End || I Will Lets You Go

895 46 8
                                    

Ify membuka matanya. Tidak ada siapa-siapa di sini, dengan rasa takut yang menjalar di tubuhnya, Ify mencoba menyusuri jalan setapak yang dipenuhi mawar putih.

Ify terus berjalan seorang diri, melihat ke sana dan ke mari. Namun, tetap saja sepi.

"Wake up, Babe. Aku mohon ..." Suara itu? Bukankah itu suara Rio? Di mana dia? Ify mencari-cari sumber suara itu.

"Yo ... Rio ... kamu di mana?" Ify berteriak.

"Sayang, bangun ya, di sini sepi kalau kamu gak bangun. Aku rindu kebersamaan kita, Fy ...."

"Rio ...."

"Maafin aku, ya. Kalau kamu bangun, aku janji gak akan pernah ninggalin kamu lagi."

"Kamu mau apa, heum? Boneka? Es krim? Atau kita ke pantai? Kamu suka senja, kan? Ayo dong, bangun ... kamu tau? Selama kamu tidur, senja itu gak ada, Fy. Senja itu hilang, a-aku--"

Suara Rio terus terdengar. Tapi di mana pemuda itu? Apa dirinya sedang bermimpi?

"Kamu ingat, Fy? Kamu dulu pernah bilang kalau mencintai itu artinya menyerah, artinya kalah. Dan sekarang aku nyerah, Fy. Aku kalah, aku cinta sama kamu. Kamu bangun ya, aku mohon."

"Rio ...." Ify menyerah, pujaannya tidak ada di sini. Gadis itu terduduk, air matanya mengalir seperti sungai kecil.

"Aku yakin kamu dengar aku, Fy. Aku mohon, buka mata kamu ..."

"I love you, honey ..." lirih Rio tepat di telinga Ify.

Ify diam, Rio ... pemuda itu bilang dia mencintainya? "Tuhan, jika yang didengar aku ini nyata, tolong kembalikan aku, sebentar saja ...." Ify memohon.

Tes ... setetes air jatuh tepat di tangan Ify, lalu semuanya ... gelap.
__________

"I love you, honey ..." lirih Rio tepat di telinga Ify. Air matanya kembali luruh.

Rio menggenggam tangan Ify erat, ia menciumnya berkali-kali, bahkan air matanya sudah membasahi tangan Ify.

Sekian menit berlalu, tetap tidak ada perubahan sedikit pun. Haruskah pemuda itu menyerah?

"Bangun ...."

Rio mematung, tangan dalam genggamannya bergerak. Antara senang dan khawatir, pemuda itu langsung memanggil dokter.

"Kalian tunggu di luar, biar saya cek keadaan pasien terlebih dulu," kata dokter itu dan meninggalkan yang lainnya di luar.

Rio mengepalkan tangannya, semuanya menunggu dengan harap-harap cemas.

Beberapa menit berlalu, dokter tersebut kembali dengan ekspresi wajah yang sulit untuk ditebak. Dokter tersebut langsung disuguhi berbagai pertanyaan.

"Ify kenapa, Dok?"

"Anak saya baik-baik aja, kan, Dok?" Dan masih banyak pertanyaan lainnya.

Pria paruh baya dengan balutan jas putih khas dokter itu menghela napas perlahan.

Pria paruh baya dengan balutan jas putih khas dokter itu menghela napas perlahan. "Pasien sudah sadar ..." Mendengar pernyataan itu semuanya tersenyum bahagia. "Hanya saja keadaannya semakin memburuk," lanjut dokter Bima.

Senyum yang terukir kini kembali hilang. "Ma-maksud, dokter?" tanya Shilla.

Dokter Bima menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. "Pasien ingin bertemu dengan kalian, kalian boleh melihatnya. Tapi jangan biarkan pasien terlalu banyak bicara karena kondisinya yang sekarang. Kalau begitu saya permisi dulu," kata Bima dan berlalu dari hadapan mereka.

Story About Us (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang