Bukan Sekedar Kecelakaan #25

140 14 1
                                    

Riko tersenyum, menikmati indahnya sore itu. Sambil melantunkan beberapa lagu santai dari jari-jemarinya yang terus menari di atas piano. Hari ini ia sangat senang. Senaaang sekali. Akhirnya semua sudah kembali. Mereka bisa kembali latihan dengan persaan ceria lagi, tanpa ada rasa resah dan kekhawatiran. Aqours akan tetap hidup, selamanya.

Tiba-tiba jari Riko berhenti, menoleh ke arah balkon. Menatap ke arah jalanan yang entah mengapa jadi ramai. Suara mobil ambulan yang kencang membuatnya tak bisa berkonsentrasi, penasaran. Ada apa ya?

"Duh.. mobil-mobil itu berisik sekali..!"

Itu bukan kata-kata yang keluar dari mulut Riko. Melainkan dari tetangganya. Siapa lagi kalau bukan Chika?

"Chika-chan? Pfft.. hahaha..!"

Chika baru sadar ada Riko diseberang, wajahnya memerah.

"Apa-apaan kamu? Cepat pakai baju, sana!" kata Riko sambil 'tertawa cantik', mengusir Chika yang hanya memakai balutan handuk di badan dan kepalanya.

"Iya, iya. Aku tahu, kok." jawab Chika menahan malu, segera menutup pintu.

DRRRRTT!! DRRRRTT!!

"Chika-chan, hpmu bunyi, tuh!" ujar Riko.

"Sebentar." tak lama, Chika kembali sambil membawa hpnya. "Oh, dari Kanan-chan!" sengaja menekan loud speaker. Siapa tahu informasi untuk Aqours, jadi Riko juga bisa dengar.

"Kanan-chan? Moshi-moshi?"

*****

Chika berlari, terus berlari. Sejak mendengar 'informasi' itu dari Kanan, Chika tak bisa memberhentikan langkahnya. Ia tak peduli. Di saat begini, mana peduli ia berapa jumlah orang yang tadi sudah ditabraknya? Bahkan ia lupa dengan Riko yang kini sudah tertinggal di belakang, ditelan lautan manusia yang penuh sesak.

"Chika!" Kanan bangkit dari duduk. Di sebelahnya ada Mari, Dia, dan Ruby.

Riko akhirnya sampai, terengah-engah. Tak lama Yoshiko dan Hanamaru pun datang.

Tak ada yang bicara. Semua larut dalam keheningan masing-masing. Menunggu dengan sabar di depan pintu berlampukan merah, bertuliskan ON atau sedang melakukan operasi.

Satu jam, dua jam, tiga jam, empat jam, lim-. Empat setengah jam, penungguan mereka tak sia-sia. Pintu itu berubah warna lampunya, menjadi hijau, dan bertuliskan OFF.

Tapi, yang keluar malah beberapa dokter dan suster yang kelihatannya sibuk.

"Anu permisi, bagaimana hasilnya?" tanya Mari pada salah satu dokter.

Pria berkacamata itu tersenyum. "Operasinya lancar kok. Sekarang ia sedang tidur, tapi tidak boleh diganggu dulu, ya." Menampakkan kharisma seseorang yang lembut. Terlihat seperti seorang Ayah yang sedang memperingati anaknya.

Sebagai fallen angel, Yoshiko menganggap najis orang ini. Yang lain hanya bernapas lega.

"Tapi.. saya belum bilang tidur seperti apa dia, kan?"

Serentak semua mengangkat kepala lagi, bersiap untuk mendengar penjelasan.

Pria berambut hitam itu memperbaiki letak kacamatanya. "Tidur yang saya maksud bukan tidur biasa. Bisa jadi tidur ini tidak ada ujungnya, atau kemungkinan besar, kita tidak tahu kapan dia akan bangun."

Ruby lepas dari pelukan sang Kakak. "Jangan-jangan.. koma?"

"Benar, gadis kecil. Sebenarnya yang paling bahaya dari tabrakan bukan saat dimana kita terhantam, tapi bagian dimana kita terpelanting ke tanah. Itu yang paling berakibat fatal. Sebenarnya gadis itu beruntung jatuh menghantam tanahnya tak terlalu keras. Tapi itu tak mengucilkan kemungkinan ia akan koma, sebab ia masih mendapat benturan dari badan truk. Sepertinya pelaku sudah memperkirakan dan merencanakan hal ini dengan baik ya.."

Beautiful Ship: Chika X YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang