BAB 11 | Dinginnya Antaris

4 1 0
                                    

Tepat berada di pinggiran pertokoan itu, mereka melalui satu demi satu toko, dalam keadaan sunyi, hanya suara rintikan yang menghiasi. Bahkan teriakan kencang yang membatin dalam hati Andara pun rasanya, tak kalah jauh lebih kencang dari suara hujan.

Hati nya ingin bicara, mengatakan yang sebenarnya, menggangguk untuk mengatakan 'iya', tapi apalah daya kesunyian itu rasanya cepat sekali untuk dihentikan. Kini mereka telah tiba di cafe itu dengan keadaan kedinginan.

"Kamu kedinginan ya, kok gak bilang sih?" Tanyanya yang tampak kebingungan, namun Andara masih bungkam.

"Yaudah kita masuk dulu ya" Dibawa lah Andara oleh Antaris ke dapur. Ia tampak sibuk, memasak air. Dan mengambil teh celup serta gelas

"Ini diminum dulu" ia menyodorkan gelas beserta teh hangat yang ia buat. Lalu gadis itu meminumnya, setelah Andara minum, seketika tangan miliknya diraih oleh Antaris begitu saja. Ia tampak menggosok-gosokkan tangannya. Dan menatap wajah Andara lama. Cukup lama namun, Andara harus menghentikan ini. Detakan jantungnya makin kencang, bahaya jika Antaris mengetahuinya. Namun, antara tetap menggosok-gosokkan tangannya.

"Masih dingin?" Tanyanya lalu, dijawab Andara dengan anggukkan.

"Aku mau pulang."

"Tapi, masih hujan" Tidak ada balasan, ia langsung menaruh gelas itu di meja dan berjalan meninggalkan Antaris.

"Aku yang mengantarmu" Ia meraih tangan gadis itu lalu berjalan berdampingan, tangannya masih ia genggam erat.

"Kita kesana naik apa ya?" Ucap Antaris yang tampak berfikir-fikir itu.

"Angkot aja" Jawabnya menatap lelaki itu, namun kembali mengalihkan saat matanya menyatu dengan miliknya.

"Oh iya, tapi kamu gapapa?" Andara mengangguk.

Di angkot, kesunyian kembali menggerogoti. Tidak ada yang berani bicara, Antaris yang masih memegang erat tangan milik gadis itu pun bungkam seribu bahasa, ia berfikir apa salah tadi ia bicara seperti itu padanya?

"Sebentar lagi akan sampai" Tengok Andara yang seperti sibuk memperhatikan jalan menuju rumahnya. Takut, kelewatan.

Ia berjalan kembali, dengan satu payung kecil untuk berdua, sengaja mereka cukupi. Karena hanya ada itu satu-satunya.

"Non Bella, baru pulang?" Satpam yang menjaga kompleks itu membuka pagar serta membawakan payung untuknya

"Iya mang" jawabnya singkat.

"Itu pacar neng ya?"

"Bukaan, temen mang heheh. Aku pulang dulu ya makasih payungnya" Disertai senyuman manisnya, dan membuka payung pemberian pak satpam.

"Iya neng"

Mereka cukup berjalan sebentar, dan sudah menemukan rumah besar paling besar dari yang ada. Gadis itu tampak berhenti, lalu menatap lelaki dihadapannya.

"Ini rumahmu, besar banget ya?" Lelaki itu masih terus memperhatikan rumah yang bertengger kokoh di depan matanya.

"Masuk yu?" Ucapnya lalu, menarik tangan Antaris "Assalamualaikum.." Ucap mereka serempak.

"Waalaikumsalam, ya ampun non hujan-hujanan gini. Pasti nyonya bisa marah kalau ngeliat non kayak gini"

"Saya gapapa kok pak" Ia tampak memperhatikan badannya.

"Yaudah masuk yuk" Ia mengantarkan mereka sampai ke depan pintu. "Saya pergi, dulu ya" ucapnya, lalu berlandas pergi meninggalkan.

"Assalamualaikum." Ucapnya kencang lalu, mengetuk-ngetuk pintu.

ANDARISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang