BAGIAN 13: DEBBIE, DICKI DAN LILO

1.2K 40 5
                                    

BAGIAN 13: DEBBIE, DICKI DAN LILO

Malam hari terasa begitu sunyi. Debbie memandangi kamar Lilo yang hanya berjarak satu lantai saja. Tapi ia mendadak ciut, tak berani mengetuk pintu kamar itu agar bisa melihat Lilo. Seakan seharian... Lilo sudah tak keluar dari kamarnya. Tak lagi nangkring di depan gerbang untuk melototinya yang pulang di antar oleh Dicki.

Debbie sudah memutuskan untuk tidak pernah jalan bareng lagi bersama Dicki. Tanpa mengerti benar, mengapa ia memutuskan begitu. Dan Debbie ingat kata-kata Dicky yang teramat sangat menyayat hati itu waktu Debbie bilang au revoir, hasta la vista, despedida, sayonara, good bye...

Dicki terisak kecil, dengan harga dirinya yang terakhir... dan dengan wajahnya yang semakin menirus...

Mencintai Debbie bisa begitu menyusahkan hati dan menguras isi dompet... sampai-sampai, Dicki puasa makan siang demi menyenangkan hati Debbie selama ini...

"Aku gak nyangka, Deb... kamu buang aku begitu aja", isak Dicki di saat itu, "Kenapa, Deb? Kok, tega mainin perasaan ku yang baik hati, murah senyum dan tidak sombong ini... royal pula, penyayang dan setia... setia luar dan dalem... dalem banget cara kamu, Deb... huuuuu huuuu huuuuu..."

Debbie pun berlagak histeria dengan perih dan pedih,,, seolah terpaksa memutuskan Dicki di persimpangan jalan...

"Dicki sayang,,, maapin aqyu ya... aku dijodohkan oleh ortu ku yang notabene, masih penggemar Datuk Maringgi. Juga penganut hukum Siti Nurbaya... aku kan gak berdaya... nanti durhaka... gimana di alam baka? Kan... bahaya..."

"Ya sudahlah... biar ku bawa pergi lukaku ini... biar ku bawa mati kenangan bersama kamu, Deb..."

"Loh? Kamu mau bunuh diri???" Debbie sempat panik di saat itu.

Dicki menggeleng cepat. "Bunuh diri??? Enggak lah yauw... ngeri amat... aku masih takut mati. Apalagi belom kawin. Masih perjaka ting ting. Masih orisinil. Bisa di test... mau???"

Debbie langsung geleng-geleng kepala. "Eh, jangan... itu kan kado pernikahan... istri kamu aja yang ngetest, yah... ehehe..." Debbie sudah mendadak gerah.

"Baiklah, Debbie... sayangku, cintaku, manisku... kalo memang pilihanmu adalah ikutin pilihan ortu... aku bisa apa? Pasrah... meskipun rekening hasil aku nabung selama dua taon, amblas sudah... tapi jodoh tak bisa di beli... aku pasrah..."

"Tapi kamu nangisnya jangan basah gitu, donk...", sahut Debbie di saat itu. Dengan air mata palsunya. Ia memutar kepalanya ke belakang sebentar, meneteskan obat tetes mata lebih banyak lagi, agar deraian air matanya semakin dramatis. "Huaaaa.... Dickiiiii buliiiiin", erang Debbie, "Aku harus meninggalkan kamu sekaraaaang... huuuuu..."

"Pergilah... pergi... semoga kamu bahagia... hikz... ekhhh... ukhhh... hikz... ngiiiiiikkk..." Dicki sudah mengerang pilu. Debbie pun berlalu masuk ke dalam rumahnya. Melambai dengan tangan bergetar pada Dicki. Pura-pura, tentunya. "Dadaaaah, Dicki sayaaang..."

Dicki melambai lemah dari dalam mobil tuanya yang seakan ikut menangis sewaktu berjalan tersendat-sendat. Sampai menghilang...

Dan Debbie sudah terpekur linglung di ruangan tengah. Berharap Lilo mau keluar dari cangkangnya. Persis keong.

"Liloooo...", panggil Debbie pelan. Tapi Lilo tak menyahut. "Lilooooo...", panggil Debbie lagi.

Jaraknya hanya satu lantai!, pikir Debbie. Lilo gak jauh! Samperin aja!

"Gengsi", gumam Debbie pelan. Ia mulai berdehem kencang. Mulai mondar-mandir dengan langkah sandal berciplak-ciplok kencang. Mulai tepuk-tepuk nyamuk dengan meriah. Mulai buka-tutup pintu kulkas dengan kencang. Mulai mendentingkan tepian gelas dengan ketukan sendok teh. Lilo tak juga keluar dari kamarnya...

Debbie Si Kadal: HARTA KARUN KAKEK TUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang