CERITA LUNA

57 11 0
                                    

1331 word, enjoy
---

Untuk mengakhiri bab ini, mari ku ceritakan sedikit tentang aku dan Gana. Siapa itu Gana? Oke akan ku jelaskan. Gana adalah senja yang disukai banyak orang. Adalah jingga yang berwarna terang. Adalah langit yang tidak bisa digapai kecuali berangan. Dan aku menyukainya.

Rasa suka itu sendiri ada semenjak kita bersahabat. Semakin bertambahnya hari kita semakin dekat. Tanpa jarak. Kemana pun kita pergi selalu bersama. Layaknya kembar, kami sempat mereka sebut begitu.

Di tahun baru, Gana berkata jika dia menyukaiku. Saat itu juga aku tau, ternyata Gana punya rasa yang sama denganku. Tepat hari itu aku berhasil memiliki Gana seutuhnya.

Dua tahun yang singkat. Gana mengakhirinya. Bukan tanpa alasan, dia ingin kita kembali seperti dua tahun sebelum kita memiliki status hubungan. Kembali berteman dan melupakan rasa yang sudah ada lebih lama dari hitungan menit per detik.

Aku menyetujuinya. Kita kembali berteman sampai masuk ajaran baru (SMA). Hari itu masih normal. Aku dan Gana masih menjalin hubungan dengan baik. Sering berkomunikasi dan tidak pernah ada rahasia diantara kami.

Saat hari kenaikan kelas tiba, kami pun masih duduk bersebelahan di kelas yang sama. Saling cerita banyak hal, sepele ataupun serius, sampai dia bertanya padaku siapa laki-laki idamanku kelak.

Aku menjawab,

“Laki-laki idamanku kelak adalah orang sepertimu.”

Gana mendengarnya jelas. Raut wajahnya yang semula tersenyum lebar perlahan menipis.

“Semoga gue juga dapet orang kaya lo,” kata Gana seraya mengusap puncak kepalaku.

Terdengar manis bukan? Huft omong kosong.

Menuju semester dua, kelas sebelah kedatangan murid baru. Mentari namanya. Awalnya aku tidak mengenal Mentari. Tapi sewaktu Gana mengajakku pergi ke puncak dia secara tidak langsung mengenalkan aku dengan Mentari.

Pembicaraan kami mulai serius. Apa yang Gana katakan mengingatkanku tentang tahun-tahun sebelumnya, saat Gana menyatakan perasaannya padaku. Tapi untuk kali ini, Gana menyatakan perasaannya pada Mentari lewat diriku.

Gana bercerita dan dia membutuhkan bantuanku agar dia bisa dekat dengan Mentari. Responku sewaktu itu baik, aku memang bilang jika aku bersedia membantu Gana. Namun selepas pulang dari puncak, sesuatu dalam diriku ada yang hancur.

Gana tidak pernah tau tentang ini. Aku yang memang tidak akan pernah cerita padanya. Saat itu juga aku mulai belajar meyakinkan diriku sendiri, bahwa kenyataannya Gana bukan lagi milik Luna, bukan milikku.

Seiring berjalannya waktu, Mentari mengenalku. Kita berkenalan tidak dengan cara yang baik. Tatapan yang dilontarkan Mentari selalu saja tatapan yang penuh kebencian dan mengisyaratkan sebuah kemenangan. Meski begitu aku tetap meresponnya ramah.

Sifatku berubah semenjak itu. Perubahan diriku yang sekarang pun nampak di mata Gana. Gana bertanya sebenarnya aku ini kenapa. Tentu aku tidak menjawabnya. Aku hanya memberinya gelengan sambil tersenyum. Namun tetap saja Gana tidak bisa ku bohongi.

Gana masih terus bercerita tentang Mentari dan aku lebih sering diam sambil menahan rasa sakit. Sampai pembahasan terakhir emosiku tidak terkontrol.

Aku yang egois kala itu pun membentaknya. Menyuruhnya berhenti bercerita tentang Mentari lagi dan menyatakan jika aku masih menyukai Gana. Ada banyak penyesalan setelah hal itu terjadi.

Gana berbeda. Lebih irit bicara dan lebih sering bersama Mentari. Aku pun sama. Lebih sering diam dan memendam semuanya sendirian.

Hari setelahnya, aku lebih sering berpapasan dengan Gana dan juga Mentari. Mentari menatapku seolah-olah dia sedang memenangkan permainan seperti biasa dan aku membencinya.

Cerita Luna - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang