Figure

2.2K 259 39
                                    

Boruto melangkah masuk ke sebuah ruang rawat inap rumah sakit. Ruangan luas dengan bau obat menusuk hidung, ruangan besar ini di sekat menjadi dua bagian. Di bagian depan ada sofa besar, meja tamu, dan bahkan kulkas. Ia melangkah masuk lebih dalam, sekat di sampingnya ada ranjang pasien besar, nakas dengan banyak obat-obatan, dan sebuah kursi disamping ranjang.

"I-ibu?"

Boruto tercekat, apa benar itu ibunya yang sedang berbaring diatas ranjang pasien besar dengan berbagai alat menempel di tubuhnya. Selang oksigen, selang infus, alat pemdeteksi denyut jantung dan beberapa alat yang ia tidak mengerti fungsinya.

"Hhiks, ibu." Boruto melangkah cepat ke arah ranjang pasien itu dan menatap wajah ibunya.

Wajahnya pucat, surai indah ibunya digelung rendah, beberapa anak rambut turun ke wajahnya, yang membuat dadanya sesak adalah ibunya terlihat kurus dari saat terakhir kali ia melihat ibunya.

"Ibu bangun bu." Boruto memeluk tubuh ibunya dan menenggelamkan wajahnya di bahu ibunya. Ia menangis terisak lagi, ia tidak percaya ibunya sakit seperti ini.

"Hhhiks, bu.." Boruto memang sangat merindukan ibunya dan sangat ingin segera bertemu, namun melihatnya dalam kondisi seperti ini rasanya sangat menyakitkan.

Naruto menatap lekat tubuh istrinya yang berbaring tak sadarkan diri diatas ranjang pasien, keadaanya terlihat sama seperti saat terakhir kali ia kemari. Hanya saja, beberapa alat menempel di tubuh istrinya dan juga yang paling membuatnya dadanya sakit adalah, Hinata tidak sadarkan diri sepenuhnya.

"Bolt, sudah." Naruto mengusap bahu putranya yang sedang menangis keras sambil memeluk ibunya.

"Hhhiks." Boruto bernapas berat dan mencoba menenangkan dirinya. Ia lihat lagi wajah ibunya yang sedang tertidur. "ibu akan bangun kan nanti?" ujar Boruto lirih.

"Bolt." Naruto menahan sesak di dadanya. "ibu akan bangun, pasti." Naruto mengusap pundak Boruto.

"Aku takut ibu tidak bangun lagi." Boruto memeluk ayahnya, ia sangat ketakutan sampai tangannya gemetar.

"Jangan bicara begitu, ibu akan baik-baik saja. Ibu hanya sedang istirahat sebentar, dia  pasti lelah setelah berbagai pengobatan ini." Naruto mengusap surai putranya lembut dan menenangkannya.

Boruto semakin terisak, ia bahkan tidak bisa menghentikan airmatanya. "apa penyakitnya sangat parah?"

Naruto tidak menjawab. Tentu saja parah, kemungkinan terburuknya adalah kematian. 

Boruto kembali berdiri disamping ranjang, sambil menggenggam tangan ibunya. Ia sangat merindukan ibunya, ibu yang selalu memeluknya dan mengurusnya dengan sabar. Ia juga sudah sangat merindukan hal-hal yang selalu ia lakukan bersama ibunya, saling berbagi cerita, diam-diam makan salmon tanpa ayahnya tahu, menemaninya ke turnamen dan banyak hal lainnya yang biasa ia lakukan bersama ibunya.

Ia sangat menyayangi ibunya, malaikatnya.
.
.
Flash Back•

"Bolt, astaga apa yang terjadi pada wajahmu?"

Hinata setengah berlari ke pintu saat melihat putranya pulang sekolah lebih cepat dari biasanya dengan kondisi pipi kiri lebam.

Boruto hanya diam, tadi dia berkelahi dengan Iwabe. Bahkan bibir Iwabe sobek karena pukulannya, pihak sekolah sudah menelepon ayahnya tadi. Mungkin ia akan di marahi habis-habisan oleh ayahnya saat nanti ayah pulang bekerja.

"Maaf bu." Boruto menundukan kepalanya.

"Apa yang terjadi?" Hinata menyentuh lebam membiru di pipi kiri putranya.

HopeWhere stories live. Discover now