"Argh." Hinata meringis sambil memiringkan tubuhnya, meremas apapun yang bisa digapainya.
"Sayang.." Naruto memeluk erat tubuh Hinata yang sedang meringkuk kesakitan di atas ranjang mereka.
"Hhah hh s-sakit sekali." Hinata menangis terisak sambil meremat baju suaminya. Perutnya seakan ditusuk ribuan jarum tak kasat mata.
"Sayang kita ke rumah sakit saja." Naruto tidak tahan lagi, mendengar istrinya merintih kesakitan seperti ini.
Hinata tidak menjawab, ia terus meremat pakaian Naruto di bagian dada dan menggeleng lemah. Ia akan baik-baik saja, rasa sakit seperti ini sudah mulai terbiasa di rasakannya sejak beberapa waktu terakhir. Setelah menyuntikan sedikit obat penahan rasa sakit ketubuhnya, ia akan lebih baik.
"O-obatnya..." Ujar Hinata sambil mengerang.
Dengan terburu-buru Naruto turun dari ranjang dan mencarinya dilaci lemari, mengambil sebotol cairan bening dan menyiapkannya dalam sebuah suntikan.
"Aku akan suntikan." Naruto menurunkan pakaian istrinya hingga ke bahu dan menyuntikan cairan penahan rasa sakit di tangannya itu.
"Aghh." Hinata menahan rintihannya kala merasakan jarum suntikan itu menghantarkan zat yang membantunya bertahan melalui rasa sakit ini.
Naruto mencabut jarum suntiknya pelan, dan meletakannya di nakas samping ranjang. Membalikan tubuh istrinya yang mulai melemas setelah suntikan itu.
"Hinata.." Naruto menundukan tubuhnya dan berbisik disamping kepala istrinya yang sedang memejamkan mata.
Hinata meneteskan air matanya lagi, efek cairan penahan rasa sakit itu membuat seluruh tubuhnya begitu lemas. Rasa sakit diperut bagian bawahnya mulai berkurang sedikit demi sedikit.
"Tolong katakan, kau baik-baik saja." Rasanya begitu menyakitkan, melihat wanita yang sangat ia cintai merintih kesakitan seperti tadi dan parahnya, hal ini terjadi hampir setiap malam.
"A-aku baik-baik saja..." Hinata berujar pelan, meski rasa sakit itu masih ia rasakan.
Naruto memeluk erat tubuh istrinya yang masih berbaring lemas diatas ranjang. Menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher istrinya yang masih berkeringat dingin.
"Nat, kau harus sembuh, kumohon berjanjilah padaku." Naruto mengusap keringat dingin dikening istrinya.
Hinata tersenyum tipis, Naruto memanggilnya dengan panggilan itu. "aku janji.."
.
."Ibu, apa ibu sakit?" Boruto masuk ke kamar orangtuanya yang terletak tepat disamping tangga besar kediaman ini. Ia mendapati ibunya sedang berdiri di depan lemari pakaian besar disudut ruangan.
"Ah, tidak sayang ibu baik-baik saja." Hinata buru-buru menutup laci tempat obatnya.
"Ibu pucat sekali." Boruto duduk disisi ranjang.
"Ibu hanya sedikit tidak enak badan saja." Ujar Hinata, meski memang perutnya masih terasa sedikit sakit. Ia bersyukur, rasa sakitnya hanya kambuh dimalam hari jadi Boruto tidak tahu kalau dirinya sakit.
"Bu, sebaiknya ibu kerumah sakit saja. Aku akan menemani kalau ibu mau." Boruto khawatir sekali pada ibunya. Tadi pagi saat ia akan berangkat sekolah, maid yang menyiapkan sarapan untuknya.
Biasanya ibunya tidak pernah absen membuatkan sarapan kecuali sedang sakit dan tadi pagi ibunya bahkan tidak keluar kamar sama sekali.
"Ibu baik-baik saja sayang." Hinata tersenyum lembut sambil mengusap surai putranya, bagaimana bisa ia mengatakan yang sejujurnya kalau, saat ia tidak menyiapkan sarapan pagi saja putranya sudah se-khawatir ini.
YOU ARE READING
Hope
FanfictionSEKUEL BEHIND Penyakit itu telah merenggut kebahagiaan keluarga kecil kami yang nyaris sempurna. Sekarang Naruto percaya bahwa Tuhan memang adil, tak ada kehidupan yang benar-benar sempurna. Terkadang Hinata berharap, ini semua hanya mimpi. Bahwa...