Kb : 1,38 x 10^-23

161 26 6
                                    

Hari ini tepat 2 minggu setelah kejadian memalukan itu. Iya, sangat memalukan bagi Ela karena udah nangisin cowok tidak tau diri yang memang cuman memacarinya karena dia hidup berkucukupan. Tapi sejak diusir Ela jadi sangat menghemat uangnya dan membuat cowok itu akhirnya menunjukkan taringnya.

"Gila gue lama-lama dapet tugas presentasi mulu. " Nora menyandarkan punggungnya di kursi, sedang Ela yang mendengar tadi cuman mengangguk karena sibuk ngitungin uang tabungannya.

"Lo dapet pelanggan lagi? "

"Minggu ini belum dapet, tapi lumayan sih bayaran dari cowok minggu lalu masih ada. "

"Lo mau minjem motor gue lagi gak? Ngojol lagi biar uang itu lu tabung buat bayar ukt. "

"Boleh deh, tapi besok aja lo minjeminnya gue lagi dapet tugas jokian. "

"Lo buka joki? "

"Minggu lalu. " Ela menjawab enteng. Dia bersyukur diberkahi kemampuan bertahan hidup yang baik oleh Tuhan.

Ela dan Nora menatap ke depan mereka ketika mendapati sebuah motor berhenti. Mereka harusnya tidak heran lagi karena memang mereka lagi duduk di halte kampus. Tapi namanya manusia yang diberkahi dengan jiwa kepo.

"Siska? "

Nama itu, namanya pada pelanggannya dua minggu lalu. Untung saja ingatan Ela lumayan kuat karena entah berapa nama palsu yang ia gunakan untuk cowok yang menyewanya. "Oh haii. " sapanya, tapi sama sekali tidak terdengar ramah.

"Lo anak sini? "

"Iya, lo juga? " tanya Ela, berusaha ikut basa-basi. Kan bisa aja cowok itu mau menyewanya lagi sebagai pacar. Pokoknya jiwa bisnis Ela sudah melekat pada jiwanya.

"Iya, fisika. "

Kalau untuk jurusan, Ela sudah tau karena cowok itu sempat membeberkan informasi jurusannya.

"ELAA, NORAA! "

Ela mengumpat, ingatkan dia untuk memukul Raya nanti.

Nora berdiri, menarik Ela berdiri juga karena Raya yang mereka tunggu dari tadi akhirnya datang.

"Sorry ya, gue balik dulu. " ucap Ela, tidak tau harus berkata apa lagi karena sepertinya identitasnya telah diketahui cowok itu.

"Jadi nama lo Siska, Ela atau Nora? "

Ela tersenyum, "Nora. "

Jawaban itu malah membuat Nora mengumpat, sialan!

Mereka berjalan ke arah Raya dan benar saja, Ela langsung memukul kepala temannya itu dan dilanjutkan Nora yang menendang Ela.

"Babi lo emang! " umpat Nora. Namanya jadi ternodai.

"Sorry, Ra. Nama panggilan lo kan beda banget tuh sama nama asli lo. " Ela hanya menyengir lebar.

"Tapi jangan nama gue juga lah, bilang aja Siska nama gue emang lumayan banyak nama panggilannya. Kan beres. " dengusnya, masih tidak terima.

"Maaf dahh, gue juga udah ramah tadi kirain dia mau nyewa lagi. Ternyata cuman basa-basi doang. "

"Siapa sih yang kalian bahas? " tanya Raya heran, dia baru datang dan langsung dipukul juga membuatnya heran dengan kedua temannnya itu.

"Cowok yang depan gue sama Ela tadi, dia yang sempat nyewa Ela beberapa minggu lalu. " jawab Nora.

"Berarti dia nyariin lo dong? Suka kali dia tuh sama lo. "

Ela mendengus, "lo keseringan baca dongeng. Dia cuman penasaran, biasa cowok. Bajingan semua. "

Raya dan Nora cuman bisa pasrah aja, Ela masih trauma sama pacar kodoknya.

Iya Aldo emang mirip kodok.

*

Ela yang sedang mengerjakan tugas dari costumernya terkaget ketika mendengar dering teleponnya. Lebih kaget lagi ketika melihat nama penelepon.

Mamanya.

Apakah mamanya sudah menyesel karena mengusirnya?

Ela tersenyum senang, dia langsung mengangkat telepon itu sebelum dering teleponnya berhenti.

"Halo ma? "

"Baju kamu yang kembaran bertiga sama Raya Nora masih ada di lemari Nanda. Baju itu Mau dibuang atau kamu ngambil sendiri ke rumah? "

Ela mendesah kecewa.

"Besok, Ela ambil. " jawabnya lesu.

"Jangan lupa, kalau kamu mau kembali kamu harus terima perjodohan itu. "

Ela langsung menutup teleponnya. Orang tuanya itu entah kenapa sangat terobsesi untuk menjodohkannya. Dia juga bisa kok cari pacar sendiri.

Menggeleng tidak habis fikir, dia langsung membuka room chat dengan adiknya, Nanda.

Elara: dek, besok bawain baju gue ke kosan ya, gue kayaknya ga sempet ke rumah mau ngojol abis matkul.

Nanda: oke kak.

Dan Ela masih bersyukur adiknya masih membelanya.

*

"Kak, kayaknya lo harus nerima perjodohan itu deh. Hidup lo berantakan banget. " ucap Nanda, dia cukup heran kakaknya itu bisa hidup seperti ini.

Dua bulan lalu harusnya sudah cukup membuat kakaknya menyesal karena telah menolak kemauan orang tua mereka ternyata kakaknya itu beneran menghidupi dirinya sendiri walaupun dengan duit pas-pasan.

"Ga bisa, Da. Gue gak suka diatur-atur begitu."

"Tapi bisa berhasil kak, mama juga dijodohin"

"Gue tetep gak mau. "

"Kak, lo kan kemarin nolak perjodohan ini karena punya pacar kan. Tapi kata kak Raya Lo udah putus. Jadi sekarang lo ga ada alasan lagi buat nolak. Lagian cowok yang mau dijodohin sama lo ganteng kok kak, sebulan yang lalu dia abis dari rumah. "

"Mama masih berhubungan sama tante Nonik? "

"Ya menurut lo aja deh kak, mama masih bilang kalau lo mau dijodohin pas mereka datang ke rumah dan mereka malah iya iya aja saat mama beralasan lo ga ada karena lo lagi keluar kota. "

Ela mendengus. Mamanya ternyata sudah sejauh ini ingin menjodohkannya.

"Nanti gue pikirin. Makasih ya udah bawain, lo balik aja deh sekarang, pasti ga tahan kan sama tempat berdebu begini. "

Nanda mengangguk, "gue bakal nunggu lo balik kak. "

*

Take a Chance with MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang