Chapter 2

30 11 0
                                    

<Cuplikan episode sebelumnya>

"Gadis di Kamar Mandi Sekolah"

Nama : Siti Alwiyah
Umur : Sekitaran dua puluh tahun
Meninggal karena : Tidak sengaja terjatuh dan cedera kepala berat
Alasan dia menetap : Cincin pernikahannya terjatuh di sela pojok toilet

"C L E A R"

Membaca satu-persatu tugas yang sudah ia selesaikan dan menarik lembaran kertas baru. Menuliskan beberapa kata di dalamnya, menancapkannya.

"Gadis di belakang bahu laki-laki"

"I'll got you!" gumam Eca penuh rasa penasaran.

(2 : Apa?)

"AA SETYAAA!! BAJUNYA NDAK BISA DIKANCING!"

Lelaki itu membenarkan kacamatanya, bersimpuh untuk menyamakan tinggi dengan bocah laki-laki di hadapannya.

"Makanya jangan kebanyakan nyolong telor," ledeknya ketika berusaha untuk mengancingi seragam bocah yang kekecilan di bagian perut. "Mbul dasar!"

"AA SETYA IH, SI TIARA MAMNYA TUMPAH!"

Setya menarik nafas, menarik sudut bibirnya sebelum ia menatap ke sumber suara.

"Tiaraa, kenapa bisa tumpah hmm?" tanyanya lembut, kemudian menghampiri gadis yang belepotan bubur di bajunya.

Membasuhnya dengan tisu basah yang diletakkan di meja.

"Kalian tuh harus mandiri, jangan bergantung sama Aa terus.." nasehat seorang wanita yang sibuk dengan baju-baju kotor di keranjang. "Kalo nggak ada Aa gimana nantinya?"

"Aaahh Bundaa.. mau sama Aa terus, Ara sayang Aa Seset," rengek Tiara. "Masa Aa pergi juga ninggalin aku kayak Kak Dinda.."

Deg!

Setya tersentak, seketika airmatanya menetes. Segera laki-laki itu menghapusnya.

"Aa disini dong sama kalian, Aa nggak akan pergi!" serunya riang.

Bocah-bocah itu tersenyum, memeluk leher Setya erat.

"Aa aku sekolah dulu ya? Dadahh Aa!"

"Dadaahh Aa."

"Aa nanti main kartu UNO ya sama aku jangan lupa!"

"Aa aku mau mbemnm."

Setya tertawa. "Sekolah dulu kaliann sanaa hushh."

Anak-Anak itu perlahan meninggalkan ruang utama panti. Sebuah tangan mengusap bahu Setya.

"Eh? Bunda Minah?"

"Kamu nggak sekolah?"

Setya tersenyum. "Sekolah dong, Setya siap-siap dulu ya."

***

Namanya Setya Pamungkas. Pemuda yang tak terlalu tampan namun tergolong dengan tampang menjual di kelasnya. Sebenarnya Setya merupakan anak yang tak terlalu populer. Hingga temannya membuat ia harus menerima gelar itu dan hidup sebagai siswa yang menggetarkan sekolah akan ketenarannya. Ntah ia harus berpikir itu merupakan suatu keuntungan yang dibanggakan atau kemalangan yang tiada henti datang ke hidupnya.

"Set! Set! Setaan!"

Setya memutar kedua bola matanya malas dan menggeram kesal. Ia kenal suara itu. Siapa lagi yang memanggilnya "Setan" kalau bukan temannya, Aji.

"Sekali lagi manggil gue Setan, ga gue kasih contekan lu."

Aji menyengir menunjukan v-sign dengan jari telunjuk dan jari tengahnya. "Peace... Hehe. Lagian lu sih, tuli amat. Gue kan manggil lo dari gerbang sekolah." ucapnya membela diri.

Ya, Setya sedang berjalan menuju kantin sambil bergumul dengan pikirannya sendiri. Akhir-akhir ini banyak yang mengganggu pikirannya. Tidak. Ini bukanlah tentang pelajaran sekolah. Atau para teman teman perempuannya yang selalu mengejar dan mengganggu hari-harinya. Ini masalah lain.

Hingga Aji memanggil dan membuyarkan pikirannya.

Kini mereka berjalan bersama menuju kantin dengan Aji yang terus mengoceh dan Setya yang diam, memikirkan kejanggalan-kejanggalan yang telah ia alami.

"Hai, Setya..." sapa segerombolan siswi centil di tengah perjalanan mereka menuju kantin.

"Oh iya. Hei." balas Setya kikuk, setengah terkejut.

Jika saja Aji tidak menyenggolnya, mungkin ia masih sibuk dengan pikirannya dan mengacuhkan sapa-an mereka.

"Lu kenapa dah, setiap hari diem terus, biasanya paling berisik," celetuk Aji.

Tiba-tiba Setya menatap Aji dengan mata membuat laki laki itu menaikan salah satu alisnya.

"Ji, sebentar lagi umur gua 17 tahun, nggak mungkin gua tetap di panti, kan? Gila aja gua numpang makan, tidur, berak disana padahal udah bangkotan."

"Ah, yaudah lu sama gua ae, gua ada kamar kok, lagian lantai gua juga bersih," ujar Aji seraya terkekeh.

"Maksud lu? Gua tidur di lantai gitu? Lu mau nolongin apa ngajak gua gelud?"

"Aku nggak ada maksud gitu sayang, tolong dengerin aku dulu." Aji memegangi tangan Setya, menatap mata laki-laki itu pekat.

Setya menepisnya. "Nggak bisa sayang, aku capekk aku capekkk!"

"Dengerin aku du-"

Bletuk!

"Njir sakit," lirih Aji seraya mengusap kepalanya yang dipukul botol minuman. "Aldi nih pasti."

Bletak!

"Sakit." Setya menggerutu.

Aldi menghela nafasnya, merangkul kedua sahabatnya. "Dua tahun ngejomblo, bukan berarti lo berdua harus homoan."

Setya mendatar, melihat Aldi yang sudah berjalan menjauh dari dirinya dan Aji.

"Yok, jajan," ajak Aldi dengan nada santai.

Sementara Aji hanya bisa tertawa sambil mengelus kepalanya yang malang.

"Yang duluan sampe kantin ditraktir nasi bakar Teh Nininggg!" Setya melesat semakin kencang.

"Woy, lu nyuri start anjir ah!"

"Hah, hah, hah, gue, menang huh huh huftt," Setya merasa kelelahan namun kebanggaan menyelimutinya.

"EH, LU MAH NYURI START AH GA ADILLL!!" Aji loncat loncat seperti anak kecil. Tidak terima kalau ia harus meneraktir Setya.

Setya terdiam, kata-kata itu adalah kata-kata yang sering gadis itu katakan padanya. Kamu mah curang nggak adil seraya menghentakkan kaki ke tanah.

"Ji, apa jangan-jangan lu reinkarnasi dari dia." Setya mengusap pipi Aji.

Segera Aji menampar pipi Setya sekuat tenaga. Merespon apa yang dilakukan Aji, Setya berkata. "Kayaknya gua salah soal reinkarnasi tadi."

"Cari meja."

Aji menilik meja di tengah kantin. "Gua yang pesen, lu yang tunggu disana."

"Oke."

Setya mengangguk, sebenarnya ia mencari-cari Aldi. Namun entah kemana laki-laki kurang ajar itu pergi.

Setya terduduk sendirian, mengetuk-ngetukkan jarinya ke meja. Matanya mengedar ke sekeliling kantin. Kemudian terhenti pada gadis yang memperhatikannya dengan tajam.

Setya berpura-pura tidak sadar, gadis yang ada di meja paling pojok itu menatapnya terang-terangan. Sesekali Setya melirik, nyatanya pandang itu tetap buatnya.

Merasa risih, ia pun bangkit dari tempat duduknya.

Sekali lagi ia menoleh, dan gadis itu masih mengikuti kemana ia berjalan dengan kedua netranya.

Kenapa sih dia liatin gua? Apa di gigi gua ada cabe?

FluchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang