BAB 5 | Tidak akan percaya lagi

10 3 0
                                    

"Apakah ini pertanda bahwa Andara sudah mulai suka dengannya, atau sudah mulai merespon kehadirannya"

*****

Antaris menatap lama Andara, melihatnya bahagia karena senyuman yang terpatri di wajah cantik gadis itu, ia bahagia karena senyuman indah itu bisa tercipta dari omongannya. Menatap kedalam matanya yang indah bagaikan bulan purnama, sungguh terlihat indah menawan, tanpa di selipkan kebohongan, semua nya natural tidak ada yang Andara sembunyikan.

Gadis itu tersenyum, senyuman yang selama ini tidak pernah ia rasakan kebahagiannya, hidup nya berjalan begitu saja, mengalir tanpa pernah ia harapkan.

Mereka saling menatap, saling melihat, sama-sama diam untuk sesaat, seperti sedang berbicara tapi tidak melalui kata, melainkan dengan hati mereka, kini mereka mencoba membiarkan hati yang bicara.  Kepada kesunyian, keramaian yang sama sekali tak bisa dijadikan teman. Kadang ketika mulut tidak bisa berkata apa-apa, biarkan hati yang bicara begitu saja. Biarlah hati yang mengerti, biarlah hati yang mengetahui bahwa ada apa yang sebenernya terjadi. Manusia memang sulit untuk dipungkiri.

Sesaat kemudian, Andara bangkit dari ayunan tempat mereka duduk berdua, melangkah menjauhi tempat itu, dengan senyuman yang masih tercetak jelas di bibirnya. Pipi yang merah merona, mulut yang tidak bisa bicara dan dengan hati yang tidak berhenti berkata.

"Mau kemana?" Pertanyaan itu terlontar dari mulut Antaris, Andara yang merasa pertanyaan itu untuknya, berbalik badan menatap lelaki itu. seraya masih tak percaya, bagaimana bisa dalam waktu yang sekejap saja, orang yang menyebalkan, bisa berubah menyenangkan di waktu yang bersamaan.

"Kelas" jawabnya begitu saja dengan cepat.

Lelaki itu tersenyum, lalu tangannya menunjuk gerbang sekolah. "Pulang sekolah, aku tunggu di gerbang, jangan pulang duluan ya!"

Gadis itu mengangguk paham, lalu  pergi meninggalkan tempat tadi, sampai dirinya tak terlihat lagi.

Antaris lalu bangkit dari ayunan tempat ia duduk sekarang, membiarkan tempat ini menjadi sejarah dari apa yang terjadi hari ini. Tidak ada yang tahu rencana kedepan akan bagaimana, cukup kita jalankan sesuai alurnya, dengan menebak-nebak bagaimana akhirnya. Yang berharap mendapatkan akhir bahagia, yang tentunya sesuai dengan rencana.

Ternyata dibalik tembok dekat dengan tempat mereka berbicara tadi, ada sepasang mata yang sedari tadi sedang memperhatikan mereka. Tanpa mereka ketahui kehadirannya.

*****

Bel istirahat berbunyi, tanpa menunggu lama, gadis itu langsung membersihkan peralatannya dan bersiap-siap untuk pulang, entah mengapa ia bisa se bahagia ini.

"Lu kenapa sih Dar, gua perhatiin abis pulang dari taman, lu jadi senyum-senyum sendiri gini, jangan-jangan lu kerasukan hantu penunggu taman itu lagi, ya?" Ujar Ananta seraya bergidik ngeri bila hal itu benar-bener terjadi.

"Bisa aja lu, gua pulang dulu ya, bye!" gadis itu tersenyum, lalu pergi meninggalkan Ananta sendiri. Sedangkan Ananta masih sibuk mencari-cari jawaban, mengapa hal langka seperti tadi bisa terjadi.

Setelah lama memikirkannya, gadis itu jadi parno sendiri. Lalu buru-buru membereskan peralatannya juga, Sambil berbicara sendiri. "Kayak nya beneran kerasukan deh tuh anak" ucapnya yang melihat perubahan dari sahabatnya itu.

*****

Sebenarnya hal apa yang terjadi hari ini? Bukankah Andara adalah orang yang tidak ingin diperintah? Namun, entah mengapa sejak kejadian tadi, dirinya mau menuruti ucapan lelaki tersebut, hingga akhirnya mampu menuntun kaki nya untuk sampai di gerbang ini. Ya, saat ini Andara sudah sampai duluan tepat waktu di gerbang ini. Banyak orang yang berlalu lalang membuatnya harus menyingkir.

"Non Andara mau pulang kapan?" Seorang bapak yang umurnya sekitar 40 an berbicara dengan Andara. Tepatnya itu adalah sopir pribadi Andara, bisa dilihat sekarang mobil yang dipakai untuk menjemputnya adalah mobil termahal dengan keluaran terbaru.

Andara menatap Pak Anto sejenak. "Nanti dulu ya pak Anto, saya lagi nunggu temen."

"Perempuan atau laki-laki nih non?" Tanyanya yang berusaha mencairkan suasana.

"Laki-laki pak" disertai senyuman tipis miliknya.

"Yaudah, saya nunggu di mobil ya non?"

"Iya pak" jawabnya yang masih melihat ke arah kanan, kiri, depan belakang menunggu sosok seseorang yang belum juga datang.

Tak terasa 1 jam sudah ia menunggu lelaki itu, tanpa adanya satu pun pesan, atau kehadirannya sekarang. Wajahnya mulai cemas, senyuman itu langsung segera menepi seperti yang tadinya cuaca cerah namun seketika mendung datang tiba-tiba.

"Non, ini sudah 1 jam bukannya non harus pulang nanti saya diomelin tuan, non" lelaki itu keluar dari mobil  berusaha untuk mengajak Andara pulang.

Andara masih celingukan, lalu menatap jam di pergelangan tangannya. Hah, ternyata sudah sangat lama dirinya menunggu. "Sebentar pak, 15 menit lagi kalau dia gak dateng kita pulang." Ujarnya, dengan tatapan memohon yang ditujukan untuk Pak Anto

Pak Anto menghembuskan nafasnya, kemudian mengganguk samar. "Iya non, saya nunggu disini aja deh, kasian non Andara sendirian."

"Makasih banyak pak" ucapnya, lalu kembali mengalihkan matanya lagi menatap ke sekeliling sekolah.

15 menit telah berlalu, sekolah mulai sepi, gadis itu cemas sekali, mengapa lelaki itu berbohong jika ingin mempermainkannya, kalau ingin nempermainkannya harusnya bukan seperti ini caranya. Andara mendengus kasar lalu menendang batu kerikil sekencang-kencangnya.

"Ayo pak, kita pulang!" Lantang Andara, yang langsung pergi masuk ke dalam mobil, dengan Suasana hati yang tidak bisa dikondisikan lagi. Pak Anto hanya bisa diam, ia takut jika ia bicara akan lebih memperburuk keadaan.

Gadis itu masih kesal, pasalnya lelaki yang baru saja ia percayai dengan gampangnya bisa membuatnya tak percaya dan harus berbohong pada dirinya.

'kenapa sih, aku bisa percaya gitu aja sama lelaki itu. Lelaki yang datang gitu aja, yang aku kira dia itu kiriman dari semesta, sebagai pengganti dia. Semua ucapannya penuh kebohongan. Gak ada satu pun omongan yang bisa aku percaya dari mulutnya. Semesta...cobaan apa lagi ini, disaat aku udah ngerasa nemuin orang yang bisa gantiin dia, tapi di detik itu juga dia malah membuat aku tak percaya. Membuat luka ini semakin dalam. Aku gak suka. Aldino aku kangen kamu. Padahal, disaat itu juga aku ngerasa sosok Aldino datang melalui Antaris. Aldino datang melalui orang baru yang sengaja ia titipkan untuk selalu ada di samping aku dan nemenin aku. Tapi, aku bodoh, aku salah. Cukup. Sekali menyebalkan akan terus menyebalkan.' bicara Andara dalam hati, dengan dirinya yang menatap sendu keatas sana, lewat jendela di dalam mobil

*****

"Dar, udah pulang kamu?" Tanya Ibu Yola yang baru saja turun dari tangga.

Andara mengangkat kepalanya, tatapannya beradu dengan Ibu Yola yang tak lain dan bukan adalah Ibunya.

Ibu yola mengernyit, lalu alisnya menukik sendu saat sudah sampai dihadapan Andara. "Nak, kamu kenapa?"

Andara menggeleng, tanpa jawaban ia langsung meninggalkan ibunya dan berlalu menuju kamarnya sendiri.

Dikamar, dirinya menangis, sambil terlentang ia meredam tangisannya dengan menutup kepalanya dengan bantal.

Satu hal yang ia putuskan disini, ia tidak akan lagi percaya dengan yang namanya Antaris, tidak akan ada senyum yang akan ia tunjukkan kepada siapapun itu.

ANDARISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang