***
"Gue Deni", sapanya sembari menjulurkan tangan. "Luki", sambutnya dengan menyalamkan tangannya ke tangan Deni. Selama bersekolah di SMP, mereka selalu duduk bersebelahan. Luki yang pendiam dan Deni yang berisik menjadi paduan yang sempurna. Mereka pun saling menutupi kekurangan satu sama lain. Seperti Luki yang jago bermain musik dan Deni yang bisa bernyanyi. Luki yang menyiapkan bahan Presentasi dan Deni yang mempresentasikan. Luki yang menulis, Deni yang berbicara. Hingga Luki yang selalu di kejar – kejar fans dan Deni hanya . . . . memperhatikan dari jauh. Ah, bagian ini, Deni tidak pernah seberuntung Luki.
Semua terjadi seperti itu sampai mereka beranjak ke SMA.
'Enaknya jadi Luki', keluh Deni didalam hati.
Setiap hari, ada saja wanita yang memberikan makanan kepada Luki. Dari bekal makan siang, cokelat, permen, dan masih banyak lagi. Tentu semua itu tidak dimakan Luki seorang karena perut Deni lah yang sudah mengincar makanan itu terlebih dahulu.
Namun Deni bukannya tidak punya kisahnya sendiri. Pernah suatu ketika, Deni menyukai seorang wanita. Awalnya wanita itu menghindar, namun lama kelamaan komunikasi mereka menjadi intens. Hingga suatu waktu, Deni berhasil mengajak wanita itu menonton di Bioskop. Disepanjang jalan, Wanita tersebut menanyakan semua hal tentang Luki. Bahkan selepas mereka nonton pun, wanita itu masih berupaya untuk bertanya.
"Makan yuk", ajak Deni sambil mengalihkan pembicaraan.
Merekapun berjalan ke food court. Hingga sampai mereka dudukpun, wanita itu dengan perlahan membuat pengakuan.
"Gue tuh sebenernya suka sama temen lu Den, makanya gue mau diajak jalan sama lu. Gue minta tolong dong, comblangin gue yak. Please!", ucap wanita tersebut.
Mata Deni terbelalak. Rasanya, setiap warna yang bisa dia lihat berubah menjadi hitam putih. Deni mendengar setiap kata yang meluncur dari bibir wanita tersebut seperti jarum bagi telinganya. Seketika waktu terasa berhenti dan semakin dingin.
"Den . . . Deni . . ."
sapaan wanita itu memecah muram Deni.
"Ah, maaf, gue lupa disuruh ibu gue jemput adek. Maaf gue duluan ya."
Alasan Deni yang pastinya dibuat – buat itu berhasil menguatkan tekatnya untuk mengabaikan sementara kemuraman tempat itu. Dan sambil melangkah menuju pintu keluar dengan hati yang tidak karuan, suara itu terdengar lagi.
"Deni", panggil wanita tersebut.
'Kenapa dia manggil gue lagi sih? Gak sadar apa kalo gue suka sama dia? Atau, mungkin dia sadar dan mau minta maaf', harap Deni sembari berusaha menghadapkan wajahnya kearah wanita tersebut.
"Makanannya udah dibayar kan?", ucap wanita itu dengan wajah berharap.
"Sial".
KAMU SEDANG MEMBACA
Dan Kemudian . . .
FantasyKarena cinta yang akan dia ungkapkan membawa semua pada kesimpulan . . .