"Air mata adalah bukti paling nyata ketika kata 'tak lagi bermakna."
🍁Derap langkah terburu-buru terdengar di lantai marmer sebuah rumah sakit. Belum sempat pemuda itu mengistirahatkan tubuhnya sekarang ia harus berlari maraton seperti ini.
Rio, pemuda jangkung dengan kulit hitam manis itu berbelok ke arah kiri, dilihatnya Shilla yang tengah menangis seorang diri di depan ruang ICU. Tanpa memperdulikan peluh yang membasahi wajahnya, Rio menghampiri Shilla.
"Shill, Ify kenapa?" tanyanya to the point.
Shilla mendongak, air mata mengalir deras, dengan gerakan cepat ia memeluk tubuh Rio.
"Jawab aku, Shill ...."
"Ma-maafi-"
Plak!
Semuanya diam, begitu pun Alvin dan Iel yang baru saja datang bersamaan dengan Via yang menampar Shilla.
"Vi ...."
"APA? LO GAK TERIMA?!" jerit Via, jangan lupakan sungai kecil yang mengalir di pipi chubby-nya.
"Vi!" bentak Rio.
"Apa, Yo?! Lo gak terima juga? Harus lo sadar kenapa Ify kayak gini!"
"Vi, gue mohon ... maafin gue, gu-gue-"
"Maaf lo bilang? Shill, harus berapa kali gue bilang sama lo, lo jangan egois! Kenapa lo gak pernah ngerti, sih?"
Rio menatap Shilla dan Via bergantian. Ada apa ini? Kenapa di sini seolah-olah Rio adalah orang bodoh yang tidak tau apa-apa.
"Ini ada apa? Cerita sama gue!" tegas Rio.
"A-aku-"
"Ify sakit kanker." Penjelasan singkat yang diucapkan Via seolah menjadi cambuk paling dashyat untuk Rio.
"Kan ... ker?" Lidah Rio rasanya kelu untuk berucap. Semantara Alvin dan Iel hanya diam. Mendengarkan untuk saat ini lebih baik.
"KENAPA LO GAK BILANG SAMA GUE SHILL!" bentak Rio.
"Maaf, Yo, a-"
"Dan lo tau? Shilla selalu memaksa Ify buat jauhin lo karena dia juga suka sama lo, Yo!" ucap Via cepat. Ini waktu yang tepat untuk membongkar semuanya.
Shilla tetap menangis. Rio yang kaget mendengar itu mengacak rambutnya kasar.
"Aarrggghhh!!" Rio meninju tembok. Darah segar mengalir deras, rasa pedih di tangannya tidak sebanding dengan apa yang Ify rasakan.
"Lo keterlaluan, Shill! Lo egois! Lo- lo, apa yang udah lo lakuin sama Ify?!" emosi Rio.
Di balik tangisnya Shilla menyeringai. "Terus aja salahin gue! Terus aja bilang gue egois. Gue emang gak pernah benar di mata kalian! Kalian cuman mikirin Ify. Kalian gak pernah mikirin gue, papa sama mama juga gak pernah mikirin gue. Yang mereka pikirin itu cuman Ify Ify dan Ify! Gue sendiri, gue gak ada teman, gue gak ada tempat buat berbagi, gue sendiri. Sedangkan Ify? Dia punya sahabat yang 24 jam ada buat dia, dia punya seseorang yang selalu jadi tempatnya berkeluh kesah. Sedangkan gue apa? Gue gak punya itu semua, gue gak punya ... Kalian ... aaarrrgggh! GUE BENCI KALIAN SEMUA!" bentak Shilla dan berlari meninggalkan semuanya. Via dan Rio mematung. Shilla ... gadis itu hanya butuh perhatian dan kasih sayang lebih.
Rio terduduk lemas, begitu juga Via yang kini sudah menangis hebat di pelukan Iel.
"Gue- gue gagal, Iel. Gue gagal jadi sahabat buat mereka ..." lirih Via.
___________
Shilla menangis seorang diri di taman rumah sakit. Suasana sepi malam ini seolah mendukung keadaan dirinya. Cahaya remang yang dipantulkan oleh lampu kecil yang berpadu dengan bulan menambah kesan pilu terasa sangat nyata.
Sudah dua jam Shilla menghabiskan waktunya di tempat ini dengan menangis. Matanya sudah benar-benar sembab, tapi lihatlah, air mata itu terus menetes.
"Maafin gue ..." lirihnya.
"Nangis sepuas lo. Gue akan selalu ada di samping lo." Seseorang berucap dan duduk di samping Shilla.
Gadis itu mendongak. Ini bukannya pemada yang tadi siang ke rumahnya bersama Rio?
"Lo siapa?" Suara serak khas menangis terdengar jelas.
Alvin. Ya, setelah Shilla pergi begitu saja Alvin langsung mengikuti gadis ini, hanya saja ia baru mendekatinya sekarang. Sedari tadi Alvin mengawasinya dari jauh.
"Kalau masih mau nangis, nangis aja." Alvin berkata tanpa mengindahkan pertanyaan yang dilontarkan Shilla.
Sekuat tenaga Shilla menghentikan air matanya, tapi nyatanya air bening itu tetap luruh.
"Gue emang egois. Gue ... gue bingung harus apa sekarang." Shilla bercerita. Alvin hanya diam, ia mencoba menjadi pendengar yang baik untuk gadis ini. Karena saat ini memang itu yang Shilla butuhkan.
Hiks ... hiks ...
"GUE HARUS APA SEKARANG?!" teriak Shilla.
Alvin yang tidak tega melihat gadis yang disayanginya menangis langsung mendekap Shilla erat.
"Nangis sepus lo, Shill. Gue yang akan selalu ada buat lo. Gue yang akan berdiri paling depan untuk lo."
Mendengar itu Shilla kembali terisak. Kenapa rasanya ia nyaman dengan pemuda ini? Belum pernah ia merasa hal seperti ini.
Gadis itu membenamkan seluruh wajahnya di dada bidang Alvin. Menangis, mencoba bercerita lewat air mata yang mengalir dengan derasnya. Bercerita bagaimana sepinya Shilla selama ini, bercerita bagaimana khawatirnya Shilla saat ini, bercerita bagaimana ia menyesal akan semua yang terjadi.
"Gue sayang sama Ify ... gue gak mau dia kenapa-kenapa. Gue ... gue mau dia kembali, gue mau dia sembuh ..." racau Shilla.
Alvin yang sedari tadi menahan agar air matanya tidak jatuh ternyata menyerah juga. Lihatlah, mata sipit itu kini penuh dengan cairan bening. Kesakitan yang dirasakan Shilla seolah menjadi dosa yang paling berat yang pernah Alvin lakukan.
"Maafin gue, Princess ..." lirih Alvin tepat di telinga Shilla.
Shilla tertegun, Princess? Pemuda ini memanggilnya Princess?
Shilla menarik tubuhnya pelan. Ia menatap Alvin tepat di bola matanya.
"Lo- lo panggil gu-gue Princess ...?"
Alvin hanya diam, ia tidak tau harus bilang apa.
"Jawab gue! Lo panggil gue Princess?"
Alvin mengangguk ragu. "I-iya."
"Lo ... lo Nathan?" tanya Shilla. Sedih, bahagia, kecewa, semuanya bercampur menjadi satu.
"Lo beneran Nathan, kan? Jawab gue, gue mohon ..."
"Iya, gue Nathan."
Shilla kembali menangis dan langsung memeluk Alvin erat. Isakan tangisnya melebihi yang sebelumnya.
"Lo ke mana aja? Kenapa lo ninggalin gue? Kenapa lo buat gue nangis terus Nath, kenapa? Kenapa lo nyakitin gue, lo ninggalin gue ..." Shilla terus meracau di pelukan Alvin.
"Maaf, gue benar-benar minta maaf. Jangan nangis, gue di sini sekarang."
"Lo jahat Nathan, lo jahat! Lo biarin gue sendirian ... lo biarin gue nyakitin Ify ...."
"Maafin gue, iya gue jahat, tapi gue mohon lo jangan nangis. Ada gue sekarang. Gue gak bakalan ninggalin lo lagi."
"Gue kangen sama lo ..." lirih Shilla dan ... semuanya gelap.
__________Bersambung ... hope u like it❤️
Stay safe #dirumahaja. Gimana part ini? Jujur, aku selalu nunggu kalian komen, komen apa pun itu. Kesannya pas baca setiap part atau yang lainnya😌 dan jujur juga, aku tuh bener-bener senang kalau ada yang komen😌 maka dari itu aku tunggu komen dan vote kalian. Krisar juga selalu aku tunggu. See u next part, and Iloveu ❤️
Salam,
Author
KAMU SEDANG MEMBACA
Story About Us (COMPLETED)
Jugendliteratur"Lo harus lupain dia!" Ify menajamkan tatapannya. "Apa maksud kamu?" "Gak jelas apa yang gue bilang?" tantang orang itu. "Gu-" "Lo harusnya sadar Alyssa! Lo sama dia itu sekarang berbeda! Lo gak bisa maksain takdir!" Ify diam. Apa yang diucapkan ora...