"Lu harus nemenin Gue! Gue mau nembak dia! Pokoknya jangan telat! Jam 7", ucap Deni sambil tertawa kepada Luki dari balik telepon, disusul dengan ibu jari Deni yang mematikan panggilan itu. Deni pun segera mengambil handuk dan bergegas kekamar mandi. Dia sangat bersemangat serupa pagi yang cerah di awal Agustus itu.
"AYO DENI!!! LU PASTI BISA!!!".
Tomang pagi ini masih seperti pagi - pagi yang lain. Terdengar anak kecil berlari - larian , disusul dengan suara ibu - ibu yang bergosip digrobak tukang sayur. Motor berjalan perlahan di gang yang hanya pas bisa dilalui dua motor. Pemukiman padat itu tak pernah absen memberikan kesan pengap. Namun semua orang selalu tersenyum dikala ada yang melintas di area itu. Rumah Deni berada tepat dipinggir jalan utama. Sederhana adalah kata yang tepat untuk menggambarkan tempat tinggalnya dengan lantai yang semua bagiannya menggunakan keramik putih.
Deni keluar dari rumahnya dengan pakaian yang rapi. Sekali lagi diperiksa aroma tubuhnya yang baru saja telah disemprot banyak sekali minyak wangi. Sambil tersenyum dia mulai berjalan menuju Bundaran Tomang.
***
Deni, seorang Teknisi disebuah Rumah Sakit. Pria tinggi berbadan kurus dengan kulit sawo matang itu selalu menjalankan tugasnya dengan riang. Dia sangat menikmati pekerjaannya itu.
Di Rumah Sakit itu pula Luki bekerja. Berbeda dengan Deni, teman dekat Deni semenjak SMP ini bekerja sebagai perawat. Luki adalah pria tampan dan keren, berkulit putih dan pendiam namun murah senyum. Teman yang pas dan saling melengkapi : si berisik dan si pendiam. Walau berbeda pekerjaan, disetiap waktu istirahat mereka selalu bersama.
Siang itu Deni berlari ke Taman Belakang RS tempat biasa dia dan Luki menghabiskan makan siang. Dilihatnya Luki sedang duduk di kursi besi panjang didepan meja taman. Deni pun duduk disamping Luki sambil terengah - engah. Luki memperlihatkan wajahnya penasarannya disusul dengan alisnya yang mengangkat tinggi. "Ki, lu tahu perawat baru dilantai dua gak? Astaga . . . cantik banget kiiiiiii!", dengan terengah Deni terus bicara tentang wanita itu. Seorang perawat baru di lantai dua dengan tubuh ramping terbungkus dengan hijabnya. Senyum di bibir tipisnya sanggup membuat siapapun berhenti sejenak. "Sina", celetuk Luki diiringi dengan tanda setuju dari Deni.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dan Kemudian . . .
FantasyKarena cinta yang akan dia ungkapkan membawa semua pada kesimpulan . . .