Part 9

24 4 2
                                    

AuthorPOV>>

Hari-hari berlalu cepat. Sejak Driko dan Arinda ngobrol di jam kebaktian, kini Driko mulai mau masuk ke kelas waktu jam mata pelajaran lain selain Agama. Arinda secara gak langsung jadi sering merhatiin Driko. Selain merhatiin, sesekali dia ngingatin Driko soal PR dan tugas-tugas. Meskipun sifat malasnya belum hilang permanen. Sesekali dia masih bolos juga. Arinda beberapa kali ngelus dada, berusaha sabar.

Siang ini, Regal kembali ngedekatin Arinda. "Rin, lo nggak ngantin?" kata Regal yang duduk di bangku milik Azka. Sedangkan Azka sedang main volley di lapangan.

"Nggak deh, Gal. Gue lagi mager. Lagian gue bawa bekal. Tuh" Arinda menunjukkan kotak nasi berwarna biru itu pada Regal.

"Ooo yaudah. Gue ke kantin dulu ya. Laper. Hati-hati lo di kelas sendirian" setelah itu Regal langsung bergegas ke kantin.

Arinda menatap sekelilingnya. Gila. Ternyata dia benar-benar sendiri di kelas. Bulu romanya merinding. Tapi fokusnya terpancing ke bekal makan siangnya yang lebih menggoda. Bodo amat lah soal setan-setan, yang penting gue makan.

Tanpa Arinda sadari, ada sosok yang terus menatapnya dari jendela kelas.

Tak lama kemudian, Werin datang.

"Heh, jalang! Gue perlu ngomong sama lo!" Werin mengedarkan pandangan ke seluruh sudut kelasnya. Ternyata ruang kelas benar-benar hanya diisi olehnya dan Arinda.

"Lo ngomong sama siapa, We?" Arinda menanggapi sambil memasukkan kerupuk udang ke dalam mulutnya. Krauk krauk krauk.

Jangan lupakan sosok yang menatap Arinda dari jendela. Cowok itu mengeluarkan handpone dari saku celana abu-abunya. Dan menyalakan kamera lalu langsung standby merekam kejadian yang dilihatnya. Entahlah, dia hanya iseng.

"Ya sama lo! Lo kan jalang" dengan muka nggak berdosa Werin menghempaskan kotak bekal Arinda sampai berantakan di sekitar bangkunya.

"Ups, sorry" Werin tersenyum bagaikan tokoh antagonis di film-film. Tapi Werin benar-benar makhluk nyata di depan Arinda. Melihat itu Arinda hanya diam.

"Kok diam?" Werin menampar bahu Arinda. Tidak begitu keras, tapi terkesan sangat merendahkan. "Lo cuma bisa diam kan, saat orang-orang gak ada? Iya, lo sepengecut itu, Arinda!" Werin mulai senang dengan perbuatannya pada Arinda. Tapi jelas, dia belum puas setelah apa yang dilakukan Arinda padanya. Karena gak ada orang yang boleh mempermalukannya.

"Ya, lalu?" Arinda menggaruk tengkuknya dan memasang muka sengak. Heran melihat makhluk pemeran film azab di depannya.

"Gue benci sama lo, Arinda! Kenapa sih lo harus kegatelan ngedeketin setiap cowok yang gue incar? Mulai dari Azka, berlanjut ke Zefan, saat gue mulai move on dan ngelupain Zefan buat lo, lo malah ngerebut gebetan baru gue!" Werin menatap pedih pada Arinda. 
"Ah udahlah, Arinda. Lo pikir lo cantik banget apa? Lo harusnya sadar. Gak seharusnya lo gaul sama orang berada kayak kita-kita. Mendingan lo bantu nyokap lo dagang kue murahannya itu, terus lo minggat dari sekolah ini. Dan pindah ke sekolah yang lebih cocok, yang nyokap lo mampu bayarnya tanpa nunggak" Werin berceloteh panjang lebar dengan emosi yang meluap. Arinda mulai panas waktu Werin bawa-bawa nama mama-nya. Tapi marahnya berusaha ia padamkan.

"Hahaha! Werin, Wewe Gembel yang paling cakep dan bermulut pedas,, sini gue kasih tau. Lo itu orang kaya, cantik, tapi gak ber-attitude. Apa maksud lo bikin makan siang gue berantakan? Lo lagi kesembet?" Arinda menatap Werin heran.
"Oiya, nggak usah ngatur-ngatur gue harus bergaul sama siapa, sekolah di mana. Apalagi mikirin gimana cara nyokap gue bayar uang sekolah gue. Soalnya gue nggak minta sama lo. Udah ya, We! Gue mau ke kantin"

The Story of Arinda (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang