Part 8

22 4 0
                                    

AuthorPOV>>

Arinda bangun pagi dengan rasa syukur seperti biasanya sebelum dia ingat ada beban baru di pundaknya. Dia musti menghadapi tantangan hari ini sampai seterusnya. Sampai waktu yang tak ditentukan. Sejenak dia berdoa. Doa yang setiap pagi ia lakukan kalau tidak kesiangan. Kalau sudah kesiangan, Arinda pasti lupa segalanya, kecuali sarapan.

Setelah selesai berdoa, Arinda beranjak dari tempat ternyamannya, bersiap-siap berangkat sekolah.

Sembari bersiap-siap pun otaknya tetap mengingat obrolannya dengan Azka semalam.

Kata Azka, Arinda musti bantuin Azka buat ngerubah sifat sepupunya. Duileh,, ngerubah sifat sendiri aja susah, lah ini ngerubah sifat orang yang gak kenal kenal banget. Bahkan Arinda baru tau semalam, kalau Driko adalah sepupu Azka. Azka udah nyeritain semua tentang perjanjiannya sama papa Driko.

Huft, ini demi Azka. Kalau bukan karena Azka gue ogah. Gue harus sok dekat sama si Driko, teman sekelas gue yang gak ada sosial-sosialnya jadi manusia menurut gue. Tuhan, bantuin Arinda.... batin Arinda meronta minta tolong.

***

"Pagi, Rin" sapa Azka yang ternyata sudah lebih dulu sampai di kelas.

"Pagi, Ka. Kayaknya lama banget gitu gue nggak ngeliat lo pake seragam" Arinda tersenyum ketika Azka membantu Arinda menurunkan kursinya dari atas meja. "Thanks" lanjutnya. Hanya dibalas anggukan oleh Azka.

"Gimana perasaan lo hari ini, Rin? Lo udah siap berjuang?" Azka terkekeh.

"Apasih lo. Kek mau perang aja. Btw, sepupu lo itu emang datangnya jam berapa?" Arinda melirik jam di dinding.

"Si Driko datengnya selalu pas udah mau bel masuk atau tepat waktu bel masuk. Ya kalau gak gitu, berarti dia terlambat" Azka menjawab.

"Gitu banget dah. Tapi herannya gue, kenapa dia selalu masuk kelas pas pelajaran Agama?" Arinda menuangkan rasa penasarannya dalam pertanyaan pada Azka.

"I don't know. Nanti lo tanya aja sendiri. Kalau gue yang nanya jawabannya selalu 'kepo'" ucap Azka sambil menaikkan kakinya ke kursi untuk mengikat tali sepatunya yang longgar.

Arinda hanya mampu terdiam. Dia tak tau mau menanyakan apa lagi. Jam dinding pun tertawa karena Arinda hanya diam...

Ruang kelas sudah tidak terlalu hening karena beberapa siswa yang datang sudah ngobrol kesana kemari.

"Eh, Rin. Gak ada PR kan ya?" Azka bertanya, dan dibalas dengan gelengan oleh Arinda.

"Lo geleng-geleng, maknanya apa dah? Gak ada atau gak tau?" Azka menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Gak ada, kangmas" jawab Arinda yang keliatannya pagi ini jadi malas ngomong. Mungkin gak mood mikirin misi yang diberikan Azka padanya. Ia menelungkupkan kepalanya di atas meja.

Beberapa detik kemudian, Werin lewat dengan sengaja menyenggol meja Arinda. Hampir saja kepala Arinda jatuh ke lantai kalau saja Azka tak menahan meja itu. Arinda yang terkejut langsung mengangkat kepalanya.

"We, sini lo. Sini!" Azka mengeluarkan suara baritonnya. Kelas langsung hening. Werin terkejut melihat reaksi Azka. Mampus gue. Kenapa gue gak nyadar kalau ada Azka sih. Bego banget!  Batin Werin mengutuki dirinya sendiri.

The Story of Arinda (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang