Dying

2.3K 284 40
                                    

Naruto duduk di ruangan dokter yang menangani istrinya itu. Takdir memang nyata adanya,  dulu ia menatap marah kearah mantan kekasih Hinata yang berani mengecup bibir calon istrinya tepat di hadapannya, rasanya saat itu ia ingin memukul wajah pria itu. Namun sekarang pria itu yang membantu Hinata untuk bertahan hidup agar bisa kembali pada keluarganya.

"Kondisinya masih sama seperti sebelumnya, tidak ada perkembangan berarti." Gaara menjelaskan keadaan Hinata pada suaminya.

"Apa operasinya benar-benar harus menunggu sampai Hinata sadar dari koma?" Naruto takut sel kankernya kembali menyebar.

"Resikonya sangat tinggi jika operasi dilakukan sekarang, pasien mungkin saja akan koma lebih lama nanti. Itupun kalau operasinya berjalan lancar." Gaara tidak ingin mengambil resiko.

Naruto menghela napas, dirinya tidak akan mengambil keputusan gegabah yang akan membahayakan nyawa istrinya tentu saja. "apa koma pada pasien kanker biasa terjadi?"

"Ini terjadi dalam beberapa kasus pada pasien yang tubuhnya tidak sanggup menahan beban obat-obatan dari kemoterapi dan juga stress berlebih memiliki andil dalam kondisi Hinata sekarang."

"Stress, apa Hinata banyak tertekan sebelum koma?" Naruto tidak pernah tahu, karena Hinata selalu bilang dirinya baik-baik saja.

Gaara mengangguk "sepertinya begitu, dia sering menangis saat malam hari."

Naruto tahu, saat dirinya disini juga ia beberapa kali melihat Hinata menangis. Saat ditanya dia bilang hanya sedang merindukan anak-anak. "apa dia cerita sesuatu padamu?" Mungkin saja Hinata lebih terbuka pada dokternya itu.

Gaara diam sebentar, ia harus menyaring kalimatnya atau suami Hinata akan salah paham. "tidak juga, dia hanya bilang ingin segera pulang ke Jepang dan bertemu dengan anak-anaknya."

Naruto mengangguk, perkataan Gaara sama persis dengan jawaban Hinata saat ia tanya waktu itu. "masih ada harapan untuk sembuh kan?"

"Tentu saja ada, tapi aku tidak bisa jamin seratus persen, meski kemoterapinya berjalan lancar, kondisi tubuhnya semakin menurun." Gaara tidak bisa memprediksi apapun. "kau harus bersiap untuk kemungkinan terburuknya."

Naruto memejamkan mata dan menghela napas kasar. Ia tidak akan sanggup hidup tanpa istrinya. Lalu bagaimana dengan anak-anak nanti?

"Jika nanti ada pergerakan apapun dari Hinata. Cepat panggil perawat atau dokter."

"Baiklah." Pikirannya melayang, membayangkan jika Hinata benar-benar pergi meninggalkannya nanti.
.
.
"Ibu, sebentar lagi aku akan kembali ke Jepang. Padahal aku ingin sekali berada disini lebih lama lagi untuk menemanimu." Boruto menggenggam tangan ibunya selagi bicara. Hampir dua pekan ia selalu melakukan hal ini, entah kenapa ia yakin ibunya akan mendengarnya.

"Bu, aku sudah jadi ketua Osis sekarang. Ibu masih ingat kan saat aku cerita waktu itu. Aku tidak menyangka akan benar-benar terpilih, pasti ibu sering mendoakan aku ya disini?"

Boruto tersenyum sendu, ia rindu ibunya menanggapi semua ceritanya ini, tertawa bersamanya atau bahkan memarahinya. Apapun asal ibunya sadar dari kondisi komanya.

"Aku menyayangimu bu, cepatlah bangun dan pulang kerumah." Boruto merebahkan kepalanya disisi ranjang ibunya.

Setetes airmatanya jatuh kepipi dan ia buru-buru menghapusnya. Ia sudah berjanji tidak akan menangis lagi dihadapan ibunya. Ibu pasti sedih kan kalau ditangisi seperti itu.

Hiashi berdiri disudut ruang rawat putrinya, dan melihat Boruto seperti ini sangat menyakiti hatinya. Boruto anak yang baik, dia sangat menyayangi ibunya.

HopeWhere stories live. Discover now