"Saya dan Adara sudah lama saling mengenal, Pak Petra," tutur Adrian lamat-lamat.
"Ya, Anda bisa tanyakan sendiri pada Adara." Adrian menoleh pada Adara.
"Benar begitu, Adara?"
Adara membalas tatapan Adrian tajam. "Maaf, aku tidak ingat," ketusnya.
Adrian mengulum senyum. "Tapi untuk kejadian hari itu kau tidak lupa, bukan?"
Mendengar kalimat yang menjurus itu membuat Adara mendelik marah, tatapannya memperingatkan.
"Memangnya ada apa dengan hari itu?" tanya Nyonya Petra yang terlihat penasaran.
"Tidak ada apa-apa, Nyonya. Dia hanya mengarang," sambar Adara cepat sebelum Adrian mengatakan macam-macam.
Sialan! sialan! sialan! Apa maksudnya mengatakan itu didepan pak Petra dan istrinya?
Seandainya Adara bisa memaki-maki Adrian yang dengan santainya mengucapkan kalimat yang membuat orang lain curiga, pasti dengan senang hati ia lakukan. Namun alih-alih marah, Adara malah merasakan seluruh permukaan kulitnya memanas. Terlebih saat Adrian menatapnya dengan penuh arti. Ugh, dia yakin pasti saat ini kedua pipinya sudah merona dibawah cahaya lampu yang terang.
"Jika memang kalian sudah saling mengenal, kenapa kamu tidak jujur saja? Kenapa juga harus menyembunyikannya dari kami?" ujar nyonya Petra.
"Uhm, bukan begitu Nyonya. Aku...."
"Dara hanya malu mengakuinya," potong Adrian.
Ugh, dasar pria itu main sambar saja ucapan Adara.
"Aku tidak malu, untuk apa aku malu? Aku hanya tidak sudi mengakuinya." Adara membuang wajahnya dengan kesal, tidak peduli meski ada pak Petra dan istrinya yang mengawasi.
"Dara kenapa kau berkata seperti itu, Nak? Seharusnya kau senang Pak Adrian masih bisa mengingatmu, beliau ini orang sibuk ... kau tahu?"
Adara merasa jengah, tidak sabar rasanya untuk segera pergi dari sana.
"Tidak apa-apa, Pak. Dia memang Adara yang saya kenal." Ucapan Adrian seketika membuat Adara memberinya tatapan tajam.
"Apa itu artinya kalian sudah lama saling mengenal?" Pak Petra nampak semakin antusias.
Adara dan Adrian saling melempar pandang, yang satu penuh kebencian sedang satunya tidak terbaca.
"Yeah, kami memang sudah lama saling mengenal," balas Adrian sesaat kemudian.
"Ckck ... jika sudah lama saling mengenal, kenapa dulu kau tidak meminta tolong saja pada Pak Adrian agar penerbit yang dulu pernah menolak karya-karyamu itu mau menerima karyamu kembali? Bukan malah terlunta-lunta dijalanan."
Degg.
Adara tertegun.
'Justru dia adalah salah satu penyebab yang membuatku terlunta-lunta dijalanan, makanya aku tidak sudi meminta tolong padanya.'
Sekali lagi kalimat itu hanya ada didalam benak Adara saja. Dia tak ingin melakukan konfrontasi dengan Adrian didepan pak Petra dan istrinya yang telah banyak berjasa dihidupnya dewasa ini. Lagipula sebenarnya apa maksud Adrian dengan memandangnya sesendu itu? Apakah pada akhirnya pria itu merasa bersalah dan menyesal? Hahaha kau pasti kembali berhalusinasi Adara.
"Kami sudah lama tidak saling komunikasi, Pak!" Adrian menimpali, kali ini ekspresinya sudah kembali tak terbaca.
"Sayang sekali ya Mih, padahal mereka berdua terlihat serasi."
Kalimat spontan pak Petra berhasil membuat kengerian diwajah Adara semakin nyata terlihat hingga membuat seringai Adrian semakin lebar.
"Tapi pasti Adara tidak akan mau, Pih. Dia kan sudah punya kekasih yang tampan. Siapa tuh namanya, Mami lupa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ex Brother in Law (Tamat)
Romance#Brotherinlawseries2 Follow sebelum membaca!! --------------------------- Mature Content 21+ Ini bukan cerita tentang affair dengan kakak ipar, ini kisah yang lebih rumit dari itu! Ini tentang luka, tentang air mata juga tentang hati yang telah pata...