BAGIAN 4: ALEJANDRO, MIRA DELIMA DAN MAWAR BERDURI

1.4K 52 0
                                    

BAGIAN 4: ALEJANDRO, MIRA DELIMA DAN MAWAR BERDURI

Sore hari tiba. Mentari tidak pernah bosan,,, selalu memilih turun di ufuk barat. Barat dan timur pun tak pernah protes dengan kegiatan mentari yang itu-ituuuuu saja...

Dan hari pun mulai gelap. Debbie selalu terlihat akrab dengan yang namanya... malam...

Debbie mulai celingak-celinguk, mencari di manakah Lilo berada. Debbie tak bisa menahan hasratnya lagi. Sudah di ujung takdir. Setelah ia membaca harian Alejandro yang terakhir, bahwa Ayu Lelembut, akhirnya menyerah juga di antara malam kedua dan malam ketiga... menyerah ke pelukan Alejandro Galau... sang Don Juan dan Cassanova, Penakluk perempuan, pujangga, pujaan janda, pujaan tetangga dan pujaan para mata di berbagai tempat... Debbie pun berseru, "Ahayyyy..." di dalam hatinya yang ikutan galau kalau Lilo tak juga tergoda...

Debbie mengisi penuh bath up kamar mandi di bagian dalam kamar tidurnya. Ia sudah sepakat dengan belitan handuknya,,, bila Lilo tiba di sini nanti,,, handuk itu harus melorot jatuh ke lantai. Memberikan pemandangan yang menggoyang-goyang sikap dingin Lilo. Yang jinak-jinak merpati. Yang baik hati, tidak sombong, tidak galak, tapi juga tidak ramah atau menyerah... menyerah pada Debbie. "Merdeka!" Debbie bersorak kecil. Ia mulai pun mengatur pose dan posisi di dalam kamar mandinya lalu berteriak, "Lilooooooooooooooooooooooooooooooooooooo...", kurang panjang, pikir Debbie, "Liiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiilooooooooooooooooooooooooooooooooooooo...looooo... looooo..."

Beberapa detik berlalu... tak ada langkah kaki mendekat...

"Aduuuuuuuuuuuuhhh... tolongin, Loooooooooooooooooooooooo...", jerit Debbie lagi. Ia tahu, Lilo sedang duduk di sofa di ruang tengah,,, membaca bukunya. Masa iya? Masa enggak? Masa gitu? Si Lilo gak denger???, pikir Debbie, Ya kan? Ya dong? Ya 'tulll? Ya pa iyaaa???

"Lilooooooooooooooooooooooo... Tolongiiiiin... ngiiin... ngiiiin..." Nafas Debbie sudah tersengal-sengal. Handuknya pun sudah mau melorot duluan karena lingkar dada Debbie yang mendadak menciut, membengkak... menciut, membengkak... si handuk mulai merasa bimbang...

Beberapa detik sudah berlalu lagi. Benar-benar tak ada suara sandal jepit yang berciplak-ciplok, bertandang mendekat ke pintu kamar Debbie. Debbie mulai menyeka piluh di keningnya. Jadi gerah sendiri. Ia sudah menjadi penggoda yang gagal total. Lilo bahkan tak perduli. Tak khawatir dengannya. Apalagi menyukainya. Apalagi menyayanginya. Boro-boro bicara cinta... Cinta?, Debbie membatin sendiri. Mempertanyakan apakah ia berharap benar-benar di cintai... Debbie mengibas. Gak ada tuh, cinta... yang ada,,, duit duit duit dan kebebasan..., pikir Debbie sambil mendengus ingusan. Ia pun menyeka air bening yang baru saja mengucur sedikit-sedikit dari lubang hidungnya dan dari sudut-sudut matanya. Masih mengenang... sakitnya dikhianati, dimanfaatkan dan ditinggalkan begitu saja dalam jeratan dunia malam, oleh orang-orang yang ia sayangi dan ia percaya. Kekasih dan sahabatnya sendiri.

Mendadak terdengar, pintu kamar Debbie di buka orang. Dan terdengar suara sandal jepit melangkah ke dalam kamar mandi yang terbuka. Lilo melongok ke dalam, mendapati Debbie sudah terduduk lesu di pinggiran bath upnya. Sebelah ear phone masih tercantol di telinga kanan Lilo. Yang sebelahnya lagi sudah menggantung ke bahu Lilo. "Kayak ada yang teriak dari tadi... elo, Deb?", tanya Lilo, tak terkesan gimanaWOWgitu... sedikit pun,,, melihat Debbie yang sudah siap GRAK,,, hanya berbalut handuk.

Hasrat Debbie pun sudah menghilang entah kemana...

