Part 15

7 0 0
                                    

AuthorPOV>>

Sampailah Driko dan Arinda di depan gerbang rumah Driko.

"Buset, Do. Rumah lo wow banget." Kagum Arinda.

"Bisa aja lo. Lagian ini bukan rumah gue. Rumah ortu gue. Kuy, masuk" Driko merangkul Arinda dengan akrabnya.

"Iya-in lah. Biar cepet" Arinda melangkah diiringi Driko.

Driko membuka pintu putih itu perlahan. Dan terpampang nyata oleh Arinda ruang tamu dan tangga yang menjulang. Arinda tak hentinya terkagum.

"Gila sih ini" Arinda bergumam lagi. Driko cuma bisa nyengir.

"Eh, kamu udah pulang, sama siapa ini?" Olifia muncul, menuruni anak tangga dengan anggunnya. Olifia sudah berusia empat puluhan tapi kecantikannya masih terpancar hingga kini. Tak heran jika ia punya anak lelaki setampan Driko. Arinda sampai terkagum-kagum dalam hati melihat wanita itu. Hidung mancung, rambut disanggul lengkap dengan tusuk konde. Matanya agak sipit namun tidak terlalu tajam.

"Ini temen Doa, yang Doa bilang kemarin, mi" jawab Driko.

Loh, Doa? Dia dipanggil Doa juga di rumah? -Batin Arinda.

"Hai cantik, nama kamu siapa nak?" Olifia merangkul dengan hangat bahu Arinda sambil tersenyum. Arinda sempat tercekat karena kaget dan gugup bercampur jadi satu. Tapi tak lama.

"Emh, saya Arinda, tante." Jawab Arinda setelah tersadar dari diamnya, lalu membalas senyum Olifia.

"Gak usah malu sama tante. Anggap aja mama sendiri ya" tawa Olifia pecah karena menyadari bahwa Arinda gugup. Arinda hanya lagi-lagi menyunggingkan senyum.

"Duh, mi. Aslinya dia ga tau malu. Ini kenapa jadi berubah ya? Tadi perasaan Doa gak nabrak" celetuk Driko. "Heh, lo gausah sok jaim jaim deh" lanjut Driko, menyenggol badan Arinda dengan pinggulnya.

"Apasih, Doa. Gue biasa aja kok" Arinda menundukkan kepalanya. Asli, Arinda sendiri juga bingung kenapa dia jadi se-malu ini. Biasanya juga malu-maluin.

"Biasa aja, tapi nunduk. Ngapain coba. Dahlah, gue ganti baju dulu." Driko beranjak menaiki anak tangga menuju kamarnya.

Olifia yang dari tadi tersenyum mengajak Arinda duduk di ruang keluarga sembari menonton TV. Olifia sempat salah fokus atas panggilan Arinda pada puteranya.

"Kamu tinggal di mana, Rin?" Percakapan itu dibuka oleh Olifia.

Semakin lama, Arinda jadi semakin merasa nyaman. Rasa gugupnya berkurang. Ternyata asik bercerita dengan mami-nya Driko. Sama saja seperti ia bercerita dengan mama-nya.

"Sebenarnya tadi tante pengen ngajakin kamu masak bareng, Rin. Tapi tante pikir, kalian pulang sekolah pasti udah laper. Pasti gak keburu kalo musti masak dulu. Jadi tante udah masak duluan buat makan siang kita" ucap Olifia.

"Jadi ngerepotin tante" Arinda jadi merasa nggak enak.

"Ah enggak kok. Malah tante seneng bisa kenal sama temennya Doa. Eh jangan-jangan kamu pacarnya ya, Rin?" Tebak Olifia dengan senyum yang memekar.

"Hahahaha. Yaampun. Engga, tan. Tante ada-ada aja" Arinda terkekeh karena ucapan mami-nya Driko.

"Kalau iya juga nggak apa-apa. Tante kasih lampu hijau" goda Olifia sambil lagi-lagi terkekeh. Entahlah, ia benar-benar senang. Arinda juga ikut terkekeh tanpa menjawab.

"Pada ngetawain apa sih?" Tak lama, Driko muncul di balik tembok. Bajunya sudah ia ganti jadi jersey tim sepak bola favoritnya. Manchester United.

"Gapapa. Kepo aja lo." Sahut Arinda.

"Dih" Driko menampilkan wajah sengaknya.

"Mam, Doa laper" celetuk Driko, sembari mengusap perutnya.

The Story of Arinda (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang