NaFa 8: Ungkapan Mengejutkan

41 15 14
                                    

CYNOSURE 2024
BERSAMA DAFA & TIANA
-
-
-
-

Gilang menangis di hadapanku. Namun sebenarnya, aku telah lebih dulu menangis mendahului Gilang hanya saja tangis tanpa air mata. "Kamu pikir aku bisa? Kamu pikir setelah kita selesai aku gak ngelakuin usaha apa pun biar terbiasa? Aku sekarat Gilang! Aku ngebiarin diri sendiri basah di tengah hujan. Aku biarin diri sendiri sakit karena gak makan. Kamu pikir aku semudah itu membiasakan diri setelah gak sama kamu?"

Tangisku pun akhirnya pecah di hadapan Gilang. Semua kekuatan yang aku bangun mati-matian agar terlihat tegar, kini runtuh seketika. Gilang berhasil merobohkan tembok sandiwara yang aku bangun. Kedua mataku tak bisa berhenti mengalirkan air mata. Bahkan bibirku ikut bergetar merasakan kesakitan remuknya hati. Lagi-lagi taman menjadi saksi atas luka yang kuterima.

"Aku lagi coba buat sembuh. Aku coba kebiasaan baru yang gak ada ingatan tentang kamu di dalamnya. Aku ... aku ngelakuin berbagai cara, Lang. Tapi kenapa? Di tengah usaha aku, kamu selalu datang? Kamu hancurin semuanya! Kita udah selesai, Gilang," ucapku di sela tangis yang semakin menjadi. Beberapa kali tanganku menyeka kasar air mata yang tak hentinya mengalir.

"Kenapa bisa kita selesai, Na? Aku masih mau kita ada. Aku masih mau kamu." Wajah Gilang terlihat sangat kacau. Kedua pipinya sudah dibanjiri tangis yang antusias terjun bebas dari netranya.

"Kenapa kita selesai? Tanya sama diri kamu, Lang. Kenapa bisa kita selesai. Dari awal kan udah aku kasih seluruh perasaan aku untuk kamu. Tapi kamu hargain gak? Kamu terima gak perasaan aku? Kamu baru liat ke arah aku setelah kita selesai, Gilang! Setelah aku gak ada, kamu baru cari aku. Sakit, 'kan Lang jadi manusia yang telat menghargai?" Aku menunjuk ke arah kepala Gilang agar dia berpikir di mana letak kesalahan antara kita sehingga menciptakan perpisahan pada akhirnya.

Salah satu tangan Gilang mencoba untuk menggenggam tanganku. Aku membiarkannya tanpa ada penolakan. "Kamu yang gak kasih aku kesempatan, Na. Lagian dari awal, aku gak pernah ada niatan untuk bercanda sama hubungan kita. Aku cuma butuh waktu, Na."

Aku menatap lenganku yang saling bergandengan dengan Gilang. Jemari lebar yang dulu selalu aku genggam kemana pun aku pergi. Tangan hangat yang dulu selalu mengusap lembut bahuku ketika sedang lelah dengan hidup. "Kesempatan yang gimana lagi, Lang? Kesempatan apa lagi? Dan butuh waktu gimana yang kamu maksud? Aku bisa-bisa ngabisin waktu seumur hidup buat ngeyakinin perasaan kamu, Lang."

"Kamu gak mau nunggu aku, Na?" tanya Gilang penuh harap. Kedua bola matanya memancarkan binar cahaya permohonan. Tangannya juga semakin erat memegang tanganku.

"Aku udah nunggu kamu terlalu lama," jawabku singkat sembari menepis tautan tangan Gilang dariku. Aku memilih untuk membuat jarak di antara kita. Mempertegas batasan yang sudah tidak boleh dilewati oleh masing-masing pihak.

Gilang mengepalkan tangannya tepat ketika aku melepaskan genggaman itu. Kedua netranya masih setia menatapku meski sudah tak karuan dengan basah di setengah wajah. "Terus gimana sama kita?"

Aku menghembuskan napas dengan kasar. Semuanya menjadi rumit karena pertanyaan yang bahkan sudah terpampang jelas jawabannya. "Kenapa sama kita? Kan kita udah gak ada. Kita udah selesai."

"Di lain kesempatan, ka-" Ucapan Gilang terpotong karena aku langsung menyanggahnya dengan ucapan sebelum tidak meneruskan kalimatnya.

"Gak ada lain kesempatan. Meskipun ada kesempatan di lain waktu untuk kita, aku milih buat buang kesempatan itu. Gak ada yang mau aku perbaiki lagi. Tolong Lang, jangan buat semuanya semakin rumit. Aku gak akan luluh sama rayuan fana kamu, cukup." Dengan ucapan yang cukup kasar, aku menohok Gilang. Menyuarakan apa yang selama ini aku pendam sendiran.

Aku tidak membencinya, tapi kekecewaan sudah berkuasa di atas segalanya. Aku sangat kecewa pada Gilang yang telah mengecewakanku. Dia menoreh luka yang begitu pedih hingga mencetak trauma seumur hidup.

Gilang terus menatapku dengan penuh keyakinan. Tekadnya begitu kuat untuk membuatku agar kembali padanya. "Aku mau perbaikin ini sama kamu, Na."

PLAKK!!!

Dengan refleks tangan yang begitu spontan, aku menampar Gilang lumayan keras. Dia terkesiap dengan tamparan yang tiba-tiba didapatkan. Aku pun sama terkejutnya dengan gerakan refleks dari tanganku. Maaf Gilang, aku tidak bermaksud. "Bisa hargain usaha aku gak, Lang? Aku udah berusaha buat ngelepas kamu loh. Terus kenapa kamu selalu balik lagi ke aku? Kamu tarik ulur perasaan aku. Semudah itu aku buat kamu?"

"Aku masih mau kamu, Tiana!" bentak Gilang tepat di hadapanku. Aku terperanjat sebentar karena terkejut dengan intonasi suara Gilang yang meninggi tiba-tiba.

"Aku yang udah gak mau! Aku yang udah muak sama tingkah kamu, Gilang!" balasku dengan berusaha menyamakan intonasi dengannya. Sebenarnya aku tidak suka beradu argumen dengan kepala panas seperti ini. Namun, sudah terlanjur kesal.

Gilang mencengkram lenganku dengan erat. Bahkan bisa kupastikan jika akan ada lecet yang tercetak di sana. Emosi Gilang meluap padaku. "Kenapa kamu gak kasih kesempatan itu buat aku? Kenapa kamu bersikeras buat kita selesai?!"

"AKU UDAH LIAT SESEORANG SELAIN KAMU, GILANG! AKU UDAH PUNYA OBJEK LAIN YANG BERHASIL BIKIN AKU LUPA SAMA KAMU!" Napasku terengah-engah setelah meneriaki Gilang dengan beberapa kata yang pasti cukup membuatnya tersadar.

Dia terdiam. Dengan perlahan juga melepaskan cengkramannya dari tanganku. Hal itu sontak membuatku menarik lengan. Dilihatnya tanganku dan benar saja beberapa jejak tertinggal di sana, perih.

Ada beberapa waktu yang terjeda di antara kita. Aku yang sibuk menormalkan kembali deru napas yang memburu, sedangkan Gilang yang sibuk membenahi pikiran kacaunya. Mungkin ucapanku barusan membuat Gilang membeku. Pastinya, banyak tanya kenapa yang seketika muncul di kepala. Mestikah aku menjelaskan lagi padanya? Sebenarnya, berapa banyak penjelasan yang harus kuberikan padanya?

Kenapa aku masih repot untuk menjabarkan semuanya pada Gilang padahal ini adalah perihal perasaanku sendiri? Aku rasa, dia tidak berhak tau perihal hidupku setelah kita selesai.

"Dia siapa, Na? Yang berhasil gantiin posisi aku di hidup kamu. Siapa dia?" tanya Gilang dengan suara yang lebih pelan daripada sebelumnya.

"Namanya Dafa. Laki-laki yang sekarang udah jadi pemeran baru di hati aku," jawabku mempertegas. Aku harap dengan ini Gilang bisa paham bahwa di hidupku bukan lagi mempersibuk diri untuk berpusat padanya. Aku yang ada hari ini sudah tidak menyertakan Gilang dalam hal apapun lagi.

****

"Kelak, temui seseorang yang lebih segalanya dariku. Yang sabarnya, baiknya, dan sempurnanya melebihi dari apa yang aku miliki." -Cynosure 2024.

****

CYNOSURE (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang