Part 5

376 26 2
                                    

Ara mencoba menelpon Jidan yang ke tujuh kalinya, ia khawatir mengapa sudah jam sepuluh malam Jidan belum pulang.

Ara sudah bertanya kepada Luna, Luna menjawab tidak tahu. Jidan hanya berpamitan pergi ada urusan.

Ara pun segera mengambil sweater hitam dan berlari menuju garasi.
"Mau kemana Ra?". Suara Papahnya membuat ia menoleh dan tersenyum sekilas.

"Ara mau keluar sebentar yah Pah?, plis Ara mau ke rumah Sasa, ambil tugas yang ketinggalan". Mohon Ara.

"Ya sudah, jangan lama-lama". Akhirnya Papahnya mengijinkan.

Ara segera menyalakan mobilnya, tetapi baru saja ingin memundurkan ia teringat sesuatu. Ia belum menghubungi teman-teman Jidan.

Ara menepuk keningnya.
"Bodoh banget anjir". Umpatnya.

"Halo Ra, kenapa?". Tanya Rio di sebelah sana.

"Em- lo sama Jidan ga?". Tanya Ara.

"Loh gue aja di rumah, mungkin kumpul sama temen-temennya kali. Coba aja hubungin yang lain Ra". Saran Rio

"Oke deh thanks". Ara menutup telpon secara sepihak.

"Halo Dimas?".

"Iya Ra, ape?".

"Lagi sama Jidan ga?".

"Oh ada ko di dalam, gue lagi kumpul sama anak-anak sekolah ni".

"DIMANA TEMPATNYA?!". Bentak Ara.

"Buset santai atuh neng, di cafe deket sekolah" . Setelah itu Ara menutup ponselnya dan langsung melajukan mobilnya menuju tempat yang di ucapkan Dimas tadi.

Ia sudah sampai di cafe yang di katakan Dimas, lumayan jauh dari rumahnya. Bisa di katakan memakan waktu dua puluh menit.

"DIMAS!, MANA JIDAN?". Tanya Ara kepada Dimas yang sedang berada di luar cafe, membuat teman-temannya menatap ke arahnya.

"Di dalam Ra". Jawab Dimas dengan menghembuskan asap rokok nya.

Ara memasuki dalam cafe, ia mengedarkan pandangannya..

Deg

Ia melihat Jidan bersama teman-temannya, tetapi di sampingnya terdapat Cewe yang sedang di rangkul oleh Jidan.

Setahu Ara walaupun Jidan suka ngebaperin Cewe, Jidan tidak pernah mengumbar kemesraan.

Di tatapnya Jidan sedang tertawa bersama Cewe itu, ia tidak mengenal siapa Cewe itu. Matanya memanas seakan menahan air yang akan keluar. Ia pun segera berlari keluar cafe untuk pulang.

"Ra!, Ra. Lo mau kemana?". Tanya Dimas.

"Pulang". Sahut Ara tanpa menoleh.

"Ga ketemu Jidan?".

"Ga". Ara memasuki mobil nya kemudian melaju kencang menuju rumah, ia butuh samsak.

"GUE KHAWATIRIN LO SETENGAH MATI!, DENGAN ENAKNYA LO MALAH MESRA-MESRAAN SAMA CEWE LAIN!". Maki Ara di dalam mobil.

"ARGH". Emosinya memukul stir mobil.

Ara sampai di rumahnya, ia langsung menuju kamarnya.

Ara memukul bantal tidurnya dengan kencang, ia tak mau memukul samsak karena bisa mengganggu orang di rumah ini.

"Ih bego banget gue nangis, Jidan kampret malah di tangisin". Rutuknya, untung dia hanya menangis sebentar.

Ia melanjutkan memukul bantalnya dengan emosi, tak lupa menyumpah-serapahi Jidan.

....

"ARA!, LAMA BANGET SIH LO!". Kesal Jidan yang sudah menunggu Ara di depan rumahnya.

"BARU JUGA DATENG MASA UDA LAMA, SINTING!". Sinis Ara.

"Eh kalian ini, udah teriak-teriakkan aja masi pagi juga". Vina tiba-tiba menghampiri mereka berdua.

"Kalian sarapan dulu yu, Jidan udah sarapan belum?". Tanya Vina lembut.

"Boleh tante, Jidan juga belum sarapan". Sementara Ara memutar bola mata kesal.

"Mah kita duluan ya, Jidan mah ga makan setahun juga ga mati jangan khawatir". Ara langsung menggeret Jidan secara paksa ke arah mobil.

"Eh Ara!, gaboleh gitu!". Peringat Vina.

"BIARIN MAH!". Ucap Ara.

"Ra!, gue kan pengen sarapan buatannya Mamah". Keluh Jidan.

"Ga, ga ada ga ada".

Jidan melajukan mobilnya menuju SMA Adupati atau lebih di kenal sebutan Dupat. Sekolah yang lumayan terfavorit di kota Jakarta ini.

Di tengah perjalanan hanya keheningan melanda mereka, Ara berpikir kejadian semalam, apakah Jidan tidak bertanya kah atau..

"Ra, semalam lo ke cafe?". Tanya Jidan sambil menoleh sekilas ke arah Ara.

Panjang umur dah lo, batin Ara.

"Kenapa?". To the point Ara.

"Ko ga panggil gue atau nyamperin?". Tanya Jidan.

"Ha?— em— itu, gu-gue ada apa tuh urusan tiba-tiba". Alibinya.

"Boong, pasti karna lo ga punya duit buat beli makanan di sana kan!?". Ledek Jidan.

Ara yang mendengarnya hanya bernafas lega setidaknya Jidan tidak mengira kalau Ara cemburu, ia pun memukul tangan Jidan dengan kesal.

"Sori deh buat lo khawatir".

"Yaela santai aje kali". Jidan pun mengacak-acak rambut Ara.

"Nih". Ara menyodorkan kotak makan, ketika mereka sampai di parkiran sekolah.

"Serius buat gue?!". Tanya Jidan memastikan.

"Kalo ga mau yaudah". Ana baru saa ingin memasukkan kotak bekal nya kedalam tas, namun di cekal oleh tangan Jidan.

"Yah jangan dong, baper banget sih lo". Jidan langsung dengan cepat mengambil kotak makan itu.

"Lagian sih lo menye-menye". Cibir Ara.

"Dah ah gue cabut". Pamit Ara kemudian keluar mobil menuju kelasnya.

"WOI BILANG MAKASIH KEK!". Teriak Jidan.

"MAKASI ANAK SETAN!". Ucap Ara dengan penekanan.





Hai gimana next ga?
Jangan lupa vote dan komen!
Ig
@anandaaaarw
@wul.a.n
Jangan lupa di follow!

AldaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang