1. Pangeran Negeri Dongeng

5.1K 301 17
                                    

“Kakak……..”

Seorang anak kecil berpipi chubby baru saja menerobos masuk kamar gelap bernuansa biru muda. Dengan riang tangannya membuka tirai jendela yang masih tertutup rapat. Mengabaikan larangan dari kepala pelayan di rumahnya.

Begitu sinar matahari masuk, matanya menatap lurus pada gumpalan besar yang ada di ranjang besar bewarna pastel didepannya. Terdengar rengekan kecil didalamnya, tidak terima waktu tidurnya diganggu dengan cahaya matahari yang menyakiti matanya.

“Kakakku sayang………”

Tanpa merasa bersalah, anak itu menarik turun selimut yang menutupi badan pemuda yang kini mulai menangis kecil. Anak itu tersenyum puas, malah melingkarkan lengannya di leher kakaknya tanpa rasa bersalah sedikitpun.

Chuu

“Pagi kakakku sayang……..”
Anak itu mencium pipi kakaknya riang, seakan bukanlah pelaku kejahatan yang baru saja membuat kakaknya mulai merengek kesal.

Lihat saja, matanya bahkan sudah berkaca-kaca ingin menangis kini.

Tidak percaya? Tunggulah tiga detik lagi dan-

“MOMMY! DION MENGGANGGU TIDURKU LAGI HUEEE!”

Oh tidak, belum tiga detik dan Lican telah berteriak ternyata. Ingin rasanya Lican menyingkirkan adiknya yang kini bergelayut manja di pahanya, jika saja dia bisa.
Bagaimana Lican bisa menyingkirkan Dion? Alpha kecil itu melingkarkan lengannya kuat sekali di tubuhnya. Akhirnya, seperti pagi-pagi sebelumnya, Lican akan mengamuk keras karena kalah dari adiknya sendiri sampai Vaye atau Lussac datang memisahkan mereka.

Untuk hari ini, yang datang pertama adalah Vaye. Disusul oleh Lussac yang dasinya masih berantakan di belakang mate cantiknya.

Mata Vaye melotot saat melihat anak pertamanya lagi-lagi menangis karena dijahili oleh adiknya. Dengan cepat Vaye segera mengangkat Dion dari pangkuan tidak diinginkan Lican agar tangis anak pertamanya itu berhenti.

Walau Lican telah mencapai umur sembilan belas tahun, bahkan telah melewati heat pertamanya dengan baik, anak itu masih saja senang menangis atas segala sesuatunya. Lihat saja, bahkan Dion yang umurnya berbeda jauh dari Lican dapat dengan mudah membuat kakaknya menangis di pagi hari.

Kata orang, Lican begitu efek terlalu lama menjadi anak tunggal.

Lussac menggeleng saat melihat Dion malah tertawa jahil melihat kakaknya mengamuk sementara Lican menghentakan kakinya kesal karena waktu tidurnya terganggu. Lussac duduk didepan Lican yang masih menangis, mengusap air matanya pelan lalu mengecup mata anak sulungnya itu lembut.

“Lican anak kuat kan? Berhenti menangis ya Sayang. Sebagai kakak kau mau kan memaafkan sikap jahil adikmu? Dia hanya ingin mendapatkan perhatianmu Baby” hibur Lussac lembut.

Vaye juga sama. Tangannya mengelus rambut putra keduanya lembut sambil menceramahi anak jahil itu.

“Kau juga jagoan kecil. Kakakmu itu baru saja tidur larut malam sekali setelah menyelesaikan lukisan terbarunya. Kau seharusnya tahu dia sangat kelelahan kan? Lihatlah, kau membuat matanya merah sekali pagi-pagi begini”

Mata bulat itu membola sejenak. Tanda bahwa si kecil itu tidak tahu alasan kakaknya masih di kamar tidurnya siang-siang begini.

Tubuh Dion turun dari pangkuan Vaye. Mendekati kakaknya yang jelas terlihat marah padanya. Wajah jahil itu menghilang, digantukan dengan wajah penuh rasa bersalah seraya dengan lembut menggengam tangan Lican.

“Dion.... Tidak tahu Kak Lican habis bergadang tadi malam. Setidaknya Kak Lican sarapan dulu ya? Habis itu tidur lagi. Nanti Kakak sakit jika tidak sarapan”

Lican baru sadar, sejak kecil juga Lican memang lebih mudah sakit jika telat makan. Oleh karena itu, waktu makannya selalu diatur ketat oleh Lussac.

“Kakak...”

Lican memeluk adiknya lembut. Tangisnya berhenti, dia mengusap punggung adiknya dengan tangan halus miliknya.

“Kakak memaafkanmu..... Ummm..... Tapi Lican mengantuk sekali Mommy…….”

Nah kan, dia malah merengek lagi sekarang. Vaye tersenyum maklum, dia menurunkan Dion untuk memanggil salah satu maid yang lewat. Tidak lama kemudian pelayan itu datang, dengan semangkuk sup krim panas dan segelas susu kesukaan Lican.

Vaye mengambil mangkuk sup itu. Meniupnya perlahan dan menyodorkannya ke arah Lican.

“Buka mulutmu bayi kecil. Mommy yang akan menyuapimu” ucap Vaye sambil tersenyum. Lussac yang melihat Lican mulai mau makan tanpa banyak merengek lagi mulai menghela nafas lega. Dengan lihai dia mulai memasang dasinya sendiri, mencium kening Vaye dan anak-anaknya ketika dia sudah selesai.

“Kalau begitu Daddy berangkat kerja dulu ya Sayang……. Biarkan Lican beristirahat lagi saja setelah ini. Dan kau jagoan kecil, segeralah mandi dan bersiap. Kau ada kelas beladiri hari ini bukan?” ujar Lussac pada Dion. Anak itu mengangguk, segera keluar dari kamar Lican setelah dia berhasil mencuri satu ciuman di pipi kakaknya.

“Hati-hati Lu” ujar Vaye lembut.

“Daddy semangat” ujar Lican sambil mengantuk. Lussac tersenyum lebar. Ah, bagaimana dia bisa malas kerja jika setiap paginya selalu disemangati seperti ini?

Seperti Dion, Lussac mencuri satu ciuman dari Lican sebelum beralih mencium bibir Vaye singkat. Alpha dewasa itu tersenyum puas, tidak merasa bersalah sama sekali telah membuat pasangan cantiknya kini memerah sempurna.

“Kalau begitu aku berangkat dulu, sayang-sayangku” ujar Lussac dengan penuh semangat. Ah….. seperti biasa keluarga ini begitu harmonis bukan?


Ahahaha..... Gabut aku jadi publish cerita ini aja ya~~~ kemungkinan buku ini gabakal dijadiin e-book kok, jadi silahkan baca sepuasnya ya^^

Terimakasih telah membaca dan sampai nanti ><

Please Notice Me Mr.Alpha! (boyxboy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang