Part 6

381 27 1
                                    

"Ra!". Panggilan Jidan membuat Ara memutar bola mata jengah.

"Ape si lo!".

"Gue butuh bantuan lo ni, bisnis". Bangganya.

"Apaan tuh?". Penasaran Ara.

"Ikut gue ke taman belakang". Jidan menggandeng tangan Ara menuju taman belakang sekolah.

Ara menelan salivanya melihat tangannya di genggam oleh Jidan, walaupun bukan pertama kali tetapi sudah biasa namun tetap saja jantung selalu bereaksi lebih.

"Nanti cariin tempat bagus buat dinner dong Ra". Ucap Jidan setelah mereka duduk di bangku taman.

"Hah?, dinner sama siapa lo?". Tanya Ara mengerutkan keningnya.

"Sama orang spesial dong". Jidan terkekeh sambil menampilkan senyum termanis nya ke arah Ara.

"Ha-h?, o-orang spesial". Dalam hati Ara bersorak senang. Ia sudah mengira pasti dia orangnya.

Dari tadi Jidan menatapnya dengan senyum yang manis sudah tentu Ara tau apa yang di maksud.

"Iya, lo mau kan?".

"Em- oke oke, buat kapan emang?".

"Lusa, kalo udah kabarin gue ya".

"Ye, gue laper tau!". Rajuk Ara membuat Jidan terkekeh gemas dan langsung mengajak gadis itu ke kantin.

Sesampainya di kantin, mereka melihat Rio dan Sasa tengah bercanda ria seperti layaknya pasangan kekasih.

Brakk

"WOI UDEH JADIAN YA LO!". Gebrakan dan Teriakan Ara membuat mereka terkejut.

"Ara!, kebiasaan banget sih lo!. Sifat preman lo keluar mulu". Bentak Sasa. Sedangkan yang di bentak hanya meledek.

"Udah-udah ribut mulu lo berdua, Ra pesen gih".

"Bayarin ya?". Cengir Ara.

"Tiap hari juga lo minta bayarin". Sinis Jidan.

"Lebay lo ah". Ara langsung mengacir untuk memesan makanan.

....

Pagi ini, Jidan sudah berada di rumah Ara. Mengingat mereka mau ke salon binatang bareng-bareng karena memiliki binatang sejenis yaitu kucing.

Jidan mengerutkan kening bingung. Ia kira Ara yang akan membanguninya, tetapi malah dia yang ngebangunin Ara. Padahal Ara tak biasanya ngaret entah apa yang gadis itu lakukan sampai jam delapan belum bangun, biasanya jam lima atau jam enam Ara sudah bangun.

Akhirnya Jidan memutuskan untuk mengobrol dengan Papah Ara, berujung adu panco seperti sekarang ini. Hitung-hitung olahraga otot dan juga menunggu Ara bangun.

"Kalo saya menang harus beliin cendol dawet ya?, tapi kalo kamu menang ga usah minta di kasih apa-apa ya?". Jidan yang mendengarnya hanya tertawa saja. Sudah tak heran jika Papah Ara banyak bercanda jadinya Jidan betah berada di rumah Ara.

Kenapa Jidan panggil om? Karena Jidan terbiasa memanggil itu, pernah sekali memanggil Papah tetapi kesananya ia selalu keceplosan memanggil om jadilah ia panggil om saja daripada ribet.

"WIH SIAPA NI YANG MENANG?". Tiba-tiba Ara datang dengan membawa kucing persia berwarna putih.

"Ara, suara kamu kaya Bi Kiem". Ucap Dion.

Bi Kiem adalah tukang sayur yang biasa berkeliling komplek, suaranya sangat cempreng sekali.

"Yes Om menang, jangan lupa cendol dawetnya". Bangga Dion karena pertandingan panco ia yang memenangkan.

"Wis siap Om".

"JIDAN JANGAN MAU DI SURUH-SURUH SAMA OM DION!". Teriak Vina dari arah dapur, mengingat sekarang mereka berada di taman belakang yang lumayan deket oleh dapur.

Vina sudah hafal betul tak tik suaminya, pasti setiap melakukan adu panco atau yang lainnya bersama Jidan. Suaminya akan meminta makanan atau minuman seperti saat ini.

"Gapapa tante".

"Pah, Ara pamit ya mau keluar sebentar sama Jidan". Pamit Ara dengan menyalami tangan Dion, di ikuti Jidan di belakangnya.

"Iya hati-hati, kalo ketemu cendol dawet jangan lupa bawain". Celetuk Dion.

"Ihh Papah matre". Cibir Ara kemudian beranjak pergi menuju garasi.

"Pake mobil gue aja Ra udah di depan". Ucapan Dion di balas anggukan kepala oleh Ara pertanda ia setuju.

"Kucing lo mana?". Tanya Ara ketika mereka memasuki mobil.

"Tuh di belakang".

"Ra, tumben lo bangun siang". Ucap Jidan dengan pandangan masih terfokus ke arah depan.

"Ha?— itu gu-gue semalem abis nonton drama eh kebablasan". Bohong Ara dengan pandangan lurus kedepan.

Jidan menepikan sebentar mobilnya, ia mulai menatap insten ke arah Ara.
"Dan ko berhe-". Jantung Ara berdetak tak karuan ketika ia menoleh dan mendapati wajah Jidan yang hampir menyentuh hidungnya.

Plak

"Aw!, sakit bego!". Maki Jidan ketika wajahnya terkena pukulan dari Ara.

"Sukurin, lagian ngapain natep gue kaya gitu. Geli banget". Ara bergidik geli, padahal ia hanya berusaha menutupi ke gugupannya.

"Lo bohong ya?". Tanya Jidan sekali lagi.

"Apasi!, gue serius". Sinis Ara. Padahal memang benar ia bohong, semalam ia tidur jam dua malam karena sibuk mencari tempat yang bagus untuk dinner seperti perintah Jidan kemarin. Untungnya ia sudah menemukan tempat yang bagus.

"Gue kira lo metik mangga malem-malem makanya tidur larut". Ucapan Jidan langsung di balas tatapan horor Ara.

"Sialan". Desis Ara.

Setelah menempuh perjalanan dua puluh menit, mereka pun sampai di salon hewan.

"Dan, sambil nunggu mending beli makanan dah. Gue laper ni belom makan".

"Aduh Ra sory banget, gue ada urusan sama temen gue". Sesal Jidan sambil menatap memohon kepada Ara.

Ara mendengus kesal.
"Ga bilang dari awal". Decak Ara.

"Ra, maaf ya Ra". Mohon Jidan.

"Iye santai".

"Yaudah gue pergi cuma sebentar doang ko, lo tunggu sini nanti gue jemput". Pamit Jidan.

"Ya hati-hati".






Hai next ga?
Jangan lupa vote dan komen!
Ig
@anandaaaarw
@wul.a.n

AldaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang