🌵Lima

24 2 0
                                    

Pukul sembilan pagi, Cahaya sudah menggiring Haris ke rumahnya untuk mengerjakan sesuatu. Bang Fadil juga ia larang untuk pergi kemana-mana. Sementara Mas Arian sudah pergi sejak jam tujuh pagi, mempersiapkan penyuluhan. Tidak tau penyuluhan terkait apa, Cahaya tidak ikut, pun Mas Arian tidak mengajak. Menurut sumber terpercaya -siapa lagi kalau bukan Kak Ifa- penyuluhan ini dihadiri para orang tua, termasuk ibunda ratu, sang penguasa rumah, istri pak Hasan tercinta.

"Ayo kenapa kak?"

"Kamu harus bantuin kakak, Ris"

"Gak mau, Mas Ilhamnya juga pasti gak mau"

"Hah apaan?" Bang Fadil mengangkat alisnya. Bukannya Cahaya uring-uringan meminta dibantu memikirkan kegiatan apa yang akan menarik minat para bocah untuk kembali mengikuti Sanlat yang padahal belum berjalan seminggu.

"Sssstttt" Cahaya meletakkan telunjuknya di atas bibir, menginstrusikan Haris agar diam tak membocorkan permintaannya pada bocah laki-laki itu. "Kalo kamu kasih tau orang lain, rahasiamu juga tidak akan aman"

"Iya ish" Haris meletakkan tangannya di atas meja "Emang bukan itu?"

"Bukan" Cahaya mengeluarkan gulungan kertasnya "Menurut kamu apa yang akan buat temen-temen kamu mau dateng sanlat lagi?"

"Emang gak asyik kak. Masa tiap hari suruh ngaji doang dari tahun lalu"

"Bilang dong sama sepupumu"

Jadi sepupu Haris yang dimaksud oleh Cahaya adalah Mas Ilham. Sebenarnya begini, biar Cahaya ceritakan dari keluarga Mas Ilham, ibu Mas Ilham dua bersaudara sama-sama perempuan. Ibu Mas Ilham alias bu Ayu selaku anak pertama memiliki tiga orang anak. Mba Sekar, yang sudah menikah dan memiliki satu putri lucu bernama siapa yaa, oh Shanna. Lalu Mas Ilham dan satu lagi adik perempuan, Ika yang sejak SMP dimasukkan ke sekolah berasrama, Mas Ilham pun begitu saat SMA nya. Oh, Ika ini dua tahun lebih muda darinya, jadi kira-kira kalau Cahaya tidak salah hitung sedang menduduki kelas 10 di semester akhir. Lalu ibu Haris adalah anak kedua. Perlu Cahaya ceritakan juga?

Oke. Begini, jadi ibu Haris ini menikah dengan ayah Haris, pak Wahyu namanya, jadilah ia memanggil ibu Haris dengan 'bu Wahyu' karna tidak tau nama aslinya. Haris empat bersaudara, Kak Mina yang satu tahun di atasnya, lalu Ibram, Haris dan Difa. Sudah begitu. Sudah pantas kan dia menjadi salah satu anggota keluarga itu? Hihi

"Coba kalo buat kegiatan itu yang menarik gitu. Apa kek"

"Ya apa atuh, bang" Cahaya menghela napas, tak semudah pikirannya "Kalo Cahaya ada ide juga gak bakal ngumpulin kalian berdua"

"Apa ya, Ris?"

"Apa ya?"

Haris tampak ikut berpikir, lalu menjetikkan jari ketika ada lampu menyala di kepalanya.

"Aku tau"

🌵🌵🌵

Cahaya berjalan dengan semangat setelah selesai dengan kegiatannya. Sepulang dari sini tidak ada rapat lagi. Aneh rasanya kalau dia mengajak yang lain berkumpul sedangkan ia adalah anak baru. Cahaya menenteng rantang makanan dari rumah yang kebetulan ibu suruh bawa ke rumah bu Ayu untuk mengembalikan rantang yang sudah diisi dengan beberapa makanan. Cahaya tidak lihat, nanti kalau sudah berbuka dia beritau, karna pastilah isinya tidak jauh berbeda dengan yang tersaji di meja.

"Assalamualaikum, bu Ayu"

Padahal Cahaya tau bu Ayu dan suaminya tadi sebelum ia pulang ke rumah sempat bertemu dengannya di tengah jalan, katanya akan berpuka puasa di rumah Mba Sekar. Tetap saja Cahaya harus berakting se natural mungkin.

30 days Cahaya RamadhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang