BAB 4

216 21 7
                                    

Suara benturan pintu yang tertutup kembali tidak mengalihkan fokus seorang pemuda yang masih meminum wine bersama dengan wanita-wanitanya. "Sudah datang?" Pemuda itu membuka suara, lalu memberikan isyarat kepada wanita-wanitanya untuk meninggalkan ruangan tersebut, sebagai privasi ia dengan Kakak tirinya. Pemuda itu menarik satu sudut bibirnya saat Kakak tirinya mendudukkan daksanya di depannya. "sebagai tunawisma, kau sudah menemukan rumah," ujarnya, menyindir.

"Dia ingin melarikan diri." Pemuda yang daritadi diam, membuka suaranya.

"Salah memilih target."

"Dia bukan target," desis Egulzar pada Egriziq yang memberikan penyimpulan kepada gadis berharga dalam hidupnya. "Saya mencintainya."

"Ahh... Annoying sekali," komentar Egriziq. "Anak gundik berbicara tentang cinta." Kembali meneguk gelas wine-nya.

"Tuan Gervaso Windsor menikahi Ibu saya secara sah, Tuan Muda Windsor," ujar Egulzar, penuh penekanan. Harusnya ia menolak undangan saudara tirinya karena itu akan menjadi bomerang untuk dirinya dan juga orang-orang yang ia cintai.

Tawa pemuda itu pecah, seakan merasa iba dengan kehinaan anak seorang gundik di depannya itu. "Baiklah, kau menginginkan ini kan..." Pemuda itu mendorong sebuah berkas di depan Kakak tirinya. "Tunjanganmu dan keluargamu selama 7 tahun ke depannya."

"Kenapa hanya 7 tahun?"

"Kau harus menemuiku 7 tahun sekali untuk memperbarui itu."

Licik. Pemuda itu tetap sama. Selalu memeras Kakak tirinya untuk bermain bersamanya.

"Saya akan melindungi putramu. Windsor tidak akan mengetahui kelahirannya," lanjutnya, pelan.

Egulzar menghembuskan tawanya. "Kamu terlalu cepat menyimpulkan. Dia seorang putri."

"Tapi feeling saya laki-laki."

"Kak! Alhena daritadi bertanya!" Geografi menepuk bahu Kakak laki-lakinya, dengan kekesalan yang berusaha ia tahan. Lelaki itu memang terkenal dengan sumbu pendek dan nafsu yang lumayan besar.

"Ekehem..." Egriziq berdehem, lalu menatap adik iparnya yang daritadi duduk di sampingnya. "Kenapa? Apa?"

"Hishh... Siapa yang meninggal, Kak?" Alhena harus mengulangi pertanyaannya. "Apakah benar Om Edigma?"

"Benar."

"Yahh..." Geografi dan juga Alhena refleks mendesah kecewa, seakan sedih dengan fakta meninggalnya sosok paman yang selalu menuruti keinginan keduanya.

"Padahal Tante Dursava sebentar lagi melahirkan...," lirih Alhena.

Geografi mengangguk-ngangguk, sembari merangkul ipar dari saudaranya. "Jangan sedih."

Egriziq yang menyaksikan tingkah aneh adik dan adik iparnya hanya bisa menatap keduanya dengan pandangan bingung, seakan keduanya adalah sepasang kekasih. Tidak. Itu adalah perlakuan karena ikatan persaudaraan, pria itu tidak memiliki saudara jadi ia tidak akan bisa memahami ikatan antara Alhena dan Geografi. Keduanya sudah bersama sedari kecil, dan dibesarkan layaknya saudara dibawa pengawasan istrinya.

"Upacara pemakamannya akan dimulai, Tuan." Malik berbisik, yang membuat Riziq hanya mengangguk-ngangguk kemudian berdiri dari duduknya.

"Apa Jessica sudah bersiap?"

"Nyonya Aludra sudah sampai untuk menenangkan Nyonya Dursava yang masih belum menerima kematian Tuan Edigma."

Pria itu menghembuskan tawanya. Selama belasan tahun, wanita itu enggan berjalan bersamanya ataupun berada satu mobil bersama dirinya. Terlalu independent membuat Aludra merasa dirinya bisa dalam semua hal.

EVERMORETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang