Enam

31 7 1
                                    

Alma turun dari motor Arvind. Rumah mereka yang berhadapan membuat mereka sering berangkat atau pulang bersama.

"Makasih Vin" Alma merapikan rambutnya yang berantakan karena helm.

"Yaelah,udah biasa juga pakai ngucapin terimakasih segala lo" canda Arvind sambil mengaitkan helm di motornya.

Alma mencubit lengan Arvind. Membuat Arvind meringis kesakitan.

"Satu hari aja Lo nggak ngeselin" cerca Alma.

Arvind menatap wajah Alma dengan tatapan lekat. Mengunci Alma untuk tak pergi kemana mana. Membuat Alma sedikit gugup,padahal Arvind sendiri adalah sahabatnya.

"Ngapain sih liat liat!" Alma menyadarkan Arvind.

Arvind tersenyum hangat. Tangannya bergerak memegang pipi Alma.

"Jangan sedih lagi ya,Al" ucap Arvind sambil mengelus lembut pipi Alma.

Alma memegang tangan Arvind yang ada di pipinya. Lalu mengangguk.
Arvind masih menatapnya lekat,tangannya sudah ia turunkan.

"Udah ah,masuk sana" suruh Arvind. Ia mengacak rambut Alma. Menggemaskan.

"Kan jadi berantakan lagi" Alma mengerucutkan bibirnya. Lalu berbalik masuk ke dalam rumah. Anehnya,saat Arvind memegang pipi Alma, desiran hangat merambat ke tubuhnya.

Arvind baru masuk ke rumahnya sesudah memastikan Alma memasuki rumahnya.

Arvind menghela napas pelan.
"Seandainya lo tau ada orang yang selalu menunggu lo Al" gumamnya bahkan nyaris tak dapat didengar oleh siapapun.
***
Arvind melangkah menuju pentas. Ikut mendekor pentas yang sedikit lagi mendekati kata sempurna.

Ia tak menjumpai Aldi. Bisa dipastikan cowok itu tidak ikut mempersiapkan acara perpisahan SMA Arianda. Ia pasti sedang bersama Nadin.

Alma dan Reina tampak menggunting bahan bahan untuk menghiasi panggung bagian atas.

"Udah nih,lo aja yang nyangkutin ya Rei. Gue kebelet pipis. Minta tolong aja tuh sama Arvind. Noh orangnya udah datang" Tanpa menunggu balasan dari Reina,Alma sudah berlari kecil menuju toilet.

Reina terdiam. Arvind menatap datar ke arahnya. Arvind berjalan sedikit,mengambil tangga yang tak jauh darinya.

Reina masih gugup.

"Naik" suruh Arvind datar.

Mau tak mau Reina mengikuti perintahnya. Dengan hati hati Reina menaiki tangga. Sebenarnya bisa saja Arvind yang naik,namun Arvind tak mengerti bagaimana cara menghiasnya.

Reina menggatur napas. Berusaha tetap tenang.

"Pegangin!" Ucap Reina.

Reina mulai menyangkutkan satu persatu pita. Membuat kesan hitam putih sesuai dengan tema farewell party tahun ini.

Pita yang ada ditangan Reina habis. Reina meminta tolong Arvind untuk mengambilkan nya. Tanpa pikir panjang,Arvind mengikuti perintah Reina. Meninggalkan tangga yang dinaiki Reina.
Perlahan tubuh Reina kehilangan keseimbangan. Tangga kayu itu mulai bergoyang. Katena terlalu panik,alih alih tetap tenang,Reina ingin melompat dati tangga yang lumayan tinggi itu.

"ARVINDD!" Teriak Reina.
Arvind segera membalikkan badan, mambuang pita ke sembarang arah. Reina akan terjatuh, dengan gerakan cepat Arvind menangkap tubuh Reina. Reina masih memejamkan mata, ia mengira ia akan  mati saat itu juga. Namun Tuhan masih baik kepadanya. Malahan Arvind yang menyelamatkannya. Reina menatap sejenak mata Arvind yang juga melihat ke arahnya. Bertatapan selama 3 detik, bagi Reina itu sangatlah berharga. Reina baru tersadar ketika tangannya mendadak sakit karena tergores panjang oleh paku yang ada di tangga kayu tadi. Sikunya berdarah.

FreundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang