Sembilan

45 8 3
                                    

Arvind terdiam sejenak. Taman kampus itu lengang. Menyisakan kepakan sayap beberapa merpati mencari biji bijian.
ITC nama yang tak asing bagi Arvind. Memang sudah lama tak ada kabar mengenai perusahaan tersebut. Karena perusahaan itu semakin hari kian berkembang pesat. Media media mulai bosan  meliput hal itu.

Arvind mengeluarkan buku yang ia selipkan dibalik jaket tebalnya. Buku yang tipis. Arvind membuka lembarannya. Tersisa 3 bab lagi. Namun Arvind menutup kembali buku tersebut. Ia yakin bab selanjutnya yang ditulis Alma adalah tentang hari harinya di Jerman. Arvind baru sadar dia sudah merusak privasi seseorang. Itu sebuah kesalahan. Ia berjanji selepas Alma kuliah ia akan mengembalikan nya.

Ketika hendak memasukkan kembali ke dalam jaketnya, sebuah kertas tampak terselip di balik buku itu. Arvind mengambil kertas kecil itu.

Arvind membelalak kaget. Sebuah alamat tertera di kertas tersebut. Sama dengan alamat yang Arvind pegang saat di jembatan.

Arvind melirik jam sebentar. Alma selesai kuliah masih lama. Arvind memutuskan pergi ke apartemen Alma untuk mengembalikan diary. Tak mungkin Arvind langsung memberikannya kepada Alma. Bisa bisa Alma merasa privasinya terganggu.

Sesampainya di apartemen, Arvind berdiri sambil melihat keadaan sekitar. Ia tak ingin menjadi seperti orang yang mencurigakan. Dengan gerakan cepat Arvind menyelipkan buku tipis itu ke ruang dibawah pintunya. Lega.
Arvind tak habis pikir bagaimana jika pintu apartemen Alma didorong ke samping.

Arvind langsung keluar dari sana. Arvind meraih ponselnya. Ia tak ingin membuang waktu lagi. Ia harus menemukan orang yang dimaksud pada alamat itu.

Setelah mengumpulkan informasi mengenai rute bus pagi itu, Arvind langsung menaiki bus yang membawanya ke tujuan. Arvind mengirim pesan kepada Alma bahwa ia tidak menunggunya di kampus, dengan alasan sedang menyusuri kota Heidelberg.

***
Bus itu berhenti tepat di halte tujuannya. Tak terlalu jauh dari apartemen. Sebenarnya bisa ditempuh dengan jalan kaki namun akan sedikit lama.

Arvind berjalan menuju kantor yang besar tersebut. Dapat ditebak kantor itu memilik 11 lantai. Arvind melangkah masuk ke lobi dan langsung masuk ke lift dan menekan tombol lantai paling atas.
Tak ada yang curiga dengan kedatangan Arvind. Karena disana banyak karyawan yang wajahnya tak dapat dihafal satu persatu. Security nya pun sedang asik berbicara dengan rekannya.
Arvind memandangi ponselnya sekali lagi. Sesuai dengan arahan di alamat tersebut.

Arvind melangkah keluar. Kali ini lantai tersebut lebih lenggang. Hanya beberapa orang melintas disana. Arvind mengedarkan pandangannya.
Ya! Ruangan itu yang menjadi tujuan Arvind datang ke kantor ini. Sesuai dengan alamatnya. Arvind melangkah menuju salah satu perempuan yang berjaga disana. Tampaknya seorang sekretaris.

"Ada yang bisa saya bantu?" Tanya perempuan itu ramah dengan menggunakan bahasa Jerman.

"Eh,maaf saya tidak mengerti bahasa Jerman" Arvind berbicara fasih menggunakan bahasa Inggris.

"Oh,maaf. Ada yang bisa saya bantu" kali ini perempuan itu menggunakan bahasa Inggris walaupun tak sefasih Arvind.

"Saya ingin bertemu  dengan bos anda" ucap Arvind.

"Sudah memiliki janji dengannya?" Perempuan itu mulai memeriksa layar tanya da di depannya.

"Saya temannya. Nama saya Arvind"  jawab Arvind.

Perempuan itu memandangi Arvind.
"Kenapa anda baru kesini? Bos sudah jauh jauh hari menunggu anda"   Ujar perempuan tersebut kaget.

Arvind menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Silahkan masuk" ucap perempuan itu ramah. Arvind langsung memasuki ruangan yang luas itu. Desain nya yang menarik ditambah dengan lukisan lukisan bernilai tinggi membuat Arvind takjub. Tak dapat dipercaya.
Reina, teman nya semasa SMA yang pernah memeluknya saat di UKS itu ternyata sekarang memiliki perusahaan yang berkembang di Jerman. Ia sekarang sudah menjadi seorang pengusaha muda. Melanjutkan udah kedua orang tuanya, ia menjadi orang terpercaya melanjutkan bisnis ini di keluarganya. Berbekal belajarnya di Amerika di univ ternama, jurusan manajemen bisnis.  Reina memimpin cabang  yang ada di Jerman. Dan mungkin tak lama lagi jabatan CEO berpindah ke tangannya,mengingat usia ayahnya yang tak lagi muda.

FreundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang