Sebuah Jarum dan Hati

26 3 0
                                    


Deni yang resah, coba melihat – lihat kembali HPnya. Waktu menunjukkan pukul 11.30 namun cuaca terasa seperti Jakarta dipagi hari."Disini enak ya! Ah, bro, gue deg – degan nih. Kalo gue ditolak gimana? Entar kejadiannya kaya jaman gue SMA dulu lagi! Tapi tenang. Gue akan terus berusaha untuk membahagiakan Sina. Cie ileee", ujar Deni kepada Luki. Luki tersenyum, kemudian bergumam,

"mmmmm . . . . "

"Kenapa lu? Laper?", sela Deni sambil mengejek Luki.

" mmmm gue . . . . ", ucap Luki perlahan, namun segera terpotong oleh kata – kata Deni.

"eh, bro, itu rumah pagar hijau".

Rumah itu terlihat ramai dengan banyaknya mobil dan motor yang terbaris rapi. Didepan pagar rumah tersebut, terpasang sebuah bendera, berwarna kuning. Deni semakin terheran dan mempercepat langkahnya hingga membuat Luki tertinggal. Dia masuk perlahan. Disana banyak orang berbaju hitam dan terlihat muram. Deni memperhatikan disekitarnya dan dia tercengang melihat Kakak Luki duduk disana. Kakak Luki pun melihat Deni dan kemudian menghampirinya.

"Den, masuk yuk", ajak kakak Luki.

Deni mengikuti kakak Luki dan berjalan perlaham sambil bertanya – tanya.

'Siapa yang meninggal?'

'kok ada Kakaknya Luki?'

Deni mengucap salam perlahan. Matanya terpincing dan detak jantungnya mulai berdebar lebih cepat. Didepannya terlihat dua sosok terbungkus kain kafan. Seorang Pria dan seorang wanita. Badan Deni gemetar hebat tanda guncang yang teramat. Logikanya menolak apa yang dilihat oleh matanya sendiri. Disamping mayat itu, dilihatlah seorang ibu berwajah sebam dengan mata yang memerah. Ibu itu melihat Deni, dan kemudian diajaknya Deni keruang tengah.

"Den, maafin Luki ya kalau selama ini punya salah sama kamu. Maafin Luki ya den"

Dan Kemudian . . .Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang