AHAD DI MANINJAU
Hari Ahad seperti biasa Adin akan berangkat ke Sawah, setelah selesai dia membersihkan Kobong, di kobong dia sudah tinggal terpisah dari santri lain, sebab Adin sudah lulus. Kini dia di anggap ustadz setengah, atau asisten ustadz. Matahari sudah mulai tinggi sebab waktu pun sudah pula jam 8 pagi, dipakai lah topi camping satu-satunya itu yang di gantung di tihang belakang kobong, tiada lupa pula cangkul di bawanya, sedangkan arit sudah di selempangkan di pinggangnya. Perjalan menuju sawah kurang lebih 4 kilo jaraknya, dijalan Adin selalu menyapa siapa saja yang berpapasan jalan dengannya, bila tak disapa dengan kata, maka minimal senyum pasti dia tunjukan kepada siapa saja yang dilewati.
''Oy Madin dak pulang kau ka Tanjung Muara'' kata orang dibelakang mengejar Adin.
''Indak bang, awak masih bingung nak kerja apa kalau pulang'' jawab Adin, rupanya yang dibelakang adalah Hamid, abang tingkat Adin di Madrasah, Hamid juga budi-nya sama dengan Adin, pandai dan rajin membantu ustadz, tapi kini Hamid punya pekerjaan di Maninjau, sebagai penjaga toko orang Padang.
''Baa lah (gimana) kau nih Din, Tanjung Muara itu pantainya bagus, disana orang melaut, banyak uang mereka Din.'' Kata Hamid, kini mereka berdua-dua jalan ke arah sawah, karena Hamid sama pula dengan Adin, sering membantu orang tani di sawah mereka jika hari Ahad.
'' Lai awak dak santiang baranang bang, hahaha''. Kata Adin
Disawah Adin membantu Datuk Mardi, membuat jalan air yang nanti mengaliri sawahnya dengan air dari sungai, sungai yang sumber airnya dari Danau Maninjau.
''Din, kini lah putuih sikola ang ?,'' tanya Datuk Mardi.
''Bukan putuih Datuk, tapi Tamat, hehe, '' jawab Adin.
''Alah kau ni, itu tadi maksud Atuk, bilo ang pai ka tanjuang Muaro Din?'' belum lagi Adin jawab.
Datuk Mardi sudah bilang '' Kalau kau pulang nanti, pastilah susah aku cari anak muda yang mau membantu di sawah ini Din, kalau pun ada pastilah tidak akan sebagus engkau pekerjaannya, sedang Datuk Cuma dari sawah dan kebun ini sajalah mendapat bekal hidup.''
''Janganlah ba itu Datuk, di Nagari Maninjau ini terlalu banyak anak muda yang pandai dan rajin, Adin tidak ada apanya dibanding mereka, di banding bang Hamid yang membantu di sawah pak Jusuf pun Adin masih kalah rajin.'' Kata Adin, diambilnya tanah dikaki dengan serokan lalu dibuang ke samping, sehingga terbentuklah semacam parit kecil menuju sawah.
''Lagi Datuk, rezeki di atur Allah, juga belum ada rencana Adin pulang ke Tiku Datuk, disana entah apa yang Adin kerjakan nanti.''
Biar begitu tapi Datuk Mardi, merasa bahwa pastilah Adin akan pulang, sebab Amaknya ada disana, dalam hati kecilnya yang hanya dia dan Allah yang tau, pastilah ada perasaan ingin pulang ke tanah tempat dia lahir dulu, itu lah pikir Datuk, lepas itu mereka makan siang, dan sorenya pekerjaan sudah selesai, sawah pun kini sudah di airi.
YOU ARE READING
MAWAR UNTUK WITANTIE
Novela JuvenilMAWAR UNTUK WITANTIE Ini adalah karangan kami yang kami buat masa tinggal di Padang Panjang, Sumatera Barat. Tentang seorang pemuda yang lahir di pesisir pantai Sumatera Barat, tumbuh dalam kehilangan dan kekurangan. Tapi budi baik menghasilkan pu...