***
"Lah, udah disini aja lu!", sapa Deni sambil melihat Luki yang duduk di halte. Seperti biasa, Luki memperlihatkan wajahnya yang cool sambil sedikit mengangkat sebelah alis seolah berkata 'lama banget lu'. "Maaf yak, kelamaan Gue dikamar mandi", alasan Deni meluncur sembari duduk disamping Luki. Wajah Luki yang semula sebal seketika berubah menjadi curiga sambil mengangguk. "Wah mulai konslet nih kepalanya! Gue Cuma gak mau jelek didepan calon mertua. Hehehehe", sanggah Deni diiringi tawa Luki.
"Ngomong – ngomong, lu kemana aja? Lama gak keliatan", tanya Deni sambil menggeser posisi tubuhnya kearah Luki. Luki menoleh, kemudian mengangkat bahu sambil meledek Deni disusul tawa kecilnya."Sina?", tanya Luki sambil melihat jalan Protokol Tomang.
"Ya, dia. Entah kenapa gak ada pilihan lain kecuali Gue ungkapin perasaan ini. Penuh ni dada. Di RS juga Gue kaya gak punya kesempatan buat ngomong. Kekostannya juga gak berani gue. Mending langsung ngomong aja kerumah orang tuanya".
Deni membuka Hand Phonenya kemudian menunjukkan sebuah alamat yang bertuliskan area Bogor. "Keren kan Gue? Tinggal sedikit kasih martabak buat Mbak Tita di Bagian Kepegawaian, beres!", ucap Deni disusul tawa mereka berdua.
Halte mulai ramai. Deni masih asik bicara. Namun Deni pun sadar bahwa mereka diperhatikan oleh orang – orang disekitar mereka."Eh, bagi dikit dong ganteng lu! Dari tadi diliatin mbak yang disono mulu tuh", bisik Deni sambil terkekeh ditelinga Luki.
Luki hanya tersenyum seperti biasa menambah sebal Deni dengan memukul pelan lengan Luki. "Orang ganteng mah bebas!"
Sambil menunggu bus, Deni meneruskan curahan hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dan Kemudian . . .
FantasyKarena cinta yang akan dia ungkapkan membawa semua pada kesimpulan . . .