"Iya, aku sudah sampai. Lagi mau nyari taxi, engga. Nggak nyampe malem kok, sorean mungkin. Udahan ya, agak ribet nih. Iya, bye." Audrey menutup teleponnya dan mulai mencari taxi diantara ramainya pengunjung stasiun kereta api.
BRUK!!!
Seseorang menabraknya dari arah belakang, kalau bukan orang tua dia mungkin sudah marah-marah karena HPnya jatuh ke dalam kubangan air sisa hujan. Malangnya lagi, kini ponsel itu tidak berfungsi lagi karena langsung mati. Ini pertama kali dia datang ke rumah Gina, sama sekali tidak tahu daerah situ.
"Ah, syukurlah," kata Audrey lega saat mendapati kertas dalam tasnya yang bertuliskan alamat Gina. Untungnya dia menulis alamat itu di kertas saat Gina mengirimnya lewat pesan kemarin, khawatir akan terjadi hal-hal seperti ini.
Supir taxi segera berkonsentrasi dibalik kemudi saat Audrey menyodorkan kertas tadi.
Hanya beberapa menit saja Audrey bisa menikmati pemandangan di kota ini. Sekali lagi supir taxi meminta maaf karena mobilnya tiba-tiba tidak berfungsi. Matahari mulai menguning diujung barat. Mungkin nasib sedang tidak ingin berbaik hati padanya di kota ini?
"Masih butuh berapa lama saya sampai tujuan ini Pak?" Tanya Audrey saat menghampiri supir taxi yang tengah membenarkan mesin mobil.
"Masih tiga puluh menit Mbak," jawabnya santun.
"Ini sudah ketiga kali, apa tidak apa-apa kalau saya cari taxi lain Pak?"
"Sebenarnya saya juga sudah meminta bantuan untuk dikirim armada lain, tapi karena ini akhir pekan sangat sulit Mba, juga daerah sini jarang dilalui taxi."
"Ahhh, begitu. Ya sudah, saya tunggu Bapak saja."
Audrey duduk di bangku belakang sementara sebagian besar tubuhnya dibiarkan di luar, karena AC mobil tidak berfungsi.
"Kenapa Pak? Mogok?" Suara dari arah depan membuat Audrey penasaran dan mengintipnya sedikit.
Pemuda itu tersenyum saat mendapati wajah lelah Audrey."Mau kemana Pak?" Tanyanya lagi.
Supir taxi menyebutkan alamat yang dituju Audrey."Bukanya itu alamatnya Ms. Gina?" Tanya pemuda lain disebelahnya seolah bertanya pada dirinya sendiri.
Mereka malaikat yang dikirim untukku, pikir Audrey. Gina adalah guru SMA di kota ini, mungkin mereka salah satu anak didiknya.
"Saya bisa antar."
"Saya sangat berterima kasih, tapi semua tergantung dengam Mbaknya."
"Iya, boleh." Sahut Audrey karena merasa mereka butuh tangganpannya.
Ketiga temannya segera membatu supir taxi saat pemuda yang dipanggil mereka dengan sebutan Natte ini memberi perintah sementara dirinya mengambil mobil yang terparkir tidak jauh dari mereka.
"Pertama kali datang ke sini?" Tanya Natte membuka percakapan.
"Terlihat jelas ya?"
"Yang jelas kamu capek," sahut Natte. Audrey tersenyum. "Bisa jadi kita sampe di rumah Ms. Gina malem soalnya sore ini ada acara di jalanan kota sampe nggak tahu kelarnya kapan. Tidak masalah?" Lanjut Natte.
Audrey mengangguk, "Ya tidak apa-apa. Oh ya, apa kebetulan kamu punya nomor Gina? Ponselku mati."
"Tidak ada," kata Natte, wajah Audrey terlihat kecewa saat Natte meliriknya sebentar. "Tapi Ms. Gina ada digroup SMA, kau bisa menghunginya lewat sana kalau takut membuatnya khawatir," Natte menyodorka ponsel hitamnya.
"Terima kasih," kata Audrey. "Tapi..."
"8889," Natte menyebut pin ponselnya.
"Ah." Audrey mulai menyibukkan diri dengan mengirim pesan, dan untung saja Gina langsung membalasnya. Gina juga menyampaikan kalau akan pulang malam karena tiba-tiba teman prianya datang untuk mengajaknya keluar. "Makasih ya," lanjut Audrey.