Part 7

378 26 1
                                    

"Dimana sih tuh kampret, gue nunggu udah empat jam tapi ga balik-balik. Di telpon ga diangkat, wa ga di bales, liat aja dia kesini gue bogel". Maki Ara, karena sudah sedari tadi ia menunggu kaya orang ilang di depan salon hewan dengan membawa dua kucing .

Akhirnya dengan kesal ia pun segera menaiki taxi yang kebetulan lewat di depannya.
"Pak nanti berhenti sebentar di tukang cendol dawet depan situ tuh pak". Ujar Ara ketika ia teringat papahnya menitip itu.

"Saya titip kucing ini ya Pak, jangan sampai hilang". Ara langsung keluar untuk membeli cendol dawet.

Kebetulan lumayan antri, ia duduk yang telah di sediakan di situ sambil sesekali mengedarkan pandangannya.

Namun ia merasa tertarik dengan satu objek. Matanya menyipit supaya bisa melihat dengan jelas.

"Itu kan—". Ia tak melanjutkan ucapannya, ia membelalak ketika melihat Jidan sedang menggandeng seorang cewe. Ia sangat tau postur tubuh Jidan seperti apa.

Kurang ajar! Gue nunggu empat jam malah dia asik-asikan pacaran. Umpatnya dalam hati.

Setelah pesanannya jadi ia segera memasuki taxi lalu pergi menuju rumahnya, dengan amarah memuncak.

"Mba ini alamat nya di mana yah?". Tanya supir taxi dengan sopan.

"Masa gatau rumah saya si!". Bentaknya membuat sang supir kaget.

"Loh neng jangan marah-marah, saya kan gatau neng".

Sadar akan ucapannya, Ara mengusap wajahnya kasar.
"Ad-uh maap deh Pak, alamat nya komplek mekar sari blok a nomor enam".

....

Ara menggeliat dalam tidurnya, kemudian ia membuka mata perlahan dan melihat jam. Ternyata jam sudah menunjukkan pukul delapan malam.

Ara segera mandi setelah itu turun kebawah untuk makan malam. Ia mengerutkan kening bingung, kondisi ruang tamu sepi.

"Bi". Panggil Ara kepada asisten rumah tangga nya.

"Iya Ra?". Sahut Bi Uum. Memang Bi Uum memanggil Ara dengan nama tidak memakai embel-embel non. Begitu juga panggilan untuk kedua orang tua Ara hanya memanggil Ibu dan Bapa.

"Pada kemana orang rumah?". Tanya Ara sembari menarik bangku di meja makan untuk duduk.

"Ibu sama Bapa tadi bilang mau ke Solo, katanya Oma Ara sakit". Ucap Bi Uum.

Ara yang lagi menyendok nasi lantas terdiam sebentar, kenapa ia tidak di bangunkan?.

"Tadinya udah di bangunin sama Bapa, ga di buka pintunya sama Ara". Ucap Bi Uum seakan tau yang ada di pikiran Ara.

Ara hanya mengangguk-anggukan kepalanya.
"Bibi udah makan?". Tanya Ara.

"Ehm, belum Ra". Bi Uum terkekeh.

"Duduk atuh Bi sini, temenin Ara". Ara mempersilahkan duduk Bi Uum.

Bi Uum sudah mengetahui sikap Ara seperti apa, walaupun Ara agak tomboy tetapi Ara tau arti sopan santun. Mengingat ia bekerja dari Ara umur enam tahun.

Tok tok tok

"Biar Bibi aja Ra-".

"Gausah Bi, biar Ara aja". Sahut Ara cepat kemudian langsung mencuci tangannya sebentar lalu membukakan pintu.

Ceklek

"Mau apa lo?". Datar Ara ketika melihat Jidan yang tersenyum manis ke arahnya.

"Jangan marah lah Ra". Bujuk Jidan masih dengan tersenyum manis.

"GIMANA GUE GA MARAH COBA!, LO SURUH GUE TUNGGU EMPAT JAM KEMANA AJA LO?!". Sewot Ara.

Jidan langsung memejamkan matanya ngeri, karena dampratan Ara yang membuatnya terkejut.

"Santai lah Ra, nih gue bawa es cendol dawet buat lo sama Om Dion". Jidan menunjukkan kantong plastik yang berisi dua bungkus cendol dawet.

Ara langsung merampas kemudian menutup pintu yang langsung di tahan Jidan.

"Eh Ra gu-".

BLAM!

Pintu di tutup dengan sangat kencang oleh Ara. Jidan merutuki Ara, kenapa ia tidak di suruh masuk. Malah secara tidak langsung ia di usir.

"Rasain lo!, masi mending gue usir daripada gue lemparin samsak lo!". Maki Ara ketika melihat Jidan yang keluar dari rumahnya dengan mengusap keningnya, dari jendela.

Setelah memastikan Jidan sudah keluar dari rumahnya, Ara langsung terbahak sampai-sampai Bi Uum yang melihatnya menggeleng-gelengkan kepalanya. Terbiasa dengan sikap Ara jadi Bi Uum tidak kaget lagi.

"Nih Bi ada cendol dawet gratis". Ara meletakkan kedua bungkus cendol dawet di meja makan.

"Neng golput ya?". Tanya Bi Uum membuat Ara kembali terbahak.

"Go food Bi". Koreksi Ara.

"Ini tuh dari si kampret".  Lanjut Ara, Bi Uum mengerti si kampret siapa lagi kalo bukan Jidan.

....

"Hai Ra". Sapa Jidan di koridor dengan senyum manisnya.

Ara hanya berdecak, kemudian mempercepat jalannya untuk sampai ke kelas. Sialnya Jidan malah merangkulnya.

"Ih lo tuh ya!, sana-sana gue mau ke kelas". Judes Ara.

"Jangan marah dong Ra, sebagai permintaan maaf lo mau apa?". Tawaran Jidan membuat Ara menghentikan langkahnya lalu memikirkan apa yang harus ia minta ke Devan.

"Gue mau— PS empat". Ucap Ara sambil tersenyum miring.

"Oke, tapi sebelum itu lo udah nemuin tempatnya belom?". Tanya Jidan.

"Wis!, udahlah gue gituloh". Ara menepuk dadanya tak lupa mencolek hidungnya dengan jari jempol.

"Idih". Cibir Jidan, kemudian ia memiting kepala Ara dengan kencang sambil menuju kelas Ara.

"JIDAN! SAKIT BANGSAT". Jidan hanya terkekeh mendengarnya dan tak berniat melepaskan Ara.



Hai next ga?
Oh iya kalo kalian mau req cover boleh kirim ke ig aku ya
@anandaaaarw

AldaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang