Mendengar ucapan Revan, Tina dan Alfan menoleh ke arah Reyhan yang terlihat kaku dan berusaha menghindari tatapan tajam orang tuanya. Reyhan tahu, bila orang tuanya mungkin tidak akan suka bila ia tinggal serumah dengan Sinta, meskipun mereka juga sudah tahu kebiasaannya membawa wanita pulang.
"Rey, kamu tinggal dengan wanita itu?" Tina bertanya hati-hati yang diangguki pelan oleh Reyhan.
"Iya, Ma."
"Mama yakin kalau wanita yang kamu cintai pasti orang baik, tapi kalau kamu sudah berniat serius, lebih baik kamu percepat saja pernikahan kamu, supaya dia enggak dicap buruk sama orang lain karena tinggal serumah dengan kamu."
"Dia bukan calon istriku, Ma." Reyhan mengelak lelah, ia tidak mungkin terus-terusan berbohong dan membuat orang tuanya salah paham.
"Kalau bukan calon istrimu, kenapa kamu mengakuinya sebagai calon istrimu di depan banyak orang?"
"Itu ceritanya panjang, Ma. Intinya aku cuma enggak mau melihat dia dipojokkan sama mereka terus."
"Dia dipojokkan karena kamu sama dia tinggal serumah?"
"Iya lah, Ma." Reyhan menjawab singkat, ia harap masalah ini akan selesai dan orang tuanya tidak lagi berharap ia akan menikah secepatnya.
"Sejak kapan sih kamu peduli sama apa yang orang lain katakan tentang wanita yang berada di dekat kamu?" Tina bertanya tak mengerti yang kali ini ditanggapi kediaman oleh Reyhan. Diam-diam Reyhan juga berpikir seperti itu, namun anehnya ia sendiri juga tidak tahu jawabannya.
"Enggak tahu aku, Ma. Jangan tanya itu lagi, pokoknya aku belum mau menikah." Reyhan menjawab acuh tak acuh, yang ditanggapi kekecewaan oleh orang tuanya.
"Lo sadar enggak sih, Rey, kalau lo sudah mulai menunjukkan kepedulian lo ke orang lain, itu artinya lo enggak mau lihat dia kenapa-kenapa, karena lo sayang sama dia." Revan menyahut tenang yang dipicingi mata oleh Reyhan.
"Maksud lo apa sih? Enggak jelas."
"Lo ingat enggak waktu kita kecil, saat Kak Reva dibully sama teman-temannya, lo belain dia sampai lo yang babak belur karena dikeroyok. Padahal saat itu lo enggak pernah peduli dengan apa yang Kakak lo lakukan, lo selalu menjadi anak yang pendiam dan enggak mau mencampuri urusan orang. Tapi saat lo melihat orang yang lo sayangi kenapa-kenapa, lo akan berusaha buat melindungi dia."
Reyhan terdiam mendengar ucapan kakaknya yang ada benarnya itu. Sejak kecil Reyhan memang sedikit menjauh dari saudara-saudaranya, bukan karena Reyhan tidak sayang mereka, ia hanya merasa bila ia punya dunia sendiri yang tidak perlu orang lain nilai. Namun bukan berarti ia akan membiarkan orang berani menyakiti seseorang yang ia sayangi, karena ia yang akan menjadi pelindung pertama untuk menjaganya.
"Jadi intinya lo mau bilang apa? Jangan berbelit-belit, sudah pusing gue."
"Gue cuma mau bilang kalau lo suka sama dia, suka dalam artian lo sayang sama dia, lo enggak bisa melihat dia kenapa-kenapa." Revan memperjelas kalimatnya yang lagi-lagi berhasil membuat Reyhan terdiam, mencoba memikirkan kembali perasaannya yang memang merasa berbeda bila berada di dekat Sinta.
"Kalau kamu suka sama dia, Mama dan Papa akan selalu dukung kamu, Rey. Kamu sudah dewasa, sudah saatnya kamu serius mencintai wanita lalu berumah tangga seperti kakak-kakak kamu." Tina membelai puncak kepala Reyhan yang masih terdiam.
"Aku enggak tahu, Ma. Aku belum bisa mengerti perasaanku sendiri." Reyhan menjawab lelah namun ditanggapi bahagia oleh keluarganya yang merasa bila Reyhan sedikit berubah.
"Ya sudah enggak apa-apa, kamu kenali saja dulu perasaan kamu. Terus kamu yakinkan pada diri kamu sendiri, apa benar kamu menyukainya atau tidak." Tina menyunggingkan senyumnya yang hanya diangguki samar oleh Reyhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
In Bed Bastard (TAMAT)
Romance"Kamu boleh membeli tubuhku, tapi tidak dengan cintaku." Sinta Anastasya. "Kalau begitu kontrak ini tidak akan berakhir sampai kamu bisa mencintaiku." Reyhan Wijaya. Demi kesembuhan adiknya, Sinta rela menjual tubuhnya kepada Reyhan, lelaki hidung b...