Suspicious

1.7K 218 39
                                    

Hinata mengerang kesakitan, meski dalam tidurnya ia dapat merasakan perutnya sakit sekali. Seolah ada sesuatu didalam sana yang membuat perutnya seakan tertusuk duri tajam.

"Nggh." Tangannya meraba perutnya yang terasa sakit, dan perlahan ia mengerjapkan matanya.

Kamarnya masih sama redupnya saat ia memejamkan mata. Ia sedikit berusaha bangkit dari posisi berbaringnya, pasti ia ketiduran saat sedang menunggu suaminya datang.

"Naruto-kun?" Hinata sedikit terkejut mendapati suaminya sudah duduk di sofa yang ada di pojok ruang rawat besar ini.

"Sudah bangun?" Naruto tidak beranjak dari posisi duduknya.

Hinata tersenyum tipis, ia sangat rindu pada suaminya itu. Sudah sebulan mereka tidak bertemu, ia berusaha bangkit duduk dan menahan rasa sakit di perutnya. "Naruto-kun, kapan kau tiba?"

Naruto tidak menjawab, ia hanya menatap kearah istrinya itu tanpa berusaha membantunya bangkit duduk.

Hinata bingung, kenapa suaminya diam saja dan suasananya tidak enak seperti ini. "Naruto-kun, bagaimana keadaan anak-anak?" Tanya Hinata lagi, setelah dalam posisi duduk bersandar ke kepala ranjang pasien.

"Kau masih peduli pada anak-anak hm?" Naruto tersenyum sinis, jika benar Hinata ada main belakang dengan mantan kekasihnya, Naruto akan menyeret istrinya itu kembali ke Jepang malam ini juga.

Hinata membelalakan mata, kenapa suaminya bicara begitu. Ia menahan air matanya, ia sangat terkejut sekali mendengarnya "N-naru-"

"Jawab aku dengan jujur, apa kau tahu mantan kekasihmu itu bekerja disini?" Tanya Naruto dengan penekanan dalam kata 'mantan kekasih'.

Hinata memegang dadanya yang terasa sedikit sesak, jadi Naruto bersikap dingin karena hal itu. Ia kira Naruto akan memahami bahwa keadaan sekarang sudah berbeda dengan masa lalu. Toh, mereka sudah menikah empat belas tahun lamanya. "A-aku tidak tahu."

"Mana mungkin kau tidak tahu. Sakura yang merekomendasikan dia padamu." Itu yang membuat Naruto yakin bahwa Hinata menutupi hal ini.

"Naruto-kun, ini tidak seperti yang kau pikirkan. Aku bisa jelaskan semuanya." Hinata menurunkan kakinya dari ranjang dan berusaha bangkit berdiri.

"Apa kau menutupi sesuatu dariku selama ini?" Naruto melangkah kearah ranjang dan menahan Hinata yang bangkit berdiri, mendorongnya agar kembali duduk.

"Naruto-kun, aku tidak bermaksud menutupinya." Hinata mendongak menatap suaminya yang berdiri tepat di hadapannya.

"Kenapa kau tidak pernah memberitahu kalau mantan kekasihmu itu yang merawatmu disini?" Naruto merasa Hinata menutupi hal ini, jika memang Hinata tidak ingin menutupi, dia bisa memberitahu sejak awal.

"Aku pikir itu bukan masalah, lagipula siapapun dokter yang merawatku itu sama saja kan?"

"Bukan masalah katamu?!" Naruto mulai menaikan nada bicaranya, api cemburu itu kembali membara dalam dadanya.

Hinata memejamkan matanya seraya menghela napas pelan, ia tidak ingin bertengkar lagi apalagi dalam kondisi seperti ini.

"Apa saja yang sudah kau lakukan bersamanya selama sebulan ini hm?" Naruto bertanya dingin, ia selalu merasa cemburu pada laki-laki manapun yang dekat dengan Hinata dan istrinya paham betul soal itu.

"Naruto-kun, aku tidak melakukan apapun dengannya." Hinata meraih tangan suaminya, sungguh rasanya sakit sekali dituduh seperti ini.

Naruto mendengus, "kenapa kau sulit sekali dihubungi selama ini?"

"Aku sibuk dengan terapinya." Hinata mengalihkan pandangannya dari Naruto, ia sebenarnnya hanya sering tidak sadarkan diri setelah terapi itu.

"Sibuk bermesraan dengan dokter itu maksudmu?" Rasanya sangat sulit untuk menyingkirkan pikiran buruk itu, karena ia masih saja terngiang saat dimana ada pria lain yang mencium bibir Hinata di hadapannya.

HopeWhere stories live. Discover now