"Sel kankernya mulai menyebar." Ujar Sakura pelan, ia tidak ingin mengatakannya secara gamblang namun ia harus tetap mengatakannya.
Dengan tangan gemetar, Naruto meremat sebuah hasil laporan pemeriksaan di tangannya. "a-apa?" lidahnya kelu, ia tidak bisa percaya dengan apa yang dilihat dan di dengarnya barusan.
Hinata duduk membatu disamping suaminya, ia bahkan tidak berani menyentuh hasil laporan pemeriksaannya sendiri. Ia sudah tahu hasilnya akan buruk, mengingat rasa sakit di area perut yang selalu di rasakannya beberapa bulan terakhir.
Sakura menarik napas dalam, ia juga tidak tega. Hinata adalah sahabatnya sejak lama sekali, namun ini bukan saat yang tepat untuk menjadi emosional. Keadaan di ruangan ini saja sudah sangat muram.
"Apa memungkinkan untuk melakukan operasi pengangkatan rahim?" Tanya Hinata, mereka sudah pernah membicarakan soal operasi itu sebelumnya, dan ia tidak ingin terlarut-larut dalam penyakitnya ini.
"Hinata.." Naruto menyela pembicaraan ini sebelum terlalu jauh.
"Tidak apa-apa, kita sudah punya Bolt dan Hima." Hinata pikir semua akan baik-baik saja, lagipula dua anak sudah cukup untuknya, jika itu yang suaminya khawatirkan.
"Aku tahu, tapi kita harus bicara dulu." Naruto memegang tangan istrinya lembut. Bukan itu yang dirinya khawatirkan, tentu saja Bolt dan Hina pun sudah cukup baginya.
"Ehm, boleh aku bicara?" Sakura berdehem, ia tidak ingin mendengar terlalu jauh perdebatan sepasang suami-istri di hadapannya ini.
Hinata menoleh kearah Sakura "ya, Sakura." ini bukan waktu yang tepat untuk berdebat dengan suaminya.
"Belum lama ini Hinata menjalani operasi caesar, jadi kalaupun kalian memutuskan untuk pengangkatan itu. Tetap harus menunggu hingga luka bekas operasi sebelumnya benar-benar sembuh, agar tidak terjadi infeksi pada bekas operasi sebelumnya." jelas Sakura, sungguh ini tidak akan mudah, Hinata baru saja melahirkan tiga bulan yang lalu melalui operasi caesar dan saat ini sel kanker yang ada di rahimnya bahkan sudah menyebar ke beberapa titik.
Naruto memijat keningnya, dadanya terasa sesak. Kenapa hal ini bisa terjadi pada istrinya, bahkan mereka baru saja di karuniai anak kedua, beberapa bulan yang lalu.
Mereka baru mengetahui kalau Hinata mengidap kanker rahim saat sedang hamil delapan bulan, usia kandungan yang sangat riskan.
Sambil menjalani pengobatan, istrinya bisa bertahan dan menjadi semakin kuat. Bahkan Tuhan telah begitu baik, membiarkan putri mereka lahir dengan selamat dan tanpa kekurangan apapun.
Namun, sudah tiga minggu terakhir ini Hinata sering meringis kesakitan. Ia mulai khawatir sekali dan memutuskan memeriksakan kembali kondisi istrinya, dan kabar inilah yang mereka dapatkan.
"Berapa lama kita harus menunggu?" Tanya Hinata seraya mengusap air matanya.
"Empat sampai enam bulan dari sekarang." Jawab Sakura serius, ia sudah mempertimbangkan langkah apa yang harus diambil selanjutnya.
"Apa tidak bisa lebih cepat lagi?" Hinata tidak ingin meninggalkan anak-anaknya terlalu lama, Himawari masih terlalu kecil saat ini.
"Kurasa tidak bisa, empat sampai enam bulan adalah waktu yang paling minimal." Sakura sedikit salut, Hinata bahkan tidak terlihat ragu sama sekali untuk operasi ini.
Sebagai wanita dan seorang ibu, ia paham bahwa ini pasti sangat berat untuk Hinata.
"Hm, baiklah." Hinata menahan napas nya yang sedikit tercekat, ia mencoba tegar agar Naruto tidak semakin kalut lagi.
"Hinata, selama rentang waktu itu kau harus menjalani perawatan intensif untuk mencegah sel kankernya menyebar lebih jauh lagi. Jika kau mau, aku ada kenalan di Singapura yang ahli mengenai hal ini." Ucap Sakura, jika sel itu sudah menyebar, maka hanya keajaiban yang dapat menyelamatkan Hinata.
YOU ARE READING
Hope
FanfictionSEKUEL BEHIND Penyakit itu telah merenggut kebahagiaan keluarga kecil kami yang nyaris sempurna. Sekarang Naruto percaya bahwa Tuhan memang adil, tak ada kehidupan yang benar-benar sempurna. Terkadang Hinata berharap, ini semua hanya mimpi. Bahwa...