bag 3

144 61 16
                                    

Ga pernah pede sma cerita ini.

                         Sas

" Rasi...... ini senja terakhir kita."

Aku menoleh padanya. Apa maksud pria gagah disampingku ini. Senja terakhir?. Ya tuhan. Hatiku serasa dicubit. Apa ia bermaksud untuk mengakhiri hubungan?.

Tunggu.

Ini hari...ia pasti tengah melakukan prank. Jebakan. Ah iya april mop. Ini kan tanggal satu april.

"Garda Alvian jika kau tengah mengerjaiku maka aku Aquila Rasi Ahmad takkan tertawa."

Garda balik menatapku. Wajahnya tak berubah. Sendu semakin kentara dimata cokelatnya. Lelaki itu perlahan menggeleng. Tanda ia menyalahkan pendapatku barusan.

Hatiku kembali mengejang. Lelaki ini kenapa?. Banyak keanehan yang ia tunjukan petang ini. Dan itu sungguh membuatku risau. Kuarahkan retinaku padanya. Menatap. Meminta penjelasan sekarang juga.

"Sebenarnya kau ini kenapa?." Suaraku setelah ia diam dan mengalihkan pandangan dariku. Aku menggunjang lenganya. Tapi ia masih saja bergeming. Tanpa ada kata.

Aku mencoba menerawang ke hari-hari kemarin. Rasanya tak ada salah yang luput diingatanku. Bahkan kemarin kami masih tertawa bersama saat menikmati senja di pantai ini. Apa yang terlewat olehku?.

Hubungan kami bukanlah hubungan main-main. Hubungan yang jatuh bangun kami pertahankan selama 7 tahun. Garda bukanlah Abg labil yang akan meminta putus karena masalah sepele.

Di samping Garda meremas tanganya sendiri. Sampai buku jari itu terlihat memutih. "Jangan diam saja. Katakanlah sesuatu,kau sungguh membuatku khawatir." Kataku yang lagi-lagi tak diberi tanggapan olehnya.

Sial!. Ia masih saja membisu. Aku tak bisa menunggu lagi. Kuputuskan untuk meninggalkanya. Ku angkat pantatku untuk pergi dari sini. Kakiku sudah melangkah jauh jika saja sebuah lengan kekar tak menahanku pergi.

"Apa Garda?. Jangan menjelaskanya jika kau tak bisa. Aku baik-baik saja. Aku mau pulang,kau mau tinggal atau mengantarku?."

Entahlah. Aku kalut. Emosi. Kecewa. Anggap saja aku sudah mengiyakan kata-katanya tadi. Alis lelakiku naik sebelah. Ia menjatuhkan lenganya dari miliku. Menatapku tanpa ekspresi.

"Jadi kau mau-mau saja?."
Jadi benarkan?. Ia ingin mengakhirinya. Air mataku jatuh. Padahal aku masih berharap ia tertawa sambil mengatakan ini hanya gurauan.

"Kau tak ingin tahu mengapa?."

Aku menggigit bibir bawahku kuat-kuat. "Kalau kau saja sulit mengucapkanya. Pasti akan sakit bagiku mendengarkanya." Ucapku dengan suara parau.

Garda mengambil daguku. Membuat dua bola mataku bertemu dengan miliknya. "Apa yang membuatmu begitu yakin aku ingin mengakhiri kita."

Aku melongo?. "Katakanlah semuanya dengan jelas Garda. Jangan berteka-teki denganku lagi. Atau kau akan melihatku lari ke tengah lautan dengan cuaca dingin ini." Aku menghardiknya. Itu bukan hanya sebuah ancaman. Aku akan benar melakukanya jika ia tak mengusaikan penasaran setengah matiku ini.

"Tapi ini memang senja terakhir kita Rasi...di pulau ini."

Astaga!. Benar yang dikatakanya. Bodohnya aku dari tadi memyangka yang tidak-tidak. Ya ini yang terakhir karena Lelakiku ini akan pergi meninggalkan pulau ini besok. Untuk ikut Bapaknya berbisnis di kota Jogja.

Terkutuklah aku yang berprasangka buruk padanya. Garda meraih pinggangku. Merengkuh tubuh mungilku padanya. "Lalu mengapa jika ini senja terakhir kita?. Esok kita masih bisa menatap senja yang sama walaupun bukan di tempat yang sama."

Semoga kalimat penenangku berhasil pada pria besar ini."lalu kenapa kau tadi menangis." Ucapku teringat Garda sempat menangis seusai melempar kerikil tadi.

Aku mendongak mencari lensa cokelat miliknya. "Aku akan berjarak denganmu. Salah jika aku bersedih. Kau saja yang mengartikanya terburu-buru. Selalu nethink." Aku tertawa. Benar tadi aku memang konyol sekali.

Aku kembali memeluknya menyembunyikan muka tomatku pada dadanya. Berpisah denganya memang mimpi buruk. Tak pernah sekalipun aku menginginkanya. Dan karena kata-katanya tadi aku jadi gelisah sendiri dan berpikir yang tidak-tidak.

"Tapi aku kecewa padamu Rasi. Tadi kau mau seperti itu saja?. Jika aku mau memutuskan kita. Tak ada perjuangan sedikit saja?."

Aku tidak bermaksud seperti itu. Hanya aku sangat kesal tadi karena menunggu sangat lama." Hey memang kau berniat untuk putus. Dengar ya Garda Alvian. Jika kau meminta putus artinya kau sudah tidak mencintaiku jadi untuk apa aku memohon untuk bertahan. Bukankah itu pekerjaan yang sia-sia?."

Aku terkekeh ketika ia mencebik. "Setidaknya kau tadi bertanya apa alasanya?!." Ia melepas pelukan kami kemudian berjalan menjauh. "Ohoho tuan Garda,jujur saja sekarang aku bersyukur karena tadi tidak menangis dan mengemis penjelasan padamu. Bisa-bisa kau sedang mentertawaiku sekarang jika aku benar melakukanya."

Garda mengamit tanganku untuk ia gandeng. Kami jalan bersisian menuju parkiran. Seperti biasa senja kami indah. Meski sedikit drama terjadi tadi. Tapi aku tetap menikmatinya. Bagaimana tidak?. Barusan adalah senja terakhir kami. Selanjutnya kami akan merasakan senja sendiri di tempat masing-masing.

Dan menanti takdir membawa kita pada senja lain untuk kita bagi bersama.

                            sas

seribu senja satu rasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang