Tau tidak apakah bujukan Kak Ifa untuk memaksanya ikut jadi fundraiser sanlat berhasil atau tidak? Berhasil! Bang Fadil tidak dapat diandalkan, nyatanya laki-laki itu ikut membujuknya untuk ikut acara tersebut. Kan Cahaya jadi goyah. Liat saja, nanti akan ia cari bukti terkait apa yang digunakan oleh kak Ifa hingga laki-laki tersebut bisa mau saja mengikuti permintaan kak Ifa yang jauh sekali dari tipe seorang Bang Fadil.
Jadilah, sore hari ba'da shalat ashar dia sudah berada di samping masjid. Anak-anak kecil sudah banyak duduk membentuk lingkaran dengan alat tulis di dalam genggaman. Jelas, Cahaya mengenali beberapa anak kecil tersebut, Haris dkk, kakak Haris dkk, dan anggota geng masing-masing blok di kompleknya ikut duduk melingkar.
Haris duduk di pojokan depan tiang masjid, diapit oleh Gun dan Dera. Matanya menatap permusuhan, mencari cara agar tidak dilaporkan atas kelakuannya pada orang lain terutama ibunya. Bocah laki-laki itu menyenderkan tubuhnya ke tiang masjid.
"Duduknya yang bener yuk!" Kak Rendi mulai mengatur duduk anak-anak yang hadir. Setelah mengucapkan salam dan bermuqadimah begitu panjang laki-laki itu menoleh sebentar padanya "Kita kedatangan kakak baru hari ini. Ada yang sudah kenal?"
"Sudaaahhh" Si kembar menjawab dengan suara keras. Semangat sekali, padahal sore adalah waktu lemas-lemasnya ketika puasa.
"Siapa?"
"Kak Cahayaaaa"
Memangnya ada yang tidak mengenal Cahaya di kompleksnya? Hampir tidak ada rasanya. Sudah dibilang Cahaya ini anggota geng Haris dkk, lebih seperti menjadi pentolan. Jadi, selain karna malas mengatur anak-anak yang sulit untuk diatur, Cahaya berasa mengajari teman-temannya. Nanti kalau tidak ada yang mau berteman lagi dengannya bagaimana?
Demi namanya yang dipanggil dengan benar oleh Kak Ifa, Cahaya harus kuat.
Anak-anak diperintahkan untuk melingkar ke kelompok masing-masing. Kata kak Ifa, dari hari pertama mereka sudah dikelompokkan dalam satu kelompok ada beberapa orang. Harusnya bukannya kalau mengajar begini sudah ada penanggung jawab tiap kelompoknya? Lalu kenapa Cahaya kedapatan kelompok jika dia baru mulai hari ini.
"Siapa yang gak dateng hari ini kak?"
"Oh itu-"
"Maaf tadi saya ada urusan sebentar"
Cahaya menarik senyum sempurna. Harusnya Kak Ifa bilang kalau tahun ini Mas Ilham ikutan menjadi fundraiser, jadi kan Cahaya tak ada alasan menolak.
"Kirain bakal gak dateng Mas. Ane titipin ke Cahaya kelompoknya"
Cahaya melambaikan tangannya ke arah laki-laki itu, senyumnya masih mengembang.
"Sini Mas, anak-anak nungguin"
"Kok ane dengernya agak ambigu ya"
"Saya bantuin kamu aja, Ren"
"Mas gak liat? Anak kelompok ane cuma tiga biji yang dateng"
Yang lain hanya bersorak-sorak 'kiw kiw' Cahaya senang-senang saja. Senyumnya masih merekah indah. Lalu pura-pura menunduk tersipu.
"Ini masih masjid temen-temen" Seketika sorak-sorak berhenti, lalu mengucap istighfar. Cahaya melirik kak Agung yang menghentikan momennya.
"Cahaya sama saya aja mas. Mas bisa handle kelompoknya. Kayaknya saya yang kewalahan kalo sendirian" Kak Ifa angkat tangan. Sama seperti Kak Agung, merusak suasana. Ah, Cahaya ingin marah dengan kak Ifa, tapi sayang sekali ia puasa, nanti batalkan puasanya.