Kalau sakit hatinya muncul, Debbie mendadak jadi tak bergairah lagi. Ia menggeleng pada Lilo. "Gak tau, Lo... setan kali...", sahut Debbie sambil dengan kalemnya, mendorong dada bidang Lilo untuk menjauh dari pintu kamar mandinya. CIETTT. Debbie menutup pintunya dan mulai bernyanyi-nyanyi kecil sambil berendam di bath up...

"Aku t'lah terbiasaaaa... bila ku hidup tanpa belalaimuuuuu", Debbie bernanyi sumbang, "Aku t'lah terbiasa bila ku hidup tanpaaaaa... belalaimuuuuu..."

Lilo mendengarkannya dari balik pintu kamar Debbie dengan Kedua alis bertautan. Ia hanya senyam-senyum sambil geleng-geleng kepala. Mengangkat ipodnya yang tidak menyala sama sekali sejak awal Debbie menjerit-jerit. Ia mendengar suara jeritan Debbie. Mendengar dengan jelas... sangaaaat jelas... benar-benar jelas...

Lilo senyam-senyum dan mulai melangkah keluar dari kamar Debbie... membiarkan Debbie sibuk dengan aksi galaunya...

***

Debbie duduk bersila di atas ranjang nyamanharumsemerbakwanginya itu... Menatap buku agenda tua milik Alejandro... seolah buku itu adalah ramalan hariannya. Debbie membuka halaman terakhir yang tadi ia baca, dengan marah... lalu berusaha mencari tahu, apakah kelanjutan dari praktek barengnya Alejandro dengan Ayu Lelembut...

Ah,,, aku tak bisa. Aku merasa berat. Aku tak sanggup menyentuhnya. Kami tak jadi melakukannya...

Debbie mendelik. Menyesali kenapa tadi, ia tak membaca semuanya sampai selesai...

Aku terlalu...  terlalu... entahlah, ini perasaan apa. Aku sudah terbiasa menyentuh perempuan. Tapi yang ini berbeda. Ada rasa penghargaan yang besar di dalam hatiku atas kehormatannya sebagai perempuan. Dan aku merasa tidak layak. Merasa tidak patut menyentuhnya sebelum aku menikahinya...

Hah? Nikah?, Debbie membatin. Untuk apa? Untuk omong kosong? Duit abis, cinta pergi...

Debbie membalik halaman tersebut untuk membaca kelanjutan kisah Alejandro...

Tapi aku masih laki-laki yang terbiasa hidup dengan melakukan hal itu begitu seringnya... tak tahan rasanya! Tapi tak bisa juga menyentuhnya! Aku tak berani! Aku... tatuuuuut...

Aku tahu, kalau ia tahu akhirnya aku melakukannya dengan perempuan lain yang hanya ku kenal dalam satu malam saja,,, ia pasti akan terluka... tapi aku tak sengaja... tak sengaja tergoda... Aku sungguh terpeleset... tergelincir sampai masuk ke dalam kamar... dan terhempas ke atas ranjang... sepertinya aku sempat pingsan... pingsan nurani... perasaanku pada Ayu, tidaklah koma... aku membayangkan kalau diriku melakukannya dengan Ayu... Ayu Lelembutku yang lembut dan manis itu... otokotokotoooooookkkk...

Ya, aku pun melakukannya dengan Mira Delima... oops, aku lupa. Aku melakukannya dengan dua perempuan sekaligus di satu malam... satunya lagi bernama Mawar Berduri... aku biasa memanggilnya duri... dan kini, aku mengerti mengapa ia di panggil duri... ia tidak memiliki bulu-bulu yang halus... tapi kaku-kaku dan tajam-tajam... senjata tajamku sampai lecet-lecet... hhhhh... sungguh menyakitkan...

ng, aku membayangkan diriku melakukannya dengan dua Ayu... itu sah-sah saja kan? Namanya juga khilaf...

Debbie menyeringai jijik, membaca bagian itu. Ia menutup kembali agenda tua Alejandro dan kembali melemparkannya hingga terseok ke kolong meja riasnya...

"Idih!", gumam Debbie sambil menggosok-gosok lengan atas sebelah kirinya. Bersyukur tak pernah di tiduri oleh laki-laki tua bangka itu. Dua sekaligus? Kelaenan..., pikir Debbie.

Debbie pun beringsut memeluk gulingnya. Mulai memimpikan Lilo... empat huruf saja, el i el o... LILO... dan Debbie tak berharap memimpikan dua Lilo. Ia tahu, satu sajapun takkan habis di garapnya di dalam mimpinya itu...

Debbie Si Kadal: HARTA KARUN KAKEK TUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang