"ARA". Panggilan yang berasal dari lantai bawah membuat Ara berlari menghampirinya.
"Mana stik PS gue?". Tagih Ara dengan tangan yang meminta sesuatu.
"Stik PS Bapak lo! Ban mobil gue mana!". Bentak Jidan.
"Hah ban mobil?". Ara tertawa kenceng seolah-olah bukan ia yang mengumpati nya.
"Balikin ban mobil gue anjir".
"Balikin ban mobil lo? Hah? Tidak semudah itu ferguso stik PS gue dulu ganti!".
"Stik PS lo bakal gue ganti tapi sebelum itu balikin ban mobil gue".
"Oke, besok aja ya mager gue". Ara pun beranjak pergi menuju dapur di ikuti Jidan di belakangnya.
"Eh Ra, Mamah mana ko sepi banget si ini". Biasanya Jidan melihat Mamah Ara sedang menonton TV bersama Papah Ara.
"Lagi keluar kota selama tiga hari sama Papah". Jawabnya.
"Ga usah numpang makan, lo busung". Lanjut Ara menatap tajam Jidan.
"Ye lagian di rumah Bunda gue masak ko, yang ada lo jangan numpang makan di rumah gue. Gue cabut bye".
"Eh, eh Jidan kampret!". Yang di panggil hanya berlari menuju rumah nya tanpa memperdulikan panggilan Ara.
Ara mengikuti Jidan memasuki rumahnya.
"Assalamualaikum Bundaaaa". Teriak Ara sambil memeluk Bunda Jidan."Waalaikum salam cantik, Bunda udah masak yu makan bareng". Ajak Luna, Bunda Jidan.
"Eh Bun, dia ga boleh makan di sini". Mata Jidan memicing menatap Ara.
"Apaan sih lo, kata Bunda boleh si". Angkuh Ara lalu mengambil duduk sebelah Jidan.
"Eh udah kalian ini berantem terus". Tegur Andri, Papah Jidan.
Merekapun makan dengan tenang, atau lebih tepatnya kedua orang tua Jidan karena Jidan dan Ara sibuk berdebat dan memperebutkan lauk yang masih banyak. Kedua orang tua Jidan hanya menggeleng-gelengkan kepalanya pertanda tak habis fikir, walaupun mereka sudah terbiasa melihatnya.
"Makasi Bunda, Ara pulang dulu ya Bun". Pamit Ara langsung menuju rumahnya yang terletak di depan rumah Jidan.
"Sama-sama cantik".
"KERUMAH GUE NUMPANG MAKAN DOANG, BESOK-BESOK GUE GA TERIMA PENAMPUNGAN". Teriak Jidan dari balkon kamarnya yang berada di lantai dua ketika melihat Bundanya sudah masuk ke dalam rumah.
"BAN LO BESOK GUE KASIH TUKANG MIE AYAM". Jawab Ara berteriak lebih keras.
Ara masuk ke rumahnya dengan sedikit membanting pintu rumahnya, sudah biasa jika Ara seperti itu wajar karena Ara bukan tipe Cewe yang lemah lembut tetapi Cewe yang jago bela diri walaupun ia tidak mengikuti eskul bela diri di sekolahnya ia di ajarkan Papahnya yang kebetulan semasa muda sering menjuarai lomba bela diri.
"Loh Ara, abis dari mana? Mamah cariin loh". Perkataan Vina, sang Mamah membuat Ara menghampirinya.
"Mamah kapan pulang?, katanya tiga hari kan ini baru dua hari". Ara memeluk Mamahnya manja.
"Ihh kamu kaya ga seneng banget liat Mamah pulang, udah makan?". Cibir Vina.
"Mamah baper". Ledeknya, sedangkan Vina mencubit gemas hidung putrinya.
"Udah ko tadi di rumah Bunda". Lanjutnya.
"Papah mana?". Tanya Ara ketika melihat ke sekeliling ruang tamu tidak melihat Papahnya.
"Oh itu Papah masih ada urusan sedikit, mungkin agak maleman pulangnya". Jawab Mamahnya dengan senyum menenangkan.
"Yaudah Ara ke kamar dulu ya mah". Pamit Ara, kemudian beranjak menuju kamarnya yang terletak di lantai atas.
Ara membuka pintu balkonnya, ia melihat kamar Jidan yang terang mungkin Cowo itu belum tidur. Pikirnya.
"Jidan-Jidan, ga berpikir gue bisa sahabatan sama dia". Ucapnya sambil tersenyum-senyum menatap ke arah kamar Jidan.
"IH ADA YANG KESURUPAN! SENYUM-SENYUM SENDIRI MENGGIGIL GUE". Teriakan Jidan membuat ia tersadar dan langsung menatap tajam Cowok itu yang sedang berdiri di balkonnya.
"HEH SARAP GANGGU ORANG AJA!". Ucapnya ketus.
"TUH KAN KESURUPAN!". Serunya lagi.
"GUE LEMPAR SAMSAK JUGA LO!". Mata Ara melotot menatap Jidan, sementara yang di tatap hanya terkikik geli.
Mereka saling bersahut-sahutan dengan suara yang kencang, tidak memikirkan bagaimana tetangga mereka terganggu akibatnya.
Ara melompat dari balkon menuju pohon mangga yang ada halaman rumahnya yang kebetulan depan balkonnya.
"MBA KUNTI KATANYA ARA MAU SILATURAHMI". Ledek Jidan.
"DASAR GA ADA AKHLAK!".
"RA, KEMAREN GUE LIAT DI SITU MANGGA NYA JATOH SENDIRI IH JANGAN-JANGAN—". Ucap Jidan menakut-nakuti.
Ara yang merasa sedikit takut dengan hal seperti itu lantas ia keringat dingin tiba-tiba..
Brukk
"AWW SETAN! SAKIT!". Jeritnya ketika tubuhnya terjatuh dari pohon mangga yang setara dengan balkonnya.
Sementara Jidan yang melihatnya sudah tertawa terbahak-bahak, memang benar Jidan tidak ada akhlak sahabatnya jatuh malah di ketawain.
"ADUH LO KOK MALAH KETAWAIN GUE SI! BUKANNYA NOLONGIN!". Makinya kesal.
"SORY! GUE UDAH PAKE DASTER TAKUT TETE GUE DI LIATIN, BYE RA GUE MAU TIDUR". Kata nya sambil tertawa terbahak-bahak kemudian memasuki kamarnya dan mematikan lampunya.
Ara yang melihat itu langsung menyumpah serapahi Jidan tak lupa langsung berlari ke dalam rumah.
....
"Ra, Ra tau ga si-".
"Gatau". Potong Ara cepat.
"Ihh gue belom selesai ngomong Ra!". Kesal Sasa.
Sasa, hanya satu-satunya teman Cewe yang mau berdekatan dengannya dan tidak takut terhadapnya. Kebetulan juga ia mengenal Sasa kelas sepuluh, Sasa sudah mengetahui sikapnya begitupun sebaliknya.
"Masa gue di baperin sama dia Ra". Ucap Sasa sambil mengarahkan ponsel yang menampilkan gambar seseorang.
Ara memancingkan matanya, sepertinya ia kenal siapa orang itu.
"Itu bukannya—".Hai gimana udah panjang belum?
Jangan lupa vote dan komen yaa!
Next ga ni?Maap ya di gantung ehehe
Ig
@anandaaaarw
@Wul.a.n
Jangan lupa di follow ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Aldara
Teen FictionBersama-sama sejak kecil, membuat Ara secara tak sadar memiliki perasaan yang lebih dari seorang sahabat kepada Jidan. Namun Ara tak berani mengungkapkan karena takut Jidan menjauh. Titik terendah nya di mana ia mengetahui Jidan mempunyai kekasih. M...