"Oke. Syukron, fa" Mas Ilham lalu memerintahkannya untuk menyingkir dengan gerakan matanya. Cahaya harus menurut dengan calon imamnya kan? Haha
🌵🌵🌵
Sebenarnya pengajian anak-anak di sore hari itu selesai di jam lima lewat lima belas, kadang jam lima. Namun, biasanya para remaja atau barangkali dewasa muda atau apalah itu namanya terkadang akan berkumpul terlebih dahulu. Mengevaluasi beberapa hal dan rencana untuk seminggu ke depan. Cahaya tidak begitu aktif di kegiatan pemuda-pemudi ini, karna menurutnya membosankan. Berbeda dengan Mas Arian yang sangat aktif dalam kegiatan ini. Di periode sebelumnya pun laki-laki itu menjabat sebagai ketua, tapi karna laki-laki itu sudah mulai sibuk dengan kegiatannya sekarang, tahun ini Mas Arian tidak begitu aktif lagi, namun sesekali masih ikut berdiskusi.
Mas Ilham pergi lebih dulu, tak ada tanda-tanda akan ikut berbuka puasa di masjid seperti biasa. Padahal, Cahaya sudah ikuti ajakin kak Ifa untuk ikut berdiskusi terlebih dahulu. Kalau di masjidnya, yang berbuka puasa bersama biasanya hanya para laki-laki. Kak Ifa ditemani Cahaya dan dua orang perempuan fundraiser lainnya, yang tentu saja lebih tua usianya dari Cahaya.
"Kayaknya sudah mulai kurang efektif kalau mengandalkan seperti biasa untuk anak-anak"
"Iya, fa. Kalau pengajian ba'da shubuh amankan?"
"Aman insyaAllah"
"Kalian ada ide?" Kak Rendi menurut pemaparan Kak Ifa adalah wakil ketua dari Mas Ilham. Jadi tiap kali ada kendala kehadiran Mas Ilham, Kak Rendi lah yang menggantikannya.
"Anak baru coba. Ada ide gak?"
"Hah apaan" Iya, Kak Rendi pasti mengatainya. Padahal Cahaya bukan anak baru di kompleknya, hanya saja jarang muncul dalam kegiatan seperti ini, lebih sering menjadi peserta saja.
"Coba Nur, kamu kan geng Haris dkk, kira-kira apa yang menarik mereka ikutan"
"Nur?"
"Cahaya"
"Owalah" Kak Rendi tertawa diikuti yang lain, kecuali Cahaya yang tak merasa suka, tidak tau kenapa.
"Main, kasih hadiah, makan-makan, gak puasa, jajan" Cahaya asal sebut. "Senang-senang mereka senangnya"
"Ya bener juga, tapi gimana caranya?"
"Main game, kasih hadiah. Atau bukber aja sekalian" Jujur, Cahaya hanya mengeluarkan apa yang ada di otaknya tanpa dipikir panjang, tapi seluruh kepala yang ada disana mengangguk-anggukan kepala. Padahal sarannya hanya hal remeh temeh yang akan dipikirkan oleh setiap orang. Apa kegiatan Pemuda-pemudi ini terlalu datar dan lurus? Perasaan tidak kalau melihat bagaimana masa kecil kak Ifa. Hhh pantas saja Mas Arian sejak dulu lempeng tanpa perubahan. Ntah Mas Arian yang membuat kegiatan Remaja Masjid ini menjadi begitu dingin atau sebaliknya. Yang jelas Mas Arian dan Remaja masjid satu paket sempurna.
"Coba tolong tanya Mas Arian, Ya. Besok jadinya bisa gak penyuluhannya?"
"Penyuluhan apaan?"
"Tanyain aja begitu, ngerti kok Masmu. Cuma minta dikonfirmasi lagi bisa nggaknya H-1"
"Kenapa gak tanya sendiri?" Cahaya kan lagi malas dengan Mas Arian karna tidak mau memberinya pengertian terkait kalimat-kalimat tak dimengerti dari Sherwood yang laki-laki itu pinjamkan
"Lah kan kamu serumah. Lebih enak lagi"
"Kalo gak lupa ya. Bilang Mas Ilham suruh ingetin"
Hah?
Kak Ifa melempar kertas ke mukanya. Seperti sudah muak mendengar. Cahaya hanya mengambilnya lalu menyunggingkan senyum. Kak Agung dan Kak Rendi mengucap istighfar berkali-kali. Cahaya tidak salah kan? Dia hanya mengambil kesempatan tiap kesempitan. Haha