Tanda Yang Dalam

26 3 0
                                    

***

Begitulah Deni. Pria yang tak pernah beruntung urusan asmara, hari ini akan mengungkapkan isi hatinya ke Sina.

'Lu selalu nemenin gue kemana – mana. Gue beruntung punya sahabat kaya lu', ucap Deni dalam hati sambil melihat Luki yang masih berdiri dengan wajah suntuk.

Jam di daskboard depan menunjukkan pukul 10.30. Bus mulai keluar dari tol Jagorawi dan tak lama mulai banyak penumpang yang turun.

"Yuk", ajak Deni sambil berjalan turun dari Bus.

Kemudian Deni bertanya kepada pedagang asongan tentang alamat yang dicari mereka. Pedagang itu mengatakan kepada Deni untuk naik angkutan berwarna hijau didepan lampu merah.

"Terima kasih ya pak. Yuk jalan Bro!", ajak Deni kepada Luki yang langsung mengikutinya disusul dengan wajah yang bertanya – tanya dari pedagang asongan tadi.

Setelah berjalan sebentar, mereka melihat angkot yang dimaksudkan oleh pedagang asongan tadi. Deni bertanya kepada supir tentang alamat yang dimaksud dan mereka pun diminta naik. Angkot tersebut hanya berisi seorang ibu dilengkapi dengan keranjang belanjaannya dan seorang pedagang tahu dengan panggulannya. Mobil berjalan perlahan sembari supir meneriaki penumpang : barang kali ada.

Semakin dekat dengan rumah Sina, semakin bertambah teganglah Deni. Luki yang sadar dan melihat kesah temannya itu menepuk pundak Deni dilengkapi dengan senyum.

"Makasih bro", ucap Deni diikuti dengan helaan nafas yang panjang.

'Tapi bagaimana kalau gue ditolak? Bagaimana kalau ternyata Sina gak suka sama gue?', pertanyaan itu terus berputar – putar di benak Deni.

'Lu pasti bisa Den! Pasti!',ujar Deni meyakinkan dirinya.

Mobil terus berjalan. Pohon – pohon rindang berjejer di kiri kanan jalan. Udara yang sejuk dan suhu yang lebih dingin dari Jakarta.

'Indah dan sejuk. . . Seperti Sina', ucap Deni dalam hati sambil tersenyum sendiri.

Luki yang melihat Deni mengangkat sebelah alisnya sambil memasang wajah mengejek khasnya : menyebalkan dan tetap tampan.

Tak lama, mobil melambat dan supir memanggil mereka,"A, udah sampai nih". Mereka turun perlahan, kemudian Deni bertanya ongkos angkot tersebut.

"Tujuh ribu A", kata supir tadi.

Deni mengeluarkan uang dua puluh ribuan dan kemudian diberikan kembaliannya oleh supir tersebut. Deni langsung memasukkan uang kembaliannya kekantong celana sebelah kanan.

Kemudian Deni memperhatikan sekeliling. Entah kenapa, pada jalan raya disana terdapat sedikit gundukan tanah. Tapi Deni mengabaikannya. Kemudian dia melihat kumpulan pemuda sedang bermain catur, dan Deni menghampiri mereka.

"Bro, tahu alamat ini gak?", disodorkannya alamat yang sedang Deni cari.

"Jalan depan, Aa masuk. Lurus terus, nanti ada rumah pagar kayu cat hijau disebelah kanan A", balas salah satu pemuda tersebut.

Sambil mengucapkan terima kasih, Deni dan Luki mulai melanjutkan perjalanannya. Para pemuda tadi melihat dengan wajah muram.

"Kasihan ya", celetuk salah satu pemuda tadi. "ah udah kita lanjut", timpal pemuda lainnya.

Dan Kemudian . . .Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang