01 - AWAL PERTEMUAN

22.5K 1.4K 85
                                        

01 – AWAL PERTEMUAN

Cinta memang kamu, adalah kamu yang menyingkirkan segala ragu. Kemudian tetap memilihmu.

▫️▫️▫️

SETIAP ORANG punya rasa bahagianya masing-masing. Entah kapan ia bisa mendapatkan rasa itu. Tergantung waktu, kapan dia bisa mendatangkannya. Tidak peduli seberapa besar rasa sakit yang akan dihadapi. Kalau waktu berputar menghakimi, maka semua bisa untuk terlewati. Kesederhanaan sebuah rasa memiliki banyak makna. Kapan dia akan datang menghampiri. Jangan takut untuk berjuang, tidak ada kata lelah dalam menghadapi segalanya. Karena hidup tidak hanya berporos pada satu arah. Layaknya selembar kertas putih kosong yang masih membutuhkan tinta hitam, agar terlihat bagaimana isinya bisa berguna. 

Begitu pun dengan hidup dan cinta. Tanpa adanya masalah, arah ke depan enggan untuk memperlihatkan sisinya.
Setelah melewati masa-masa sulit selama ini—yang selalu menghantui ia dengan segala rasa bersalah, karena selalu membuat orang-orang yang dikasihinya larut dalam kesedihan, Shanata Levi Azzura belajar banyak hal. Bahwa tidak selamanya keadaan sulit akan selalu Tuhan berikan. Akan ada kebahagiaan yang datang, jika kata menyerah itu dihilangkan. Levi selalu percaya dengan kalimat ini, jalan menuju kebahagiaan itu memang berat. Meskipun begitu, menyerah bukanlah pilihan.

Levi memperhatikan dirinya pada kaca berukuran sebadan. Rok tanpa motif berwarna maroon dan jas sebagai atasan, dengan logo kebanggaan DES International High School—menjadi pakaiannya saat ini. Ukiran senyum pun mulai tercetak dari bibir cantiknya.

Matanya memandang ke tempat tidur. Senyum Levi semakin mengembang kala melihat ada tas ransel berwarna cokelat muda—lengkap dengan buku yang sudah berjejer rapi di atasnya. Levi mengambil salah satu buku tulis yang telah terbalut dengan pembungkus khusus berwarna maroon dengan logo DES.

Dari luar terdengar bunyi ketukan pintu. “Masuk, Ma.” Levi yakin itu pasti Raina—sang mama.

“Udah siap semuanya, Sayang?” tanya Raina sembari meletakkan susu putih yang dibawanya di atas nakas.

Levi tersenyum, berjalan mengambil susu putih yang dibawa Raina. “Udah, Ma.”

Raina mulai mendekat ke arah Levi. Mengusap lembut kepala putri kesayangan satu-satunya itu. Raina menatap lekat-lekat putrinya yang saat ini sedang minum susu.

“Udah dong, Ma, lihatinnya. Vi jadi malu, nih....” tutur Levi sembari membersihkan bekas susu yang ada pada bibirnya menggunakan tisu.

“Mama masih nggak nyangka aja, kalau kamu bakal pakai seragam sekolah kayak gini.”

Levi meletakkan gelas susu yang baru diminumnya di atas nakas, lalu beralih menatap sang ibu dengan teduh. “Vi juga nggak nyangka, kalau sekarang Vi bisa sekolah formal dan pakai seragam sekolah kayak gini. Apa yang terjadi sama Vi sekarang, ini semua berkat Mama dan Papa.”

Kedua mata Raina mulai berkaca-kaca. Melihat itu dengan segera Levi mengusap lembut bawah mata Raina, sebelum air dari kedua mata sang ibu jatuh membasahi wajah. “Harusnya sekarang Mama, kan, senang. Kenapa malah jadi nangis kayak gini? Vi nggak suka lihat Mama nangis.”

Raina tersenyum kecil. “Ini tangis bahagia, Sayang.” Wanita itu mengusap bekas air matanya yang masih menggenang. “Yaudah, mending sekarang kamu berangkat sebelum terlambat. Masa di hari pertama masuk sekolah udah terlambat.”

D E T A KTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang