Kapitel 3.3

12.7K 751 13
                                    

"Udah ga usah ngaca lagi, udah cantik kok" ucapan Nike membuatku berhenti melihat diriku dari kaca berukuran sedang yang terletak di hadapanku.

"Lo mau kemana sih? Tumben rapih gini, biasanya kucel"

"Gue mau ngurus Charlotte, biar gue bisa meninggalkan tempat ini dengan tenang" balasku sambil memasukkan barang-barang ke dalam sebuah totebag.

"Perginya sama siapa?" tanganku spontan menghentikan gerakannya ketika mendengar pertanyaan Nike.

"Ga mungkin kan lo perginya sendirian" Nike menunjukkan senyum liciknya sambil menaikkan sebelah alisnya.

"Udah jam 8, gue harus cabut. Semangat jaga Medic Center nya Nike!" 

"Have fun ya Na! Pergi berdua balik-balik jangan bertiga!" teriak Nike dari dalam tenda.


Dari kejauhan, aku dapat melihat Alvaro yang sedang bersandar di samping mobilnya. Ntah mengapa jantungku tiba-tiba berdegup dengan kencang. Aku berusaha untuk menghilangkan segala kemungkinan yang muncul di benakku dan melanjutkan langkah kakiku.

"Alva" panggilku, yang dibalas oleh tengokan Alvaro.

Alvaro terdiam untuk beberapa saat sambil melihatku. Matanya terlihat sedang memindai dari ujung kepala hingga kakiku.

"Ada yang salah ya?" 

"Ng-ngak kok, yuk berangkat" Alvaro memperbaikki posisi berdirinya sambil berusaha untuk membuka pintu mobilnya.

"Alva"

"Ya?"

"Setirnya kan di situ" aku menunjuk ke arah pintu yang terdapat pada sisi lain mobil Alvaro.

"Ah..umm.. Iya, ini gue mau bukain pintu buat lo kok. Iya.... buat lo" ucapnya terbata-bata sambil mengambil beberapa langkah mundur dan mempersilahkanku untuk masuk ke dalam mobilnya. Aku dapat melihat kedua telinganya yang mendadak merah dan aku hanya dapat menertawakannya secara diam-diam sebelum ia masuk ke dalam mobil.

Perjalanan ini terasa seperti liburan singkat bagiku. Aku dapat melihat sisi lain dari negara ini, sisi yang lebih indah di mana semua bangunannya berdiri tegak dan kokoh, tidak ada kepingan-kepingan bangunan yang hancur dan semuanya terlihat normal di sini. Aku tersenyum sambil melihat pemandangan itu dari kaca mobil.

"Lo kangen makanan Indonesia ga?" tanya Alvaro. Dengan cepat aku mengangguk penuh setuju.

"Baru aja semalam, gue mimpi kalau gue lagi makan rendang sambil minum es teh manis"

"Kebetulan dekat sini ada restoran Indonesia, lo mau?"

Lagi-lagi aku mengangguk, menyetujui ajakan Alvaro dengan semangat.

Seturunnya dari mobil, aku menarik nafasku dalam-dalam untuk menghirup udara segar siang itu.

"Tunggu" Alvaro menghentikan langkahku sebelum masuk ke dalam restoran itu.

"Tali sepatu lo" ucap Alvaro sambil menunjuk tali sepatuku yang terlepas.

Tepat sebelum aku menekuk lututku untuk mengikat tali sepatuku, Alvaro sudah melakukannya terlebih dahulu.

"Pastiin ini selalu terikat, karena lo ga tau kapan lo akan lari" ucapnya sebelum membuka pintu restoran tersebut.


"Eh pak dokter" wanita yang baru saja menghampiri kami terlihat menyapa Alvaro dengan ramah.

"Tumben datangnya bawa perempuan cantik, biasanya bawa Julian" ucap wanita itu.

LakunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang