"Lo kenapa ke sini?" tanya Alvaro.
"Menurut lo? apa gue bisa diam gitu aja setelah tau apa yang sedang terjadi?"
"Seharusnya lo di Medic Center aja, gue ga mau lo liat benda menyeramkan ini"
"Akan lebih menyeramkan lagi dengan berdiam dan membayangkan segala kemungkinan yang akan terjadi tanpa mengetahui kepastian"
"es wird bald enden²" ucap pria yang berdiri di samping Alvaro.
Aku tidak dapat mendengar apa yang terjadi di dalam sana, tapi setiap hal yang terjadi di depan mataku membuatku merasa jauh lebih takut.
"Gue rasa, gue ga bisa lama-lama" ucap Alvaro kepadaku.
"Tunggu"
"Sebelum lo tutup, gue pengen lo tau kalau gue nyesel udah ngomong seperti itu ke lo sore itu. Maaf gue udah kasar ke lo, ga seharusnya gue seperti itu. Gue... ga mau lo hirauin gue lagi"
Alvaro menunduk sambil tersenyum tipis sebelum akhirnya kembali menatapku lagi.
"Sekarang gue udah ga bingung lagi, gue udah mulai mengerti" ucapnya.
"Janji sama gue lo bakal keluar dari sini"
Alvaro mengangguk pelan. Tepat pada saat itu juga, aku dibawa keluar dari rumah itu. Aku tidak bisa melepaskan pandanganku dari Alvaro hingga bayangnya menghilang dengan sendirinya dari kedua mataku.
Berada di luar sini jauh lebih menyiksa untukku, hanya ketidakpastian yang dapat ku temui.
"Jul, lo udah bisa lepasin gue sekarang" ucapku dengan pandangan yang tidak tau ke mana arahnya.
"Gue tau lo akan lari masuk ke dalam tempat itu kalau gue lepas tangan lo"
"Kalau gitu, biarinin gue lari!