Hari sabtu adalah ahri yang baik untukku. Di tambah dengan keoprgian ayah dan kak Flora, aku bebas keluar rumah sesukaku tanpa takut di marahin kakak kalau pulang terlambat. Setelah mandi, aku memakai celana levis biru dan kaos lengan panjang berwarna biru tua bertuliskan 'euphoria'. Aku juga menguncir kuda rambut sepunggungku. Aku sudah siap untuk joging.Aku sudah mengabari Tiara dan Jihan untuk bergabung denganku. Mereka setuju. Bahkan bagas pun ikut.
Aku sudah sampai di taman, tempat kita janji bertemu. Banyak pasangan yang sedang mengunjungi taman. Ada yang joging bareng, sekedar mengobrol sambil jalan, ada yang duduk berhadapan. Bahkan ada yang sedang sarapan. Mereka saling suap. Aku tersenyum teringat sesuatu. Dulu, aku pernah seperti mereka. Walau hanya beberapa bulan. Tapi itu kenangan yang indah.
" Woi! Senyum-senyum sendiri. Gila lo ya?."
" Enak aja." Aku memukul bahu Jihan yang datang bersma Tiara.
" Bagas belum dateng?." Tanyaku. Tiara mentapku seperti menyelidik. Dia berkacak pinggang dan menatapku dengan tajam.
" Wah-wah. Lo mau nikung gue Ra?."
Aku mengerutkan kening. " Nikung? Enggak Tiara. Aku tanya itu karna kamu bilang bagas mau ikut. Aku kira kamu berangat bareng dia."
" Belum. Kita mulai sekarang yuk." Ajak jihan.
" Nggak mau nunggu Bagas." Tanyaku.
" Udah ayo." Jihan menarikku meninggalkan Tiara yang mencak-mencak karna di tinggal.lalu menyusul kami. Di putaran ke dua, Bagas baru bergabung. Dia bilang tadi ada urusan bentar dengan temannya. Makannya dia telat.
" Tugas kalian gimana?." Tanyaku di sela perjalanan kami.
" Tugas apa?." Bagas.
" Tugas dari guru paling aneh di sekolah gue." Jawab Tiara.
" Oh. Seperti biasa Ra. Si Tiara sama Raka cek-cok mulu. Nggak pernah akur.sementara si Alvin yang diandelin malah iya-iya aja. Bahkan tadi dia telat setengah jam dari jadwal yang di tentukan. Ya udah. Gue sibuk sama ponsel gue." Aku tertawa mendengar jawaban Jihan.
" Jadi nampilin dance?." Tanyaku.
" Jadi dong."
" Cover lagunya siapa?."
" EXO 'Love Shot'." Jawab Tiara semangat.
" Emang kamu bisa sayang?." Tanya Bagas menggoda Tiara. Kami tertawa, sementara Tiara sudah mencak –mencak tak terima. Memarahi pacarnya.
" Kita duluan ya. Mau ada acara soalnya." Pamit Tiara saat kami sudah memutuskan selesai joging. Aku dan aJihan mengangguk. Mengiyaan. Mereka pergi menaiki motor Bagas. Aku dan Jihan saling pandang. Jadi tadi Bagas kesini pakai motor? Padahal jarak rumah Bagas dan taman hanya berjarak 4 rumah.
" Pulang yuk." Ajak Jihan.
Di perjalanan pulang, kami hanya diam. Sibuk dengan pikiran kami masing-masing. Lama-lam, kami jadi membahas mamang tukang bakso yang sedang libur karna pulang kampung mau nikah. Satu sekolah tahu. Bahkan jadi trending topic beberapa hari ini.
" TOLONG!!." Aku menoleh mencari sumber suara.
" Kamu dengernggak?." Tanyaku pada Jihan.
" Lihat!." Jihan menunjuk ke salah satu arah. Memperlihatkan asap mengepul hebat dari sana.
" Ada kebakaran?." Tanya jihan panik.
" Udah ayo kita bantu." Aku sudah berlari meninggalkan Jihan menuju tempat kejadian. Sesampainya di sana, ku lihat seorang ibu-ibu berteriak meminta tolong. Beberapa warga juga membantu memadamkan api yang mulai mnyebar. Aku menghampiri ibu-ibu itu.
" Ada apa ibu?." Tanyaku sambil menggemgam tangan ibu itu agar dia bisa releks.
" Anak saya masih ada di dalam." Aku terdiam. Aku tidak suka melihat seseorang kehilangan orang yang mereka sayangi. Aku menghampiri Jihan yang baru datang. Memberikan ponselku kepadanya.
" Jihan! Telfon pemadam kebakaran sekarang. Aku mau nolongin anaknya ibu ini dulu di dalam."
" Gila lo ya?." Tanyanya menahan lenganku.
" Percuma nunggu pemadam kebakaran. Lama. Keburu kenapa-kenapa anaknya." Aku melepas pegangan Jihan. Segera masuk kedalam rumah itu.mencari keberadaan anak kecil ibu-ibu tadi.
Samar-samar aku mendengar suara anak kecil. Aku segera mencari setiap ruangan yang ada. Aku sudah mulai batuk karna asap yang mengepul. Tahan Nhara. Kamu pasti kuat.
Aku sampai di sumber suara. Tapi, anak kecil itu ada di dalam kamar yang terkunci. Tanpa pikir panjang, segera ku dobrak pintu itu. satu kali dua kali tetap tidak terbuka. Aku menghela nafas, mengumpulkan tenaga yang ada. Lalu mendobraknya sekali lagi.
Brakk.
Pintu terbuka. Aku segera masuk, menghampiri anak kecil yang menangis di atas ranjang.
" Kak. Aku takut." Suara imut itu membuatku tersenyum menatapnya.
" Tenang ya. Kakak ada disini." Saat aku ingin keluar, pintu itu sudah terbakar. Menutupi jalannya. Aku melihat sekitar. Tidak ada jendela yang bisa di buka. Aduh gimana nih? Aku mulai batuk kembali, pandanganku pun mulai berkunang-kunang.
Aku berusaha menenangkan hatiku. Mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Entah ilusi atau asli, aku melihat Ryian berada di depan pintu. Menatapku dengan pandangan yang tidak ku mengerti.
Dia melompati kobaran api yang sedikit mengecil dari sebelumnya. Mengambil selimut di ranjang. Memasukkannya ke dalam bak kamar mandi yang ada di dalam kamar itu. Lalu menutup api yang menutupi jalan keluar.
" Lo gila?." Tanyanya membentakku setelah memastikan kalau apinya sudah padam.
" Aku hanya mau membantu." Jawabku.
" Ayo keluar." Dia sudah menarik tanganku yang bebas menuju pintu keluar. Saat di pertengahan jalan, tiba-tiba aku oleng. Ryan menyangga tubuhku. Aku sedah lemes.
" Kenapa?." Aku tak menjawab. Memegangi kepalaku yang sudah pusing sekali. Tanpa permisi, dia menggendongku. Berjalan menuju pintu keluar tanpa menatapku.
Setelah keluar rumah itu, Ryan menurunkanku. Aku segera menghampiri ibu-ibu tadi. Memberikan anaknya.
" Terima kasih nak." Aku tersenyum mengangguk.Ryan,Arvan dan Jihan mendekatiku.
" Dasar orang gila." Seru jihan histeris. " Untung lo ngak papa. Gue khuwatir banget tahu." Aku terkekeh. Aku menatap Ryan. Tiba-tiba pusing kembali menyergap kepalaku. Untuk mengurangi rasa peningnya, aku menggelang kan kepala.
" Ryan. Maka-." Aku sudah ambruk ke arah Ryan. Sigap Ryan menangkapku. " Sih." Dan aku kehilangan kesadaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
TWO COOL IN SCHOOL
Teen Fictiontwo cool in schol. dua kedinginan di sekolah nhara adalah cowok paling populler di sana.