Luka

37 0 0
                                    


Mempunyai perasaan kepada seorang perempuan dan mungkin itu cukup terbilang dalam. Sulit memang, jika Tuhan memberikan anugrah rasa cinta pada setiap hamba-Nya dengan penuh ketulusan. Bukan karena fisik, harta, ataupun dunia. Rasa ini tercipta karena mungkin karakternya, sifatnya dan bahkan keteguhan hatinya. Walau terhitung beberapa senja yang terlewatkan, tapi kamu harus yakin, ini memang sedalam itu.

Salah satu cara terbaik untuk menghindari rasa kecewa adalah dengan tak berharap apapun dan siapapun. Karena raga dan jiwanya belum pasti menyukaimu, namun hargailah mereka yang berusaha perduli denganmu. Untuk berusaha tetap ada. Lebih dari apapun.

Beberapa kalimat itu dia tulis di Instasrotynya. Mungkin itu ditujukan kepada saya. Bukan merasa percaya diri, namun kedekatan kami sudah saling menunjukan rasanya masing-masing tapi belum terucap secara lisan. Hanya saling sindir di media social.

Ada apa denganmu? Apa kamu juga merasakan rasa yang cukup dalam kepadaku hingga kamu harus mendengar kalimatnya langsung dari lisan ini? Bukan tak mau, selain ingin mengutarakannya dikala kita bersendandung bersama senja dan segelas Teh Sariwangi, ada hal belum bisa saya ceritakan dan menjelaskannya kepadamu. Rasa ini terlalu egois.

Tiba akhirnya kamu tau sendiri apa yang akan saya ceritakan. Namun, kamu hanya tau jawabannya tapi belum dengan penjelasan serta alasannya. Tepatnya hari sabtu 13 April 2016, hari terkahir dimana saya mengikuti Ujian Tengah Semester. Seperti biasa, sehabis subuh saya mengecek smartphone hanya sekedar melihat notifikasi darimu yang selalu membuat bibir ini tersenyum jika membacanya. Pagi yang tak begitu indah karena sang mentari tak menampakan dirinya untuk menerangi semesta ini.

Saya berangkat lebih awal dari biasanya karena kesemangatan hari terkhir ujian. Sialnya, hari ini tiga mata kuliah sudah menanti dengan tingkat kesulitan yang tinggi.

"Uts terkhirmu?"

"Iya nih mana sampe jam 3 lagi"

"Semngaaattt".

"Iya makasih yaa"

Dengan penuh rasa semangat, saya menjawab teka-teki yang diberikan seorang laki-laki lulusan s2 itu. Cukup mudah dan saya bisa menyelesaikannya tepat waktu. Sehabis bergelut dengan soal-soal yang menguras tenaga dan pikiran, saya memutuskan untuk ke kantin dan memesan minuman dingin, dan tentunya untuk mengembalikan kepenatan dalam pikiran ini.

"Udah sehat kembali sekarang mah?" saya mengechat Risa.

"Udah alhamdulilah ya cuman itu obatnya bikin mual-mual"

"Lagi istrahat?" tanya dia.

"Iya nih aus" jawab sayasembari mengirimkannya sebua foto segelas miniman dingin

"Jangan kelamaan nongkrongnya harus shalat dulu kamunya" Ujarnya mengingatkan untuk tidak terlalu nyaman menikmati segelas minuman dingin.

Tiba-tiba...

"Mengirim gambar..."

"Aku sudah follow nih aku yang pertamamu, jangan lupa followback ya" dia mengirimkan sebuah sreenshoot intagram milik saya yang pertama, dengan menggunakan foto profil bersama seorang perempuan yang tak lain itu adalah pacar saya.

Sontak hati ini pecah, pikiran ini buntu dan mungkin rasa penyesalan menjadi satu. Semua terbuka sekarang, Iyaa, saya sudah mempunyai pasangan. Maaf jika kalian juga ikut kecewa terutama kamu. Tidak bermaksud menyebunyikannya, tidak juga bermaksud membohongimu, tapi semua ada alasannya.

Tanpa pengakuan saja,

Mudah untuk dicerna.

Sebuah bait yang mungkin pengungkapan kekecawaan dan kemarahanmu kepada saya. It's oke. Saya mengerti, saya memang salah dan mungkin saya memang pantas dibenci olehmu. Namun ada satu makna yang benar-benar menjadi fakta dari kejadian ini, rasa ini. Iyaa, saya memang membohongimu tentang status dan kepemilikan raga ini. Tapi tidak dengan perasaan ini. Rasa ini nyata dan memang sedalam yang saya rasakan kepadamu.

Tak ada senyum semangat lagi, tak ada pengobat rindu lagi. Keinginan temu hanya sekedar mimpi-mimpi yang semu. Sekarang hanya ada kalimat-kalimat hebatmu yang kulihat dimedia social. Ingin rasanya bertemu denganmu dan menjelaskan semuanya. Tapi tak pantas rasanya. Kamu juga mungkin tak ingin tau menau mengenai alasannya. Hanya kata maaf yang selalu terucap dibibir ini. Maafkan saya Risa Ayu Pratiwi.

Raga & RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang