Ayah II

2 0 0
                                    

●_●

"Keinginan terakhir Ayah..."

____________________

Sebuah keajaiban yang datang nyatanya memihak pada Isya. Doa-doanya terkabul dan Ayah dibolehkan untuk kembali ke rumah.

Tapi, semenjak kepulangan Ayah, tak ada satupun yang mau menjawab pertanyaan-pertanyaan Isya. Dan akhirnya Isya memberanikan diri untuk bertanya langsung pada Ayah.

Perlahan Isya memutar kenop pintu dengan sangat perlahan. Di dalam, Isya dapat mencium bau obat-obatan yang sama seperti saat sedang berada di rumah sakit.

Isya terkejut saat melihat Zaid ada di dalam bersama Ayah yang sedang duduk di kursi roda sambil menatap ke luar dinding kaca di hadapan mereka.

Ayah dan Zaid berbalik menatap Isya yang berjalan mendekat. Seperti biasa, Zaid dengan wajah datarnya dan Ayah yang tersenyum menatapnya.

"Ayah kenapa di sini? Kenapa nggak istirahar aja di kasur?" tanya Isya sambil bertekuk lutut di hadapan Ayahnya.

Ayah memang terlihat lebih kurus. Rahangnya mulai lebih terlihat, padahal Isya ingat sekali, kalau dagu Ayah itu sangat tegas dan tajam, mirip seperti wajah Abangnya Hassan.

"Ayah hanya mau menikmati pemandangan di luar, mungkin besok sudah tidak bisa lagi" jawab Ayah kembali menatap langit.

"Jangan bilang gitu!" lirih Isya.

"Entah kenapa, hari ini Ayah rasa jauh lebih baik dari hari-hari sebelumnya, bisa duduk sama Isya dan Zaid" ucap Ayah sambil melirik Zaid yang terus saja diam mendengarkan.

Kini Isya benar-benar sudah mendapatkan jawaban yang ia inginkan.

"Om Haris, mau berbicara berdua saja dengan Isya?" tanya Zaid pada Haris.

"Tidak, kamu tetap di sini, Ayah ingin berbicara dengan kalian berdua, bisakan?"

Zaid mengangguk pelan sebagai jawabannya.

"Ayah tidak akan bisa pergi, sebelum Ayah menuntaskan tanggung jawab Ayah terhadap satu-satunya putri di keluarga ini, Isyana" ucapan Ayah membuat satu per satu tetes air mata Isya mulai mengalir, namun segera di sekanya.

"Isyana itu anak perempuan Ayah satu-satunya, yang berarti, Ayah hanya punya kesempatan satu kali seumur hidup menyerahkan tanggung jawab Ayah terhadap Isyana. Ayah tidak ingin meminta banyak hal, tapi apa Isya mau mewujudkan keingin terakhir Ayah?"

Isya tanpa ragu mengangguk.

"Menikahlah dengan Zaid, agar Ayah bisa mewujudkan keinginan terbesar Ayah dengan menikahkanmu" ucap Ayah sambil bergerak menghalus air mata Isya.

Putrinya sudah besar dan betapa malunya ia mengakui bahwa ia sudah melewatkan hari-hari bersama Isya. Mungkin semuanya sudah terlambat, tapi Haris hanya ingin menikahkan putrinya.

Isya mengangguk yakin, dan perlahan bergerak memeluk Ayahnya dengan isak tangis yang tak kunjung mereda.

Zaid yang melihat Haris tersenyum ikut tersenyum. Dia sudah berjanji untuk menjaga Isya seumur hidupnya dengan menikahi gadis itu.

●_●

Isya menutup mulutnya, menahan isak tangis yang keluar. Air matanya tak mau berhenti keluar.

Saat Bunda meninggal karena kecelakaan yang menewaskannya di tempat, Isya tidak diperbolehkan menemui Bundanya untuk yang terakhir kalinya.

Cause We YoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang