Bel istirahat sudah berbunyi sejak 5 menit yang lalu. Kelas XI- Ipa 2 juga sudah sepi, hanya meninggalkan beberapa orang saja termasuk Ify.
Entah apa yang dipikirkan gadis itu, sedari tadi ia hanya diam.
"Fy, ayo ke kantin, gue laper ..." rengek Sivia tidak lupa dengan puppy eyes andalannya.
Melihat itu Ify menghela napas seraya mengangguk. Sivia memekik senang kemudian menarik tangan Ify tanpa permisi. Melihat kelakuan sahabatnya, gadis itu hanya bisa pasrah.
Sesampainya di kantin, mereka memilih tempat duduk paling pojok, selain karena di sana tempatnya strategis, pojok juga tempat paling nyaman untuk menghindar dari keramaian. Sejenak Ify menatap pintu utama kantin. Retina nya menangkap pasangan muda-mudi yang tertawa bahagia. Ify tersenyum miris.
Harusnya, yang ada di sana itu aku. Bukan kamu, Shill. Ify berucap dalam hati dan menundukkan kepalanya.
"Jangan jadi orang munafik yang pura-pura bahagia ketika melihat orang yang disayanginya bahagia sama orang lain. Gue tau, lo gak sanggup hadapin semua ini. Mulut lo emang gak bilang apa-apa Fy, tapi mata lo jelas mengatakan semuanya," ucap Sivia ketika melihat Ify menunduk.
Mendengar itu, Ify mendongakkan kepalanya, menatap Sivia tepat di bola mata gadis itu.
"Apa yang harus aku lakuin, Vi?" tanya Ify lirih.
"Lo tau apa yang harus lo lakuin, Fy."
"Tapi aku gak bisa."
"Lo bukan gak bisa, lo cuman gak mau coba!" Sivia berucap tegas.
Ify kembali menundukkan kepalanya, air mata kini sudah mengalir membahasi kelopak mata miliknya.
"Lo pasti bisa, Fy." Sivia meyakinkan. "Mendin sekarang lo makan, lo gak mau 'kan kelihatan lemah di hadapan mereka?"
_________Ify berjalan sendiri di koridor, saat hendak kembali ke kelas, ia terlebih dulu mampir ke perpustakaan yang menyebabkan dirinya berpisah dengan Sivia.
Saat sedang berjalan, dari arah berlawanan terlihat Rio dan Shilla yang juga berjalan ke arahnya. Dari jauh, dapat Ify lihat tangan Shilla yang melingkar indah di tangan sosok tegap itu. Ify menghela napas mencoba menetralisir hatinya yang terasa ... sakit.
Ify menundukkan kepala ketika dua objek yang menjadi pusat perhatiannya sudah berada tepat di hadapan dirinya. Dapat Ify lihat Shilla tersenyum sinis.
"Kok sendiri, Fy? Via mana?" tanya Shilla dengan nada dimanis-maniskan. Sementara Rio hanya diam, menatap lekat perempuan bernama Ify ini.
"Vi-Via udah di kelas. Ak- aku duluan," ucap Ify dan berlalu dari sana. Rio menatap punggung Ify yang menjauh, jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, Rio merasa tidak tega pada gadis itu.
"Ih, Rio kok malah liatin Ify, sih? Ayo ah," ucap Shilla menggoyangkan tangan Rio.
"Eh, i-iya Shill. Ayo," kaget Rio.
Sebenarnya apa yang kamu sembunyikan dari aku, Fy? Rio berucap dalam hati dan kembali melanjutkan langkahnya.
Ify tidak benar-benar pergi, ia hanya menjauhkan diri dan bersembunyi di balik pilar penghubung antara tangga dan kelas lain. Air matanya kembali luruh.
"Kenapa mencintai harus sesakit ini?" ucap Ify dan menelungkupkan kepalanya. Untung saja bel masuk sudah berbunyi, jadi tidak ada yang curiga dengan apa yang Ify lakukan.
Seseorang menepuk pundak Ify. Merasa ada yang menyentuhnya, Ify mendongakkan kepalanya, orang itu tersenyum manis.
"Berani mencintai, berani tersakiti 'kan?"
________Rio termenung di roftoop, pandangannya ia pusatkan pada satu titik di depan. Semilir angin berhembus lembut menerpa wajahnya. Rahang tegasnya tampak indah terterpa sinar matahari.
"Sebenarnya apa yang terjadi?" tanya Rio pada dirinya, "kenapa akhir-akhir ini sikap Ify aneh?"
"Gue rasa lo cukup pintar buat mengerti semuanya, Yo!"
Rio tersentak, suara itu ... suara yang hilang beberapa tahun lalu.
Perlahan Rio membalikkan badannya, pemilik suara dengan nada dingin itu kini tepat di depannya.
"Sejak kapan lo ada di sini?" tanya Rio.
Orang itu tersenyum remeh. "Sejak lo ada di sini," jawab orang itu santai dan melangkahkan kakinya ke area pembatas.
Rio melakukan apa yang orang itu lakukan. Keduanya menatap lurus bangunan-bangunan pencakar langit yang berjajar.
"Jadi?" tanya Rio.
"Gue ...."
____________Malam kembali menyapa, Ify tengah menatap pantulan dirinya di dalam cermin. Kulit putih, rambut sebahu, hidung mancung, dan bibir tipis yang sedikit pucat. Tidak ada yang menarik. Ah, ini pertama kalinya ia memikirkan hal tidak penting semacam ini.
Dengan pelan Ify melangkahkan kakinya menuju balkon. Bulan dan bintang menampakkan dirinya. Meskipun bintang tidak menyusun dengan rapi, tapi itu malah membuatnya lebih indah.
Tatapan Ify jatuh pada bintang yang posisinya jauh dari yang lain, cahayanya pun meredup. "Kamu bulan, dan aku adalah satu diantara beribu-ribu bintang yang berharap kamu tunjuk untuk menemani malammu." Ify berucap.
Ucapan Sivia saat di kantin tadi kembali melintas di kepalanya. Sivia benar, selama ini ia hanya pura-pura bahagia. Bagaimana bisa ia bahagia ketika orang yang disayanginya bahagia di samping orang lain? Ah, ralat. Saudaranya!
"Berani mencintai berani terluka 'kan?" Kini, kalimat itu yang melintas. Apa yang di ucapakan pemuda tadi juga benar, ia harus siap terluka. Tapi sampai kapan?
"Apa yang harus aku lakukan ..." lirih Ify.
Serba salah! Itu yang Ify rasakan, bertahan? Itu artinya ia harus siap terluka lebih dalam lagi. Memutuskan untuk menyerah? Ah, perasaan bukan hal yang mudah untuk dilupakan.
"Kenapa cinta sendirian harus sesakit ini?"
____________Bersambung ... hope u like it!
Nah, lho, siapa, ya, orang yang nepuk pundak Ify? Yang nyamperin Rio kira-kira siapa? Penasaran 'kan? Pasti dong, ya. Makannya, jangan sampai ketinggalan. Oke, jangan lupa vote dan komen. 1 vote dan 1 komen sangat berarti bagi author. See u next part, always stay, and always support me, please! Tanpa kalian tulisan ku bukan apa-apa. Iloveu.
Salam,
Author
KAMU SEDANG MEMBACA
Story About Us (COMPLETED)
Novela Juvenil"Lo harus lupain dia!" Ify menajamkan tatapannya. "Apa maksud kamu?" "Gak jelas apa yang gue bilang?" tantang orang itu. "Gu-" "Lo harusnya sadar Alyssa! Lo sama dia itu sekarang berbeda! Lo gak bisa maksain takdir!" Ify diam. Apa yang diucapkan ora...