NaFa 11: Pulang Bersama Dafa

26 14 0
                                    

CYNOSURE 2024
BERSAMA DAFA & TIANA
-
-
-
-

Ternyata ucapan Dafa bukanlah hanya tawaran semata. Dia benar-benar membuktikan ajakannya itu. Karena saat ini, aku tengah terduduk tak tenang di boncengan motor miliknya. Sedangkan sang empu, fokus menyetir dengan melihat jalan di depannya. Jika kalian bertanya kenapa aku sangat tidak tenang, jawabannya adalah karena aku sangat tak karuan duduk di jok yang sama dengan Dafa.

Dafa adalah lelaki yang baru kukenal, tapi kenapa dia sudah berhasil membuat jantungku berdetak kencang. Aku pun sampai heran, orang sebaik Dafa kenapa masih bisa disia-siakan? Padahal pribadinya sangat baik.

"Pegangan! Aku mau ngebut takutnya magrib di jalan!" ucap Dafa dengan suara yang keras. Namun, aku masih tidak mendengarnya dengan jelas.

"Hah? Apaan gak kedengeran!" Wajar saja, suara bising kendaraan, suara knalpot motornya yang dimodif menjadi sangat nyaring meskipun tidak se-berisik seperti motor anak geng motor, ditambah dengan helm full face yang Dafa kenakan membuat suaranya semakin teredam.

Aku mengusap-usap telingaku agar pendengaran sedikit normal. Namun yang aku tangkap hanyalah suara bising dari knalpot motor milik Dafa. "Apaan sih? Kamu ngomong yang kenceng Daf!" Aku juga berteriak agar Dafa bisa mendengar suaraku.

Tak ada balasan yang terdengar dari Dafa, tapi tak lama kemudian aku merasakan tarikan di lengan kiriku. Sontak mataku terbuka lebar dengan sempurna. "Pegangan Na! Magrib!"

"Anjir nih orang, mendadak banget tingkah lakunya," ujarku pelan. Sengaja aku menurunkan intonasi suara agar dia tidak mendengar apa yang aku ucapkan. Aku berusaha bernapas dengan normal. Ah, lagi-lagi jantungku tidak bisa diajak kompromi detaknya.

"Iya, maaf. Soalnya udah magrib, Na." Aku lebih terkejut karena dia ternyata mendengar suaraku dibandingkan tingkah lakunya yang tiba-tiba memintaku untuk berpegangan pada pinggangnya.

Aku berdeham pelan. Menormalkan perasaan dag dig dug yang saat ini membalut hatiku. Bahkan aku menunduk menatap jemariku yang meremas kemeja kotak-kotak milik Dafa. Anjir nih orang, aku ngomong pelan aja dia denger, batinku.

Dafa melajukan motornya dengan kecepatan di atas rata-rata. Sepertinya dia ikut komplotan geng motor, deh. Dilihat dari modifan motor dan caranya yang tak terkecoh saat menyetir, itu membuatku yakin. Intinya, penampilannya saat ini cukup mendukung. "Gang Bintara kan, Na?"

"Iya, pas tikungan yang ada tukang ketoprak belok kanan. Sampe situ aja gak papa, Daf. Nanti aku jalan sendiri ke dalem gangnya," ucapku. Aku juga tau diri. Hari ini Dafa sudah membuatku tenang. Dia menemaniku di taman, mengantarkan pulang, dan memberikan saran yang begitu baik.

"Aku anterin sampe rumah, Na. Udah deket, 'kan?" tanyanya. Kali ini aku lumayan mendengar suaranya cukup jelas. Dafa sudah menurunkan kecepatan ketika mulai memasuki gang padat penduduk. Aku juga sudah melepaskan cekalan tanganku dari kemejanya.

Kita berdua hampir sampai di rumahku. Karena tidak memiliki pekarangan yang luas, Dafa hanya memarkirkan motornya di luar gerbang. Dia menyuruhku turun dari motor tanpa mematikan mesinnya lebih dulu. "Hati-hati."

Aku turun dari motornya dengan kedua tangan yang berpegang pada pundak Dafa. Motornya cukup tinggi, jadi aku takut terjatuh. "Makasih banyak ya Daf untuk hari ini. Kamu mau mampir dulu?"

"Enggak kayaknya, udah magrib Na. Kamu masuk duluan, bersih-bersih. Terus ini ...." Dia mengambil sesuatu dari gantungan motornya. Kresek putih yang sejak di taman tadi dia bawa. Entah apa isinya itu. "Makan ini, buat ganjel perut."

"Loh? Ini kan makanan kamu, Daf. Masa kamu kasih ke aku. Udah gak papa, aku masih ada stok makanan di rumah," ujarku menolak. Tidak ingin memanfaatkan kebaikan Dafa padaku.

Sosoknya menggelengkan kepala dengan tegas. Dia bersikeras menodongkan makanan itu padaku. "Jangan mie terus, gak baik buat kesehatan. Makan ini. Kalau kamu ngerasa ga enak buat nerima, lain waktu ganti makanan lain sama aku."

Padahal aku tidak mengungkapkan alasan kenapa aku memilih untuk menolaknya, tapi Dafa memahaminya. "Eumm, beneran gak papa aku ambil?"

"Ambil Na. Cepetan, aku mau pulang soalnya," desaknya. Hal itu membuatku mau tak mau harus menerima pemberian makanan dari Dafa. Setelah makanan itu beralih pemilik, Dafa tampak senang karena aku menyambut makanannya.

"Aku pulang Na. Jaga diri kamu, jangan lupa luka lecet di lutut sama tangan diobatin kalau udah di dalem." Aku tertegun sejenak. Aku tau jika dia menyadari luka yang ada di lututku. Namun, aku tidak menyangka jika dia juga akan menyadari luka yang ada di tanganku. Itu adalah luka lecet yang aku dapatkan saat Gilang mencengkram kuat lenganku.

Belum sempat mengucapkan kata pamit dan terimakasih, Dafa sudah lebih dulu kembali melajukan motornya. Sosoknya dengan perlahan menghilang dari pandanganku. Aku hanya terkekeh pelan. Mungkin dia memang buru-buru agar tidak malam di jalan.

Hari ini memang luka yang kuterima bukan perkara luka kecil, tapi aku juga mendapatkan obat yang mampu menyembuhkan lukaku dengan perlahan. Dafa benar-benar baik padaku. Padahal dia tidak memiliki hak untuk memperlakukanku demikian. Aku beruntung karena ini bertemu dengannya.

"Makasih banyak Dafa, lain kali aku bakal bales kebaikan kamu." Aku membuka pintu gerbang, mulai memasuki area rumah. Rasanya sangat lelah, karenanya aku sangat ingin cepat berbaring di ranjang.

Menyalakan lampu yang semula padam di semua ruangan, aku langsung memasuki kamar tanpa basa-basi lagi. Menaruh lebih dulu bungkusan yang Dafa berikan di atas kasur, kemudian langsung membantingkan diri. "Ah anjir, cape banget!"

Hari ini aku mengalami hari yang begitu melelahkan. Rasanya butuh waktu seharian penuh untuk memulihkan kembali energiku. Aku harus mengisi ulang dengan menghabiskan waktu bersama kasur selama seharian penuh besok. Tak peduli meksipun besok hari senin, aku akan tetap bermalas-malasan.

Aku tidak memiliki kegiatan apa pun besok, itulah yang membuatku memiliki kebebasan untuk melakukan apa pun. Rasanya ingin langsung tertidur. Namun karena badanku yang terasa lengket dan perut yang berbunyi keroncong sejak tadi, aku tidak mungkin langsung tertidur tanpa mandi dan makan lebih dulu.

Aku langsung teringat makanan yang diberikan Dafa tadi. Heran, kenapa bisa dia memberikan makanan itu padaku padahal dia juga pastinya sedang lapar. Mengingat dia sengaja mencari makan di sana, itu semakin membuatku tak enak hati.

Aku langsung bangkit dan mengambil bungkusan makanan yang tadi kutaruh sebelumnya. Membuka plastik dan langsung mengintip isi di dalamnya. "Anjay, nasi padang euy! Enak ini banget mah."

****

"Terimakasih telah hadir di sela-sela hariku yang sangat menyedihkan. Aku menemukan hal terbaik untuk melupakannya." -Cynosure 2024.

****

CYNOSURE (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang